Januar mengetuk-ngetukan kukunya di atas lutut sambil sesekali menengok ke arah Nasa yang sedang fokus untuk menyetir. Ada satu hal yang membuat Januar jengkel hingga ia sangat ingin untuk menyingkirkannya, tetapi cowok itu merasa tidak enak pada Nasa.
Nasa menghentikan mobilnya di lampu merah dan menyadari gelagat aneh Januar. "Lo kenapa?"
"Nas, sorry," tangan Januar langsung menyisir rambut Nasa dan mengambil beberapa helai benang jahitan yang berada di belakang rambut cewek itu, "ada benang."
Nasa yang merasa kikuk langsung ikut menyisir rambutnya. Ia berdeham kemudian menatap Januar canggung. "Udah gak ada 'kan?"
"Gak ada. Oh ya, ngomong-ngomong sidang lo dimulai jam berapa? Apa lo butuh saksi? Kalau emang butuh, gue siap jadi saksi lo."
Cewek itu kembali menjalankan mobilnya kemudian menjawab pertanyaan Januar. "Jam 10 pagi. Untuk itu gak perlu, Januar. Kesaksian lo justru jadi boomerang bagi gue karena saat lo diculik, Prasetyo bisa dibilang gila karena dia mengganggap kalau lo adalah anaknya yang udah meninggal."
"Ah iya, benar," jawab Januar singkat.
"Jujur, gue pesimis banget sama hasil sidang besok. Gimana kalo selama ini Prasetyo beneran gila? Gimana kalo hal yang dia lakukan dengan ngebunuh orangtua gue, dilakukannya tanpa sadar? Otomatis dia gak akan dipenjara."
Mulut cowok itu mendesus. "Gak usah dipikirin, Nas. Gue yakin dia akan dapat balasan yang setimpal dengan apa yang telah dia lakukan."
Nasa menghela napasnya untuk melepaskan sedikit bebannya.
Tiba-tiba suara tepukan dari cowok di sebelahnya mengejutkan Nasa. Ia menatap Nasa dengan melotot. "Gue baru inget kalo besok ada kuis. Apa gue ikut susulan aja ya buat lihat sidang lo besok?"
"Nggak!" seru Nasa tegas, "gue gak akan mau ngomong sama lo lagi kalau sampai lo ngelakuin itu. Tolong tanggung jawab sama ujian dan tugas kuliah lo. Gue gak suka ya, kalo lo udah nyepelein tugas kayak gini. Ini bukan Januar yang gue kenal."
Bagi Januar, saat ini Nasa sudah seperti cerminan mamanya apabila sedang marah. Mamanya juga akan bersikap tegas seperti Nasa jika seandainya tahu bahwa Januar akhir-akhir ini sering bolos kuliah karena satu dan lain hal.
"Sorry."
"My eyes are on you, get it?" ujar Nasa lagi sembari menggunakan bahasa tubuhnya untuk memperingati Januar.
Tak lama, mobil yang Nasa kendarai berhenti di parkiran basement mal. Cewek itu mengenakan masker dan kacamata hitam lalu keluar dari dalam mobil. Ia cukup kebingungan saat Januar tidak kunjung keluar dari dalam mobilnya.
"Januar lo ngapain?"
"Goodie bag-nya lo taruh mana?"
Nasa memutar bola matanya lalu menunjukkan dua goodie bag warna-warni yang berada dalam tasnya. Sejujurnya, Nasa tidak pernah membawa tas ramah lingkungan apabila ia sedang berbelanja. Ia lebih memilih untuk membelinya langsung di kasir ketimbang membawanya ke mana-mana.
Januar membuatnya melakukan ini. Cowok itu terlalu pelit hingga tidak rela untuk membayar goodie bag. Padahal bagi Nasa, harganya tidak seberapa. Namun, Januar tetap pada pendiriannya hingga akhirnya Nasa pun pasrah dan mengikuti permintaannya.
Keluar dari dalam mobil, Januar menatap wajah Nasa. "Penampilan lo saat ini bukannya malah terlihat lebih mencurigakan?"
"Maksud lo?"
"Lo masuk ke dalam ruangan kenapa harus pake kacamata hitam, deh? Pake masker aja menurut gue udah cukup kok. Nggak bakal ada yang ngenalin lo. Apalagi pakaian lo santai banget kayak orang biasa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Nasa's Spell
Teen FictionMemiliki banyak tato tidak harus dicap sebagai anak nakal. Januar Wiranda adalah contohnya. Walaupun banyak tato yang menempel pada lengannya, sikap Januar jauh berbeda dari penampilannya. Otaknya yang bisa dibilang cerdas, menjadi salah satu daya t...