Diskon 30%!
Adalah harga promo yang cowok itu lihat dari sebuah rak makanan ringan di minimarket dekat kampusnya. Hanya dengan kata diskon, senyum Januar bisa merekah sepanjang hari. Tanpa pikir panjang, ia mengambil satu bungkus makanan ringan tersebut lalu membayarnya di kasir.
"Enam ratusnya mau didonasikan, Mas?" ucap sang kasir dengan senyumannya.
Januar menggeleng. "Nggak, Mba. Buat saya aja."
Namanya adalah Januar Wiranda. Orangnya perhitungan mentang-mentang ia berada di jurusan matematika. Penampilan Januar juga agak barbar, karena tato yang menempel pada lengannya membuatnya tampak seperti seorang preman. Maka dari itu, setiap ke kampus ia selalu mengenakan pakaian lengan panjang untuk menutupinya, karena sebelumnya ia pernah mendapat teguran oleh dosen.
Walaupun begitu, mohon jangan lihat seseorang dari kovernya karena Januar tidak seperti yang orang-orang bayangkan. Justru sifatnya jauh berbanding terbalik. Cowok itu memiliki sifat santun, supel, meskipun terkadang dia suka bersikap tidak peduli dengan keadaan sekitar.
Januar cukup terkenal di kalangan dosen Universitas Satu Nusa. Hal ini dikarenakan Januar sering mengharumkan nama universitasnya dengan mengikuti beberapa kompetisi.
Matematika adalah jurusan yang diambilnya. Sudah sejak SMA, Januar mencintai mata pelajaran matematika. Dia suka berhitung dan selalu merasa tertantang jika menghadapi soal matematika yang sulit baginya. Pernah suatu hari, Januar bertemu dengan salah satu soal dan tidak bisa memecahkannya. Ia sampai mendiskusikan soal itu pada Julia—mamanya, karena beliau adalah seorang guru matematika SMA di salah satu sekolah swasta.
Tentu saja, Ilmu yang Julia miliki mampu menjawab pertanyaan Januar, hingga anaknya itu takjub dan menepuk tangannya dengan gembira seperti bocah yang mendapatkan balon.
Januar melangkah memasuki area kantin. Pandangannya mengedar dan mendapatkan sahabat ambis-nya sedang makan mi ayam seorang diri.
"Januar sini!" panggil sahabatnya itu.
Januar menghampirinya dan duduk di hadapannya. Ia membuka snack miliknya dan mencelupkannya ke mi ayam milik seorang Chaka.
Chaka Pangarep. Tidak, dia bukan kembaran Kaesang Pangarep ataupun saudaranya. Kebetulan saja nama belakangnya sama seperti anak Presiden yang suka mereceh itu. Chaka selalu sebal jika namanya disangkutpautkan dengan Kaesang. Dia selalu saja ngedumel dengan berkata, "Memang si Kaesang aja yang punya nama Pangarep? Gue juga punya! Tentunya gue lebih ganteng daripada anak Presiden!"
Kaesa—Eh Chaka adalah teman se-per-ambis-an Januar. Saat SMA mereka tidak dekat karena beda kelas. Ospek-lah yang mempersatukan mereka menjadi seorang sahabat. Mereka memiliki banyak persamaan, ya salah satunya dalam meng-ambis.
Saat menyeruput makanannya, Chaka memberi kode bahwa ia teringat sesuatu. Setelah selesai menelan makanannya, ia mengeluarkan sebuah brosur dari dalam tas. "Gue nemu brosur ini di mading. Lo mau ikutan? Kalo mau ikut, lo bisa ambil formulirnya di Bu Desti."
Brosur itu berisi tentang Kompetensi Statistika antar kampus. Hadiah yang ia dapatkan jika berhasil memenangkan kompetisi itu adalah uang senilai dua juta rupiah.
"Nggak ah, hadiahnya sedikit. Belum juga dipotong pajak," ucap Januar mendengus.
"Tapi kan dapet sertifikat, lumayan woy buat nambah berkas beasiswa."
"Gue pikir-pikir dulu deh."
"Jangan kelamaan."
Januar membuka suara. "Ya udah, ikut deh."

KAMU SEDANG MEMBACA
Under Nasa's Spell
TeenfikceMemiliki banyak tato tidak harus dicap sebagai anak nakal. Januar Wiranda adalah contohnya. Walaupun banyak tato yang menempel pada lengannya, sikap Januar jauh berbeda dari penampilannya. Otaknya yang bisa dibilang cerdas, menjadi salah satu daya t...