trentatre

68 6 1
                                    

Pagi yang cukup cerah sebenarnya, tetapi Syam masih memakai jaketnya rapat-rapat sambil menatap sosok perempuan di depannya yang tak lain dan tak bukan adalah Sahla.

Syam belum bertemu dengan Bunda lagi karena Syam tiba-tiba berpikiran bahwa ia harus tahu tentang hal ini dari Sahla sendiri dan bukan dari Bunda.

Maka dari itu keesokan harinya setelah Syam mengikuti Sahla pulang, hanya terjadi percakapan sepihak di antara mereka ketika Syam bilang kepada Sahla untuk menyampaikan ke Bunda bahwa Syam tidak akan datang hari Minggu ini.

Percakapan tersebut sepihak karena Sahla tidak membalas apapun, mengangguk pun tidak. Tapi Syam yakin pasti pesannya tersampaikan kepada Bunda.

Syam sebetulnya sudah menahan diri untuk tidak berspekulasi apa-apa tentang apa yang sebenarnya membuat Sahla marah atau mungkin-ah, Syam tidak tahu. Betul-betul tidak tahu perasaan apa yang sebenarnya Sahla tunjukkan.

Masih pukul enam lewat dua puluh menit dan masih belum ada tanda-tanda datangnya teman-teman sekelasnya. Syam berpikir apakah ia perlu mencoba berbicara pada Sahla sekarang?

Karena memang betul-betul hanya ada mereka berdua di kelas.

“La.”

Syam menelan salivanya begitu ia memanggil Sahla. Ada jeda cukup panjang sebelum Sahla membalas, “Apa?” tanpa membalikkan badannya.

Talk to me whenever you ready. I'll wait until you ready.

Tanpa direncanakan, lidah Syam dengan lancar mengatakan hal itu dan tidak berpikir sama sekali akan reaksi apa yang Sahla berikan setelah ini.

Syam bisa melihat pundak Sahla naik lalu turun, perempuan itu menghela napas. Kemudian membalikkan badannya sambil menatap Syam dengan raut wajah yang Syam tidak bisa menjelaskannya.

Why you still want to 'talk' with me?

Pertanyaan Sahla spontan membuat Syam menaikkan sebelah alisnya.

“Maksudnya? Kenapa juga gue nggak mau ngomong lagi sama lo?”

Gosh, I like you, Sahla. How can I don't want to talk with you? I'm a dumb, then. Batin Syam, dia tidak mungkin mengatakan ini sekarang pada Sahla, timing-nya tidak tepat.

“Gue anak yatim piatu.”

“Ya, terus?”

Sahla malah membalikkan badannya lagi sehingga ia membelakangi Syam. Sekarang Syam sudah tidak merasa kedinginan lagi, ia melepaskan jaketnya lalu menghampiri Sahla dan berjongkok di samping kirinya.

“Denger. Gue gak peduli soal itu. Maksudnya, oke lo yatim piatu, terus apa? Emangnya itu bakal ngubah Sahla yang selama ini gue kenal? Apakah menurut lo gue itu orang yang kalo tau temen gue ternyata yatim piatu terus gue jadi gak mau ngomong sama dia lagi gitu?”

Terjadi jeda dan Sahla sama sekali tidak mau menoleh kepada Syam.

But it always happens. Everytime people know that I'm an orphan, they're making fun of me and doesn't want to be friend with me again.

La StoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang