Chapter 48

26.4K 2.1K 19
                                    

"Ren ga nyangka ya besok Lo udah ga lajang lagi," ujar Keisha, saat ini Renata, Berlin, Keisha sedang menghabiskan waktunya bersama sebelum Renata melepas lajangnya besok. Mereka bertiga memutuskan untuk ke salon, menghabiskan uang Arjuna yang memang sengaja cowok itu berikan kartunya untuk hunting Renata bersmaa kedua temannya.

Arjuna tahu, Renata tidak memiliki siapa-siapa disini. Selagi keluarga dari orang tua perempuan itu masih belum sampai di Jakarta, Renata masing tanggung jawabnya. Termasuk kebahagia perempuan itu. Biarlah hari ini Arjuna tidak bertemu perempuan itu dan menyelesaikan pekerjaannya sebelum nanti dia cuti karena pernikahannya.

"Temen Lo yang di Bandung jadi datang kan?"

Renata melirik Berlin sekilas melalui cermin. "Jadi, nanti malam mereka sampai."

"Btw Ber, Lo masih berhubungan sama om om kaya yang waktu itu nelpon Lo?"

Renata menyeritkan dahinya, dia tak tahu menahu kalau kekasih Berlin seorang om-om.

"Masih mba, bahkan kami sebenarnya sudah nikah siri."

Keisha menggelengkan kepalanya tidak menyangka, "Ber, Lo kan tahu, dia masih ada istrinya, anaknya dua. Keras kepala semua. Okelah yang cowok masih bersikap sopan sama Lo, yang cewek? Siapa tuh namanya? Gendis? Gidas?"

"Gadis mba." Benar Berlin saat Keisha mengatakan nama anaknya itu.

"Nah iya terakhir gue anter Lo balik, anak Lo itu bener-bener akhlakles banget Ber." Keisha menggidikan bahunya ngeri saat kembali membayangkan sifat Gadis, anak perempuan yang sekarang juga anak Berlin.

"Dia baik kok mba, dia kaya gitu karena mas Tristan juga kasar sama dia. Wajar aja di memberontak."

Renata menatap Berlin dan Keisha bergantian. Sungguh dia tidak tahu menahu apapun tentang kisah percintaan Berlin. Mulai dari siapa kekasih temannya itu, siapa anaknya, bagaimana sikapnya. Renata benar-benar bingung.

"Jadi siapa sebenarnya si mas Tristan yang Lo sebut itu?"

"Pemilik youth entertainment. Yang nampung beberapa aktris, aktor serta boyband Indonesia, perusahaan terkaya kedua setelah Prasetyo Group."

Kedua bola mata Renata membulat, dia terkejut bukan main, "Kok bisa?"

"Iya bisa, kenapa enggak bisa?"

"Pertanyaannya disini bukan kenapa bisa, kok mau? Coba deh Ber, Lo posisiin diri di istrinya. Gimana perasaan dia?" Keisha terlihat begitu kesal mengatakan hal itu, membuat Renata refflek mengelus lengan perempuan itu pelan, sementara Berlin memijit pelipisnya pelan, Renata semakin di buat bingung.

"Gue juga gamau mba kaya gini, cuma gue terpaksa."

Keisha menegakkan tubuhnya, perempuan itu menatap Berlin dengan tatapan nyalang. "Apa yang bikin Lo jadi terpaksa nikah sama laki orang? Lo sendiri perempuan Ber, harusnya Lo ngerti."

"Mba, udah kasian Berlin. Mungkin emng ada sesuatu yang gabisa dia ceritain ke kita. Tapi mungkin ini yang terbaik. Kita sebagai temennya cuma bisa support kan?"

Keisha memutar bola matanya malas, dia terlalu marah karena Berlin lebih memilih jalan pintas seperti ini untuk menyelesaikan masalahnya. Namun Keisha tidak mengerti bahwa Berlin juga ingin secepatnya mengakhiri pernikahan yang sangat tidak dia inginkan itu.

Baik Keisha ataupun Berlin sama-sama terdiam. Renata menghela napasnya singkat, ternyata selama ini dia kurang perhatian kepada sahabatnya, sampai permasalahan seperti ini saja Renata tidak tahu. Renata terlalu larut meratapi kesedihannya. Renata terlalu banyak menyatakan bahwa luka yang ada di hidupnya lebih buruk dari luka siapapun. Padahal manusia adalah tempatnya kesalahan. Harusnya Renata tidak mengklaim bahwa di dunia ini hanya dia yang menderita. Semua orang menderita hanya saja porsi mereka berbeda-beda, kuat dan sabar mereka beda. Bisa saja mereka jauh lebih kuat dari yang Renata bayangkan.

KEKI [END✓ JOHHNY SUH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang