Langit kota Bristol menampakkan wajah cerahnya. Jam masih menunjukkan pukul 15.00 waktu Bristol. Yumna masih bediri di depan open listrik yang masih menyala. Seperti hari biasanya, hari ini tetap Yumna isi dengan mencoba resep baru. Makaroni schotel.
Makanan berbahan pasta khas Itali itu sebenarnya bukan makanan favoritnya. Justru itu salah satu makanan kesukaan Rafa. Beberapa waktu yang lalu, ia pernah membuatnya. Tapi hasilnya jauh dari yang ia harapkan. Tidak memuaskan. Meski Rafa bilang rasanya enak. Tapi Yumna tetap tak puas. Perasaan Rafa selalu mengatakan hasil masakannya enak. Entah karena sekedar menghiburnya atau membuatnya tak kecewa. Tapi bisa juga karena menghargai jerih payahnya. Pasalnya beberapa kali Yumna masak keasinan, kemanisan bahkan tanpa rasa karena Yumna lupa memberi garam, Rafa tetap antusias mengatakan enak. Luat biasa suaminya itu.
Ting...
Suara denting open listrik terdengar. Menandakan waktu memasak telah usai. Yumna tadi memasang waktu sekitar 20 menit untuk mematangkan makaroni dan membuat cruncy keju yang ditabur di atasnya. Dengan sigap Yumna mengambil cempal untuk mengambil piring pyrex di dalam open.
Hmm...Yumna mengendus aroma sedap yang menguar dari dalam open. Aroma khas keju begitu ketara. Rafa selain menyukai masakan tradisional juga penikmat keju. Tentu saja Yumna mengetahui semua kesukaan suaminya ketika sudah menikah. Bukan hanya kesukaan, makanan yang tak disuka dan alergi yang dimiliki Rafa jelas Yumna mengetahuinya.
Yumna meletakkan sejenak pyrex berisi makaroni schotel di atas meja makan. Mengiris bagian tepinya untuk ia incipin.
Hmm...so yummy...puji Yumna pada masakannya sendiri. Ia merasa makaroni schotel buatannya kali ini lebih enak. Mendekati sempurna. Mirip dengan yang biasa mereka beli di sebuah gerai kue halal dekat apartemen mereka.
Yumna segera mengangkat pyrex berisi makaroni schotel. Memegang bagian kanan dan kirinya dengan serbet. Karena jelas nampan kaca tahan panas tersebut masih panas setelah keluar dari open. Yumna langsung menuju ke ruang tamu merangkap ruang keluarga dan ruang menonton televisi. Disana Rafa sedang konsen di depan laptopnya sejak tadi.
"Makaroni schotel sudah matang..." Yumna berseru senang. Ingin segera memamerkan hasil masakannya kali ini.
Rafa menoleh sejenak. Lelaki itu memakai meja tamu sebagai meja laptop. Yumna memang akhir-akhir ini harus mengalah dengan benda kotak berlayar datar yang dilengkapi papan keyboard tersebut. Karena ia seperti merasa dipoligami oleh laptop. Rafa tak bisa lepas dari benda tersebut.
. "Hmm, baunya enak banget, Na. Pasti lezat" ujar Rafa sambil menghirup dalam. Seolah mencium bau yang begitu lezat.
"Jelas dong. Kali ini full keju dan telur. Serta lebih banyak susu. Endes deh, Mas..." sahut Yumna sambil mengambil duduk di samping Rafa. Perut yang sudah maksimal buncitnya di bulan ke sembilan ini membuat Yumna harus ekstra pelan ketika melakukan apapun.
"Pasti enak. Mas yakin..." Jawab Rafa sambil tersenyum. Tapi kembali fokus ke laptopnya.
"Ih...mas Rafa. Cobain dong..." rajuk Yumna sedikit kesal melihat Rafa yang tak langsung mencicipi makaroni schotel buatannya.
"Iya. Pasti mas makan sayang. Tanggung ini. Lagian kan masih panas" Rafa bicara tapi netranya tak lepas dari layar laptop. Membuat Yumna makin kesal. Ia memang tahu, Rafa sedang ngebut menyelesaikan thesisnya yang tinggal bak kesimpulan. Ingin bisa mengikuti ujian terbuka yang dijdwal sekitar seminggu atau dua minggu lagi. Harapannya tentu ingin cepat lulus dan segera kembali ke tanah air.
"Mas Rafa lebih sayang laptop apa Ina sih?" Yumna mulai mengeluarkan kata mutiaranya jika sebal. Kalah pamor dengan laptop Rafa.
Rafa menghentikan gerakan tangannya men scroll layar laptopnya. Memghela napas dan menoleh memandang istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me in Love 3
EspiritualSekuel Stay With Me in Love 2 Semua tak akan ada artinya jika hanya sebatas kata-kata belaka. Semua tak akan ada hasilnya jika hanya sebatas memendam rasa. Selamanya rasa yang ada tetap menjadi asa ketika tak terucap. Menjadi perih ketika t...