27. CONNECT THE DOTS

210 28 2
                                    

Tiga kata untuk Nasa.

Benar-benar menyebalkan.

Ini bukan kali pertama Januar dimanfaatkan demi keuntungan pribadinya. Siapapun yang berada di posisi Januar mungkin akan mengerti dengan perasaannya. Bagaimana tidak? Cewek itu melepaskan tangannya begitu saja, seakan ia adalah barang jelek yang patut dicampakkan setelah mereka menjauh dari Arka. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya, yang tentu saja membuat hati Januar sakit.

Setidaknya, Nasa perlu berbasa-basi dengan bertanya apa yang dilalui Januar hari ini, apalagi kabar burung yang tersebar di pemberitaan media juga menyangkut namanya. Atau, jika Nasa tidak mau bertanya, mengucapkan kata terima kasih karena sudah menyelamatkannya dari Arka, baginya sudah cukup.

Pintu lift terbuka sesuai dengan tujuan lantai mereka. Januar menghadang Nasa dengan memberikan bingkisan buah yang dipegangnya. Ia melangkah lebih dulu, dengan meninggalkan tanda tanya di benak Nasa.

"Januar! Lo kenapa?!" seru Nasa sedikit berteriak.

Yang dipanggil tidak menghiraukannya dan langsung masuk ke dalam sebuah kamar rawat inap. Chaka yang sedang mengupas buah apel, menyambutnya dengan riang. Namun, balasan Januar hanyalah tatapan datar dengan lambaian tangan terpaksa.

Bukan hanya Nasa, Chaka juga turut bertanya-tanya dengan sikap Januar yang sedikit berbeda dari biasanya.

Tak lama setelahnya, Nasa masuk ke dalam kamar rawat inap dengan menatap Januar. Namun setelah itu, ia mengalihkan pandangannya pada Hanna dan tersenyum. Seakan tidak ada masalah yang terjadi. Nasa menaruh bingkisan buah di atas meja lalu merentangkan tangan untuk memeluk asistennya.

"Hanna, gimana kabar kamu? Udah baikkan?"

Hanna melepas pelukan Nasa dengan sedikit meringis, membuat Nasa lebih berhati-hati saat melepasnya. "Tenang, Mba Nasa. Aku udah nggak apa-apa, cuma bekas jahitannya aja yang masih terasa sakit."

"Aku minta maaf, Han," ujar Nasa dengan tatapan bersalah.

Hanna memegang tangannya. "Mba, Chaka udah cerita semuanya. Mba Nasa nggak perlu minta maaf dan ngerasa bersalah. Ini semua sudah menjadi bagian dan resiko dari pekerjaan aku yang selalu ada saat Mba Nasa butuhkan. Kalau aku nggak ke kamar Mba saat itu, mungkin aku nggak akan bisa tidur tenang seumur hidup karena nggak berhasil menyelamatkan Mba Nasa."

Chaka ikut bergabung ke dalam obrolan karena dibuat penasaran. "Na, lo kenapa manggil Nasa dengan sebutan Mba, sih? Padahal umur lo sama dia nggak beda jauh."

Hanna mencubit tangan Chaka dengan cukup kencang hingga cowok itu berteriak kesakitan. Mereka kembali mengobrol tanpa merasa terganggu akan kehadiran Chaka.

"Buset, lagi sakit juga tapi tenaga lo masih kuat ya buat nyubit gue, gila."

Cinta pertamanya di masa SMA itu menghela napas dan menatapnya. "Chak, gue minta tolong sebentar, jangan ganggu gue. Ada hal yang harus gue bicarakan sama Mba Nasa."

"Ya, ya, oke, fine!" Chaka mundur dan memilih duduk di sebelah Januar.

Raut wajah Januar yang muram, membuat Chaka bertanya. "Kenape lo, Tong?" 

"Tanya noh, sama idola lo yang paling baik hati sedunia, kesel gue lihatnya," dumel Januar yang penuh akan sarkas di dalam kalimatnya.

Dahinya mengernyit mendengar pernyataan Januar. "Oh ya, tadi pas lo ke kampus gimana? Banyak yang ngerubungin lo?"

"Nggak usah dibahas lah, Chak. Gue capek."

"Ya terus lo kenapa kesel nggak jelas gini?"

"Gue nggak mau bahas, Chak!" seru Januar dengan nada tinggi yang membuat Hanna dan Nasa terkejut.

Under Nasa's SpellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang