Mencari jalan benar dalam hidup. Tak semudah memahami google map. Meski mengikuti petunjuk dari aplikasi canggih akhir jaman tersebut pun tak selalu mulus. Bisa juga tetap tersesat atau menempuh jalan yang makin jauh justru karena mengikuti apa kata sang aplikasi.
Itu mencari jalan di dunia. Memerlukan sebuah pengetahuan sebelum menempuh jalan untuk mencapai suatu tempat. Diperlukan pemahaman yang bisa diandalkan untuk bisa selamat dan lancar sampai tujuan. Meski ada sebuah pegangan canggih semacam google map tetap dibutuhkan pengetahuan, kalau perlu pengalaman. Jika tak ingin tersesat oleh sebuah petunjuk dari aplikasi canggih sekalipun. Itulah teknologi buatan manusia. Selalu saja ada sisi kurang meski dilabeli canggih.
Lantas bagaimana dengan jalan menuju akhirat. Jalan panjang yang pastinya akan ditempuh oleh siapapun yang bernyawa. Pastilah memerlukan pengetahuan untuk menempuhnya. Membutuhkan panduan guna menujunya. Tak cukup memakai aplikasi canggih bak google map. Tapi selayaknya memakai sebuah panduan dari Sang Maha Canggih, Allah Azza wa Jalla. Panduan agama yang tertuang dalam kitabullah dan contoh dari Rasulullah dalam hadist.
Menyusuri jalan hidup, tentu tak sekedar mengikuti angin. Berpedoman pada sebuah sumber yang valid dan meyakinkan maka dijamin tak akan pernah tersesat. Tak akan pernah membuat lelah karena jalan yang ditempuh nyatanya salah. Karena panduan dari Sang Rabb pastilah yang paling tepat buat hamba.
"Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabulah (al Quran), sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad (hadist), seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru (bid'ah) dan setiap bid'ah adalah kesesatan" ( HR. Muslim)
Jalanan siang kota Surabaya terlihat sangat padat. Sebuah hal yang sangat biasa. Jalanan dipenuhi dengan beragam pemadangan. Manusia dengan segala hiruk pikuk aktivitasnya. Manusia dengan beragam penampilan. Bisa juga manusia dengan beragam pemahaman dan keajaiban tingkah lakunya.
Alif beberapa kali melirik pak Hariadi yang duduk di sebelahnya. Terlihat papa mertuanya itu membuang pandangan ke luar jendela mobil. Meski konsen menyetir, tapi Alif pun bisa melihat sang mertua yang seperti berpikir.
"Kita makan siang dulu ya, Pa" ajak Alif pada lelaki dengan sedikit uban mewarnai rambutnya itu.
"Hmm..." pak Hariadi sepertinya tak mendengar ajakan Alif.
"Kita berhenti dulu untuk makan" Alif mengulang ajakannya. Dan kali ini pak Hariadi meresponnya dengan anggukan.
"Papa ingin makan apa?" Tanya Alif agar ia bisa menentukan tempat makan mana yang hendak ia tuju.
"Terserah kamu, Lif. Papa nurut saja" jawab pak Hariadi pasrah. Tak ada ide menu makanan apa yang sangat ingin ia makan.
Alif hanya mengangguk kecil. Dan mulai mengarahkan mibilnya ke sebuah tempat makan khas Jawa timur. Suasana dalam mobil kembali hening.
Sudah sejak jumat sore minggu lalu, pak Hariadi berada di Surabaya. Sudah hampir seminggu ini papa mertuanya itu menginap di rumahnya. Ada pekerjaan yang harus diurus pak Hariadi. Alif bahkan diajak ikut serta menanganinya. Mereka berdua baru saja mendatangi site proyek pak Hariadi. Namun Alif bisa melihat kalau beberapa hari ini wajah pak Hariadi tak seperti biasanya. Meski tidak sangat sering berjumpa dengan mertuanya itu, tapi Alif sudah mengenal baik karakter papa dari istrinya itu. Pak Hariadi memang pendiam, sama seperti Arini tetapi juga bukan orang yang tak asik diajak ngobrol. Namun sejak kedatangannya di Surabaya, pak Hariadi tampak sangat pendiam.
Tak berapa lama, kendaraan yang dikemudikan Alif itu pun sampai di sebuah tempat makan. Rumah makan yang terkenal dengan masakan berkuah hitam khas Surabaya. Iya, Alif mengajak papa mertuanya itu untuk menikmati rawon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me in Love 3
EspiritualSekuel Stay With Me in Love 2 Semua tak akan ada artinya jika hanya sebatas kata-kata belaka. Semua tak akan ada hasilnya jika hanya sebatas memendam rasa. Selamanya rasa yang ada tetap menjadi asa ketika tak terucap. Menjadi perih ketika t...