Waktu terus berlalu sesuai sunnatullah sang pemilik kehidupan. Pagi, siang, malam hingga senja datang dan ditutup dengan malam tak pernah absen menyambangi manusia. Senang atau tidak, manusia pun terus bergerak mengikutinya. Tanpa bisa protes, kenapa pagi tiba-tiba menjadi siang kemudian larut menuju malam.Maka kehidupan ini tidak pernah mau menunggu manusia. Dimensi waktu dunia, tak pernah bersedia menanti manusia. Gulungan awan pagi yang bewarna biru kemudian berganti warna hitam di malam hari, tak pernah peduli apakah manusia suka dengan pergantian tersebut. Karena manusia memang tak punya daya, kuasa apalagi kekuatan. Selain tunduk pada sebuah Kebesaran yang tak akan pernah bisa disaingi oleh siapapun bergelar mahluk. Karena Dia Al Khaliq, Al Aziz, Al Aliyyu, Al Qadir, Pemilik seluruh jagad raya dengan segala keteraturannya.
Lantas dengan alasan apa manusia bisa sombong? Tak mau tunduk pada pengaturanNya? Apalagi merasa aman dengan gelimang dunia seolah hidup tak bisa berganti? Sedangkan musim, cuaca dan waktu secara pasti terus berganti. Maka sebetulnya memang manusia dalam keadaan merugi. Jika dunia dan seisinya hanya dinikmati tanpa petunjuk. Tenggelam di dalam dunia yang tak pernah mampu memuaskan jika tak ada taat dan syukur atas semua yang dimiliki di dunia.
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam keadaan kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran" ( QS. Al Ashr : 1-3)
Rafli meletakkan ponsel ke atas meja dengan hembusan napas panjang. Fahmi yang sedang duduk di sofa yang tak jauh dari meja kerja Rafli menatap bosnya tersebut. Hampir satu minggu telah berlalu. Dimana seminggu yang lalu si bos terlihat sangat berbahagia, bergairah dan bersemangat. Kala si bos menghabiskan malam panjangnya bersama sang istri. Merasakan bak pengantin baru yang menikmati honeymoon.
Demikian pula dengan Fahmi sendiri. Kebahagiaan karena niat baiknya untuk memperkenalkan diri pada orangtua Nindi disambut baik meliputinya. Mulai merencanakan beberapa hal untuk mempersiapkan pernikahan bersama Nindi. Meski Fahmi dan Nindi sama-sama berkomitmen untuk membantu Rafli dan Tasya dahulu sebelum mereka akhirnya melangsungkan pernikahan.
Nyatanya memang hidup terus berjalan. Senang dan bahagia dalam sekejap bisa saja berubah menjadi galau kembali. Bahwa hidup menggeret mereka dalam pusaran masalah yang akan selesai satu dan tumbuh lagi satu. Begitu seterusnya. Hingga semua berakhir ketika denyut nadi terhenti. Maka semua masalah manusia hanyalah tinggal bertanggungjawab pada Rabbnya.
"Lama-lama saya bingung sendiri. Kehabisan stok jawaban untuk menghindari gadis itu" terdengar suara Rafli akhir.
"Wina?" Fahmi memastikan.
"Siapa lagi..." Jawab Rafli datar. Lelaki yang dengan penampilan rapi sebagaimana seorang pimpinan perusahaan tersebut berdiri dari duduknya. Meninggalkan sejenak beberapa berkas yang menumpuk di meja kerjanya.
"Bagaimana dengan pak Faisal?"
Rafli menempati sofa yang ada di seberang Fahmi. Menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa yang terlihat sangat nyaman tersebut.
"Setidaknya ayah masih percaya kalau saya bisa menyelesaikan masalah ini. Meski ayah beberapa kali menelpon bersikeras agar saya segera menghentikan semua permainan ini..." Rafli menghela napas lagi.
"Ayah memberi waktu pada saya untuk bisa menyelesaikan semua ini dalam waktu maksimal sebulan. Kalau tidak, ayah yang akan turun tangan sendiri" Rafli mengingat ucapan Faisal lewat telpon beberapa waktu yang lalu.
"Saya paham apa yang dirasakan pak Faisal. Beliau pasti ingin bertindak untuk membantu bapak. Tapi bapak kan sudah berusaha menghindari Wina" Fahmi memberi tanggapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me in Love 3
SpiritualSekuel Stay With Me in Love 2 Semua tak akan ada artinya jika hanya sebatas kata-kata belaka. Semua tak akan ada hasilnya jika hanya sebatas memendam rasa. Selamanya rasa yang ada tetap menjadi asa ketika tak terucap. Menjadi perih ketika t...