trentuno

112 11 6
                                    

“Gue duluan, ya,” pamit Sahla lalu menaiki bus itu sambil melambai-lambaikan tangannya pada Syam dan tersenyum tipis.

Syam membalas lambaian tangan itu sambil tersenyum juga. Sampai dirasa bus itu sudah cukup jauh, Syam mengikutinya dari belakang.

Hari ini, Syam akan mencoba untuk mengikuti Sahla benar-benar sampai di rumahnya.

Apakah Syam akan ketahuan atau tidak, itu semua Syam sudah memikirkan resikonya yang akan terjadi.

Entah kenapa, tapi Syam memang sepenasaran ini pada Sahla yang selalu melarang Syam untuk mengantarnya sampai ke rumah.

Rumah Sahla memang jauh, sangat jauh. Maka dari itu, Sahla pergi dan pulang menggunakan bus. Yang Syam herankan adalah sebenarnya banyak sekali sekolah-sekolah yang jauh lebih dekat dengan rumah Sahla daripada sekolah mereka sekarang.

Kalau alasannya karena ingin mencari sekolah yang mempunyai jurusan rekayasa perangkat lunak, Syam tidak yakin dengan itu karena Sahla sendiri yang sering mengeluh kalau dirinya salah masuk jurusan.

Lagipula, ada sekolah lain yang memiliki jurusan itu yang jaraknya lebih dekat dibandingkan dengan sekolah mereka.

Setelah perjalanan hampir empat puluh lima menit itu, akhirnya busnya sampai dan menurunkan Sahla tepat di depan gerbang komplek.

Syam memarkirkan motornya di salah satu warung yang agak tersembunyi agar tidak ketahuan.

Setelahnya Syam memakai masker agar tidak dikenali dan sudah memakai jaket yang ia balikkan sebelumnya. Syam mengikuti Sahla diam-diam dari belakang sembari memberi jarak yang lebar sekitar sepuluh meter agar tidak ketahuan.

Setelah berjalan selama kurang lebih lima ratus meter, barulah Sahla berbelok ke sebuah rumah besar sambil tersenyum lebar melihat anak-anak kecil yang sedang bermain di halaman depan rumah tersebut.

“Assalamu'alaikum, Kakak pulang!” seru Sahla.

Anak-anak kecil itu langsung ribut menjawab salam Sahla dan menyalaminya juga memeluknya. Semua anak berbicara bergantian, mungkin mereka menceritakan apa yang terjadi hari ini pada Sahla. Sahla hanya mengangguk-angguk dan mendengarkan cerita anak-anak kecil itu dengan semangat.

Syam malah salah fokus, ia tidak bisa menahan senyumnya melihat interaksi Sahla dengan anak-anak kecil ini.

Tidak lama ada seorang wanita paruh baya keluar dari rumah, Sahla mendekatinya dan menyalaminya. Mungkin itu Ibunya, pikir Syam. Karena anak-anak yang lainnya juga menyerukan panggilan Bunda kepada wanita tersebut.

Tapi, anak-anaknya benar-benar banyak sekali? Syam baru menyadarinya dan setelah menghitungnya termasuk Sahla, ada sembilan anak.

“Ini asrama atau apaan deh?” gumam Syam yang lalu mengedarkan pandangannya dan terfokus ke satu plat besar yang berada di depan rumah itu.

'Panti Asuhan Cahaya Harapan'

Syam terdiam dan terus-terusan memandangi plat itu juga membacanya berkali-kali memastikan apa yang ia baca tidaklah salah.

Sampai Syam tidak menyadari kalau wanita itu menyadari keberadaan Syam dan memberitahunya pada Sahla.

“SYAM!” pekik Sahla.

Syam spontan menoleh dan mendapati wajah Sahla yang penuh amarah.

Setelahnya Sahla malah masuk ke dalam rumah tanpa berbicara terlebih dahulu kepada Syam. Wanita itu tampak panik dan menghampiri Syam, menawarkannya untuk mampir sebentar dan mengobrol dengannya.

Meski sekarang sudah larut sore, Syam mengiyakan tawaran tersebut tanpa berpikir panjang karena ia harus tahu apa yang membuat Sahla marah.

“Teman sekolahnya Sahla?” tanya wanita itu.

La StoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang