37. "LET'S DATE"

219 28 0
                                    

Nasa menaruh buket bunga di atas batu nisan kedua orang tuanya. Cewek itu duduk di atas tanah, tidak peduli jika celananya akan kotor. Ia memeluk kedua lututnya sembari menahan air mata. "Pa, Ma, aku kangen. Maafin aku karena gak berhasil menjebloskan Prasetyo ke penjara."

Semilir angin membelai rambutnya. "Hariku beberapa minggu terakhir terasa beraaat banget. Sampai aku sempat berpikir ... apa aku nyusul aja, ya? But someone saved me from that. Apa Mama dan Papa yang kirim dia buat jagain aku?"

Nasa membersihkan makam orang tuanya dan kemudian kembali mengucapkan kalimatnya. "Sekarang aku lagi dilema dengan perasaanku sendiri. Dia udah nyatain perasaannya ke aku dan jujur aku suka sama dia, tapi aku gak mau menjalani hubungan serius dengan seseorang disaat aku belum lama ini putus dari Arka. Aku harus gimana? Masa aku harus telan ludah sendiri karena ini?"

"Coba aja gak ada salahnya kok, Kak."

Ucapan dari seseorang di belakangnya membuat Nasa mengangkat kepalanya. Seorang anak lelaki tersenyum sembari memberinya setangkai bunga berwarna pink yang entah apa namanya. Anak tersebut berjongkok di sampingnya dengan menatap batu nisan orang tua Nasa.

"Kak Nasa tahu arti bunga itu apa?"

"Kok kamu tahu nama aku?" tanya Nasa kebingungan, tidak menghiraukan pertanyaan anak itu.

"Acara gosip isinya Kak Nasa semua, siapa yang gak kenal?" jawabnya, lalu mengulang pertanyaannya kembali, "Kak Nasa mau tahu gak makna bunga itu apa?"

"Emang apa?"

Anak itu menunjukkan cacat keindahan di pipinya. "Itu bunga favorit mendiang mamaku, peony. Maknanya harapan, cinta, dan kebahagiaan. Aku ngasih bunga itu karena gak mau lihat Kak Nasa sedih aja."

Hati Nasa terenyuh. Ia mengusap kepala anak lelaki itu dengan lembut.

"Oh ya, boleh aku berpendapat? Menurutku, kalau Kak Nasa suka sama dia, ya langsung nyatain perasaan aja. Jangan salah, cowok kalau kelamaan digantung bakalan jenuh juga, lho, Kak. Kalau udah capek, dia tinggal cari cewek lain."

Nasa mengernyitkan dahinya seakan tidak percaya apa yang baru saja diucapkan anak itu. "Nama kamu siapa, deh? Umur berapa? Papa kamu mana? Pengalaman cinta kamu udah sejauh mana sampai bisa nasehatin aku yang notabenenya lebih dewasa dari kamu?"

"Aku Mika, umurku 7 tahun. Papaku lagi ada di sana, nangisin makam mamaku karena dia masih gak bisa move on ditinggal Mama. Sementara aku, udah punya satu mantan dan statusku saat ini berpacaran."

Mata Nasa melotot kemudian tertawa.

Mika yang berhasil membuat Nasa tertawa kembali melontarkan candaannya. "Oh, ya. Papaku namanya Seno, umurnya 33 tahun. Kalau Kak Nasa gak berminat pacaran sama cowok yang Kakak suka, gimana kalau Kak Nasa apply jadi mama baru aku?"

• • • • • •

Di dalam mobil, Nasa tidak berhenti tertawa saat mengingat percakapan dengan Mika. Hanna yang duduk di sampingnya, menatap aneh cewek di sebelahnya. "Kamu kenapa Mba? Itu bunga dari siapa?"

Nasa menggeleng. "Isn't it pretty? Tadi ada anak kecil yang ngasih bunga ini ke aku. Lucu banget deh, umurnya masih 7 tahun, tapi ngomongnya kayak orang dewasa. Anaknya juga supel."

Hanna hanya ber-oh ria sambil mengangguk. "At least, aku bersyukur karena anak itu berhasil bikin kamu ketawa lagi setelah mengunjungi makam orang tua kamu."

Ucapan Hanna benar. Biasanya setiap Nasa habis berziarah ke makam orang tuanya, ia akan kembali dengan mata sembab dan tarikan ingus yang tiada henti di dalam mobil. Kini, ia tidak lagi melakukan hal tersebut.

Under Nasa's SpellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang