nove

309 38 6
                                    

Syam menyadari ada yang aneh pada salah satu abangnya, Uza.

Dari kemarin, Uza terlihat lebih diam dan jarang ikut mengobrol dengan yang lainnya. Hanya menanggapi sesekali saja.

Karena penasaran, akhirnya Syam memberanikan diri untuk bertanya.

“Kak, kenapa? Dari semalem cemberut mulu,” celetuk Syam.

“Nanya gue?” tanya Uza.

“Yaiyalah, emang ada siapa lagi,” balas Syam agak kesal karena ini posisinya Syam dan Uza sedang duduk berdua di depan TV.

“Gapapa,” jawab Uza.

Bohong, batin Syam.

“Kalo ada apa-apa cerita aja sih, Kak. Ada gue, ada yang lainnya juga,” ujar Syam lalu beranjak pergi dari sofa menyisakan Uza yang masih diam sendirian di depan TV.

Masalahnya, Uza juga bingung harus bagaimana berceritanya. Apa kalian ingat janji Nazia untuk makan siang dengan Uza pada Sabtu kemarin? Ya, janji itu tidak terlaksanakan.

Ketika Uza kemarin menjemput Nazia di kostannya, Uza hanya menemukan fakta kalau Nazia tidak ada di kostan dari Hanifa, temannya Nazia dan juga kakak kelasnya dulu.

Uza juga berusaha menghubungi Nazia dan apa yang mengejutkan? Nazia selalu mematikan telpon dari Uza. Darisitu Uza sudah merasa sangat kesal. Kenapa Nazia tiba-tiba jadi seperti itu?

Tapi di hari itu, terjadi juga sesuatu yang tidak diperkirakan Uza. Hanifa tiba-tiba meminta tolong pada Uza untuk mengajaknya pergi kemanapun karena Hanifa sedang ingin menghindari pacarnya.

Karena Hanifa tampak sangat memelas dan dulu karena Hanifa pernah menjadi kakak kelasnya sekaligus ketua ekskulnya, Uza terbiasa mengikuti perintah Hanifa dan siang itu membawa Hanifa ke satu mall yang jaraknya lumayan jauh atas permintaan Hanifa sendiri.

Berakhir mereka jalan-jalan di miniso di mall itu karena Hanifa juga teringat ada yang harus dia beli.

“Za, masih aktif ekskul?” tanya Hanifa sambil melihat-lihat jepit rambut.

“Udah nggak, Kak. Kelas 12 udah gak dibolehin aktif lagi kan,” jawab Uza yang jadi ikut melihat-lihat printilan feminim di miniso.

“Ekskulnya masih idup kan?” tanya Hanifa lagi, jiwa ketuanya masih berkobar-kobar.

“Masihlah. Dateng aja sih, Kak kali-kali. Buat ngelatih kek,” tutur Uza sambil akhirnya memilih beberapa printilan yang dia beli untuk kedua kakak perempuannya.

“Sibuk gue ah, banyak tugas,” kilah Hanifa.

“Sibuk nugas apa sibuk pacaran,” ledek Uza yang mendapat cubitan dari Hanifa.

“Beli buat siapa tuh? Nazia?” tanya Hanifa melihat beberapa jepit rambut dan ikat rambut yang dipegang oleh Uza.

“Nggak, buat kakak cewek gue,” jawab Uza cepat, rupanya badmood karena nama Nazia tersebutkan.

“Udah tuh milihnya? Gue mau bayar sekarang nih,” kata Hanifa dan dijawab anggukan oleh Uza. Keduanya pergi ke kasir untuk membayar belanjaan kecil mereka.

Setelah keluar dari miniso, Hanifa menawarkan untuk membeli es krim.

“Mau es krim ga? Gue yang beliin kok,” katanya.

“Mau dong kan gratis,” jawab Uza jujur.

Tiba-tiba Uza kepikiran sesuatu.

“Kak, ini kalo kita ketauan jalan gini sama pacar lo apa gue ga bakal digebukin?” tanya Uza, beneran takut.

La StoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang