18. FACING HER PROBLEMS

234 40 7
                                    

Sebuah perekam suara mereka temukan, diselipkan di suatu tempat yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya, yakni di bawah meja rias. Januar langsung keluar dari kamar Nasa dan menuju dapur untuk mengambil batu ulekan. Ia menghancurkan perekam suara tersebut hingga tercerai berai.

"Sialan, bisa-bisanya dia naro alat perekam suara. Peneror lo nggak main-main, Nas."

Nasa menggigit kuku jarinya tanda bahwa ia khawatir dan bingung. Sementara Januar kembali berlari masuk ke dalam kamar Nasa. Mengunduh aplikasi kamera termal untuk melacak apakah masih ada alat perekam lainnya yang tersisa.

"Matiin lampu kamar lo, Nas," ucap Januar tanpa suara.

Nasa segera melakukan apa yang dikatakan Januar. Lelaki itu menutup pintu dan mulai melakukan pemindaian. Dengan teliti, ia melakukan tugasnya. Tak lupa ia juga mengecek isi lemari Nasa. Takut jika peneror Nasa juga menaruh alat perekam suara di tempat-tempat tidak terduga.

"Aman," ucap Januar yang kemudian menyalakan lampu kamar Nasa kembali, "tapi tempat ini udah nggak aman buat lo, Nas. Apa lo yakin mau tetap tinggal di sini? Gue bisa anterin lo ke rumah lo."

Cewek itu menggeleng cepat. "Justru kalo gue balik ke rumah, gue nggak bakal aman. Gue akan tetap stay di sini sampai satu bulan ke depan, sesuai dengan kontrak kita sebelumnya."

Jika Nasa kembali ke rumah, sia-sia saja usahanya untuk bersembunyi dari awak media. Nasa yakin pasti ada beberapa pasang mata yang mengawasi rumahnya. Ditambah dengan penjagaan yang tidak terlalu ketat karena ia tinggal sendiri. Kamera CCTV yang terpasang juga belum tentu bisa melindunginya. Berbeda jika cewek itu tinggal di apartemen Januar.

Helaan napas cowok itu terdengar. Ia hanya bisa pasrah dan terpaksa mengiyakan ucapan Nasa. Cowok itu mondar-mandir dan teringat sesuatu. "Tunggu di sini sebentar."

Ia bergegas keluar dari kamar Nasa dan menuju kamar miliknya. Mengambil sebuah kotak jam tangan pintar yang berada di lemari. Januar pernah membeli jam tangan pintar ini saat sedang ada event promo besar-besaran di sebuah marketplace. Barang yang ia beli adalah barang flash sale dari harga dua juta, dan ia hanya cukup membayar dua ribu saja.

Bayangkan, hanya dua ribu saja! Perjuangan yang dilakukan Januar cukup besar untuk mendapatan barang-barang flash sale. Ia harus merelakan waktu tidurnya, membeli paket Wi-Fi dengan kecepatan yang super duper mahal, dan juga meluangkan memori ponselnya agar tidak mengadat sewaktu memburu barang promo.

Tidak hanya itu, banyak barang-barang lainnya yang Januar beli dengan harga miring, kebanyakan barang-barang tersebut adalah barang elektronik.

Januar meraih tangan Nasa lalu memasangkan jam tangan tersebut di lengan kirinya. "Jam ini bukan kaleng-kaleng. Jadi, lo pakai dan jangan pernah dilepas kecuali kalo lo mau mandi. Jam ini akan melacak keberadaan lo dan akan sangat berguna jika sewaktu-waktu lo lagi nggak pegang hape. Gue udah setting dan masukin nomor hape gue sebelumnya. Kalau keadaan sedang darurat, ada fitur voice note. Lo bisa gunain fitur itu dengan teken tombol di samping jamnya, ngerti?"

Nasa mengangguk. Matanya tak henti-hentinya menatap jam yang berada di tangannya. "It looks expensive."

Januar menepuk dadanya bangga dan tersenyum miring. "Yes it is, I only bought it for two thousand rupiahs."

"WHAT?! BENERAN?!"

"Yup. It's the power of my fingers and my internet connection."

"Wah, lo keren."

Januar tersipu malu mendengar pujian Nasa. Ia mengibaskan tangannya dan menyembunyikan pipinya yang memerah. "Udah ah. Gue kayaknya harus panggil tukang bangunan dan bikin terali buat jendela di kamar lo, pakai papan kayu nggak akan aman. Kalau sampai malam ini nggak beres, lo tidur di kamar gue aja, oke?"

Under Nasa's SpellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang