Chapter 8

46.4K 4.6K 146
                                    

Renata membuka kaleng soda yang selalu dia beli setiap kali pikirannya sedang dipenuhi dengan api emosinya yang siap meluarlan lava panas. Minumannya halal tenang saja, Renata juga masih punya otak untuk menyentuh minuman haram adalah hal yang tidak boleh.

Perempuan itu terus menggerutu sambil sesekali memukul mulut besarnya yang berkata sembarangan serta tangannya yang menampar Arjuna tanpa aba-aba.

Sungguh dia menyesali itu, bagaimana kalau dia dipecat karena hal itu?

Dia sudah mengirimkan uangnya kepada ibunya untuk biaya pengobatan Bapaknya kemarin. Hanya tinggal sisa 200 ribu di Atmnya dan uang cashnya sekarang hanya tinggal 10ribu.

Tapi Renata bersyukur setidaknya Andreas sudah bertemu dengan orang tuanya, selain karena dia lega dia tak perlu membayar biaya rumah sakitnya dia juga sudah tidak kuat menanggung biaya sehari-harinya yang tiap hari membengkak semenjak Andreas tinggal dirumahnya.

"Kayanya gue harus cari pekerjaan baru dari sekarang, siap-siap siapa tahu besok beneran di pecat." Renata menghela napasnya berat, langkah lunglainya berjalan dengan berat, hidup di Jakarta memang keras, selain kuat fisik, kita juga harus kuat hati, mental dan pikiran gak boleh lemah. Lemah sedikit bisa-bisa langsung tersingkir. Seperti dia sekarang.

Harga diri memang penting, tapi uang juga penting. Dia harus bisa mengatur bagaimana mencari uang tanpa menghancurkan harga dirinyan.

Renata menghembuskan napasnya kasar, dengan santai dia melempar kaleng soda kesembarang arah.

"Aduhhh."

Renata melotot, astaga apa lagi ini!

"Lah, Randu?"

Cowok itu menoleh saat Renata memanggil namanya.

Renata melongo menatap Randu dengan tatapan sulit diartikan. Pasalnya cowok itu sekarang tidak terlihat seperti orang kantoran seperti tadi siang.

Penampilan Randu sekarang hanya celana boxer dengan kaos putih oblongnya yang longgar. Renata meringis, seketika mengingat kembali kilas balik kisahnya dulu bersama cowok ini.

"Ren!"

"Rena, bengong aja?" Renata menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Lantas dia nyengir kuda.

"Eh bapak, maaf pak saya gak sengaja."

"Gausah pake Bapak. Lagian kita seumuran juga."

"Gamau di panggil bapak bukan karena takut dikira bapak saya kan?"

Randu tertawa kecil, Renata yang dia kenal masih sama, masih sering melontarkan guyonan-guyonan receh yang membuat orang mendengarnya jadi tersenyum.

"Iya nanti kita dikira bapak dan anak padahal kan masih bisa jadi pasangan."

"Iya boleh juga pak, lumayan buat kebutuhan instastory."

Randu tertawa lagi.

Receh lagi humornya.

Berbeda dengan Renata yang berusaha biasa saja tapi didalam hatinya dia ketar-ketir.

"Kamu dari mana? Bukannya ini jaraknya lumayan jauh dari kosan kamu?"

Renata kembali teringat akan Andreas dan Arjuna, "Oh, saya abis dari rumah sakit "

Randu melotot, "Kamu sakit? Sakit apa?"

"Kanker pak." Renata mendadak lesu membuat Randu yang semula menganggap hanya candaan pun ikutan lesu.

"Kanker apa? Payudara?"

"Bapak ingetnya payudara doang nih." Renata terkekeh geli, "Saya kena kanker pak, kantong kering. Mau pulang gaada ongkos tadi buru-buru, bapak mau minjemin saya uang ga?"

KEKI [END✓ JOHHNY SUH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang