cinque

489 42 8
                                    

Wabil yang sudah rapi segera turun dan pamit ke Tante Ira untuk pergi ke kampus. Tidak diduga ketika ia sedang mengeluarkan motornya, ternyata tetangga depan rumahnya juga sedang melakukan hal yang sama.

Wabil memperhatikan gerak gerik gadis kecil itu yang sedikit kesusahan menstarter motornya, sepertinya akinya sudah harus diganti. Gadis itu menyadari dirinya sedang diperhatikan oleh Wabil, mantannya.

Gadis itu benar-benar terlihat canggung dan terus-terusan memutar gas berharap motornya segera menyala. Tapi Wabil tahu kalau motor gadis itu tidak akan menyala meski terus-terusan digas.

"Gak akan nyala, Li. Akinya udah harus diganti tuh," ujar Wabil sambil tersenyum ke arah Lia yang terlihat kesal.

"Terus gimana?" gumam Lia kecil tapi masih terdengar oleh Wabil.

"Bareng aja sini," tawar Wabil, sekaligus mencari kesempatan. Wabil langsung menghampiri Lia dengan motornya.

"Masukin lagi gih motornya, bareng aku aja," kata Wabil di depan Lia. Wajah Lia benar-benar cemberut dengan bibirnya yang mengerucut. Lia pun mau tak mau jadi menuruti apa kata Wabil.

Lia memasukkan motornya lagi ke dalam garasi dengan langkah tidak ikhlas. Seperti anak kecil, sangat lucu di mata Wabil.

Berkah banget hari ini, batin Wabil.

"Ayo," kata Lia setelah memasukkan motor masih dengan wajah cemberutnya lalu menaiki motor Wabil.

"Pegangan, Li," goda Wabil yang langsung disambut tabokan dari Lia. Wabil hanya tertawa puas dan menjalankan motornya. Hari ini mood Wabil benar-benar bagus.

Selama di perjalanan mereka lebih dominan diam. Ya, sudah dua tahun tapi mereka belum baikan sejak saat itu. Sejak saat Lia tiba-tiba memutuskan Wabil dan pindah rumah. Wabil masih belum menyerah setelah mendapat kesempatan bertemu lagi dengan Lia sekarang. Lagipula Lia pun tidak melarang atau menjauhi Wabil. Salah satu buktinya Lia tidak keberatan untuk diantar oleh Wabil ke kampus seperti sekarang. Tidak jarang sebetulnya hal ini terjadi. Kadang-kadang di keadaan mendesak, pasti Lia selalu menghubungi Wabil, ya meski menjadi pilihan terakhir Lia, tapi Wabil tahu kalau di hidup Lia dia masih mempunyai arti.

"Pacarmu kemana, Li?" tanya Wabil iseng.

"Bukan pacar," jawab Lia lugas.

"Iya iya, gebetanmu deh. Kemana dia? Gak minta anter dia?" tanya Wabil lagi.

"Gimana mau minta anter, orang kamu udah nawarin duluan," jawab Lia sinis. Wabil hanya tertawa menanggapinya setelah itu.

Akhirnya mereka sampai di gerbang fakultas Lia. Lia dengan cepat langsung turun dari motor Wabil dan mengucapkan terimakasih dengan cepat lalu pergi. Gadis itu sepertinya telat, pikir Wabil.

Sebelum melajukan motornya lagi, Wabil mengeluarkan ponselnya dan meninggalkan pesan di ruang obrolan dengan Lia. Sekaligus menjalankan kesempatan-kesempatan lainnya kepada Lia hari ini.

Wabil
Li
Buru-buru banget?
Telat?
Nanti pulangnya kalo mau bareng lagi ayok aja, aku jemput

Lia sampai di kelasnya dengan napas terengah-engah. Ketika ia sampai di depan pintu dengan keadaan seperti itu, tentu saja langsung menjadi perhatian orang-orang di kelas. Tapi beruntungnya dosennya juga telat kali ini, jadi Lia selamat.

"Gue tau rumah lo deket dari kampus. Tapi kalo ke kampus ya jangan lari juga dong," celetuk asal keluar dari mulut teman Lia, Chandani tepat ketika Lia baru duduk di sebelahnya.

Lia mendengus sebal, "Ya kagak lah anjir."

"Terus lo kenapa ngos-ngosan gitu dah?" tanya Dani.

La StoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang