🌷 33. Acceptualy🌷

3.4K 499 88
                                    


Sya, kamu menerimanya?

      Untuk beberapa saat Tasya terdiam. Mencoba mempercayai semua ini. Jelas ini bukan mimpi. Ada tante Fitra di sampingnya. Ada papa, mama, Samudera, Yumna dan Rafa di layar laptop yang kini sedang ada di hadapannya. Dan ada Rafli juga om Faisal di London, duduk bersama keluarganya di rumahnya. Iya, rumahnya di London. Tentu apa yang Tasya dengar juga semuanya nyata kalau Rafli menghadap papa dan mamanya untuk meminangnya.

      "Sya..." Tante Fitra mengusap pelan Tasya yang terlihat masih bingung.

      "Mm... Maaf. Bolehkan Tasya bicara dulu berdua sama papa?" Pinta Tasya yang ditujukan pada papanya.

      "Bagaimana nak Rafli?" Uncle Ted meminta persetujuan Rafli.

      "Silahkan, Om. Rafli akan sabar menunggu jawaban Tasya" Jawab Rafli berusaha tenang, meski hatinya jangan ditanya redahnya. Nyatanya ia mungkin tak bisa menerima kenyataan kalau sampai Tasya menolaknya. Rafli memejamkan mata sejenak. Siap tak siap ia harus bisa menerima apapun jawaban Tasya.

      "Baiklah. Kalian incip ini kue buatan Aunty. Ayo dik Faisal, Rafa, Rafli ini belum dimakan" aunty Halida mencoba mencairkan suasana yang tegang. Membiarkan sang suami membawa laptopnya berjalan ke dapur. Tentu untuk menuruti kemauan Tasya yang ingin bicara berdua saja dengan papanya.

       "Apa yang ingin kamu katakan pada papa, Sya? Papa siap mendengarnya" Uncle Ted langsung pada pokok masalah.

     Tasya menghela napas. Melirik Tante Fitra yang kini menyingkir keluar kamar sebentar. Perempuan keibuan itu tahu, Tasya butuh ruang untuk bicara dengan sang papa. Tante Fitra tahu, Tasya sangat membutuhkan pendapat dari lelaki yang menjadi cinta pertama dan tumpuan hidupnya. Tasya sangat mendegar ucapan papanya. Baginya sang papa adalah lelaki terbaik yang membimbing hidupnya sebagai seorang anak.

      "Tasya tak menyangka kalau mas Rafli akan menemui papa" Tasya membuka percakapannya.

     "Sebenarnya sudah lama om Faisal meminta kamu ke papa, Sya. Hanya saja papa memang ingin Rafli sendiri yang kesini menemui papa" jelas uncle Ted tentang kedatangan Rafli dan om Faisal. Tasya mengangguk. Ia pernah mendengar itu dari Samudera. Kalau sebetulnya om Faisal pernah mengatakan ingin menjalin hubungan lebih dekat sebagai keluarga. Yaitu menikahkan Rafli dengannya.

     "Mas Rafli memang lebih dari sekali meminang Tasya secara pribadi, Pa" ujar Tasya apa adanya.

      "Lalu?"

     Tasya menatap wajah sang papa di layar laptopnya. Ah ingin rasanya ia memeluk lelaki itu. Lelaki yang selalu ada di setiap fase hidupnya.

       "Tasya menyukai mas Rafli. Bahkan sejak lama"

      "Papa bisa melihatnya sayang"

      "Papa tahu?" Tasya terperanjat. Membuat uncle Ted tertawa pelan.

      "Kamu bisa membohongi seluruh dunia, Sya. Tapi tidak papa dan mama. Papa tahu anak papa yang cantik ini sudah lama menyukai seorang lelaki yang high quality pastinya" sahut uncle Ted masih dengan senyumnya.

      "Masya Allah, Tasya jadi malu"

     "Kamu tidak perlu malu untuk mengakui perasaanmu, Nak. Papa senang kamu bisa menjaga rasa malumu dengan tak mengumbar rasa sukamu. Mencintai dalam diam bukan hal yang terlarang. Namun kini cinta itu tak lagi sendiri sayang. Rafli membalas cintamu. Lalu, apakah kamu tetap membiarkan rasa sukamu itu terus kamu pendam? Disaat lelaki yang kamu sukai pun akhirnya menyadari ia mempunyai rasa yang sama?"

      "Menurut papa, apakah Tasya harus menerima mas Rafli? Apakah mas Rafli bisa menjadi imam terbaik buat Tasya. Papa menerima mas Rafli?"

      Uncle Ted kembali tersenyum. Jarinya sempat mengusap layar laptop seolah ingin mengusap pipi merah putri kesayangannya itu. Namun jarak membatasi mereka.

Stay With Me in Love 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang