ventiquattro

118 17 2
                                    

Suasana canggung dan hening membuat Maula sulit untuk mengambil napas sekalipun. Begitupun dengan Naila yang berada di sebelahnya.

Mereka berdua lebih tepatnya sedang disidang oleh kedua pihak keluarga mereka sekarang. Karena mereka yang beberapa saat yang lalu baru saja menolak pertunangan mereka di depan seluruh anggota keluarga ketika mereka sedang menyantap makan malamnya.

Keadaan langsung kacau dan semua orang jadi kehilangan nafsu makannya.

Sebetulnya ini sudah direncanakan oleh Maula dan Naila sendiri yang sudah sepakat untuk mengakhiri pertunangan mereka.

Dua hari yang lalu, Naila mengajak Maula bertemu hanya berdua. Maula tidak menolak karena Naila juga bilang dia ingin membicarakan hal yang penting.

Naila membicarakan kalau dia sudah tidak lagi ada perasaan apa-apa kepada Maula. Kata-kata Naila waktu itu cukup nyelekit dan Maula juga terkejut akan sisi Naila yang satu ini. Ucapannya tajam dan menusuk.

Naila bilang dia cukup menyesal karena sempat mempertahankan pertunangan mereka dalam waktu yang tidak sebentar. Naila menyesal karena membiarkan dirinya banyak tersakiti oleh Maula yang mungkin sama sekali tidak memikirkannya. Menangis ketika Maula lebih mempedulikan perempuan lain dibanding Naila yang merupakan tunangannya. Dan banyak hal lainnya yang Naila bilang ia sesali.

Mendengar itu semua, Maula benar-benar merasa bersalah dan meminta maaf pada Naila. Meski Maula tahu kalau maaf saja rasanya tidak cukup untuk membayar semua penderitaan Naila selama menyukainya.

“Denger lo minta maaf juga sebenernya masih kesel sih, Fi. Tapi gue bakal lebih kesel lagi kalo lo gak minta maaf. Jadi, yaudahlah,” kata Naila.

Maula tidak banyak protes karena bagaimanapun dia yang punya salah disini.

Setelah itu mereka berdua membicarakan tentang bagaimana cara mereka untuk mengakhiri pertunangan ini. Bagaimana cara mereka mengatakannya pada keluarga mereka.

Rencananya mereka akan tetap tenang mengikuti acara makan malam terlebih dahulu. Baru saat setelah makan di sesi mereka berkumpul bersama, Naila lah yang akan membuka pembicaraan terlebih dahulu barulah Maula juga ikut menjelaskan.

Tapi, karena terlalu gegabah dan terpancing omongan saat makan malam. Maula jadi kelepasan membicarakan hal itu duluan dan tidak sesuai rencana.

Disinilah mereka berakhir disidang, diminta penjelasan atas apa maksud mereka ingin mengakhiri pertunangan ini.

“Kalau sama-sama gak ada rasa, gak bisa dipaksain. Naila gak mau. Naila juga cuma orang biasa yang pengen hidup sama orang yang sayang sama Naila dan yang Naila sayang juga,” jelas Naila.

“Kalian masih muda, belum tahu nanti kalian pas udah lulus kuliah baru bisa saling suka satu sama lain?” sahut Mamanya Naila.

Naila menghela napas berat mendengar kata-kata Mamanya sendiri.

“Naila gak mau, Ma. Apa dengan kalian yang udah ngatur semuanya di hidup Naila selama ini kurang cukup? Mama tau kalau Naila gak suka dunia bisnis, Naila gak merasa itu passion Naila, tapi Mama tetep ngekuliahin Naila di jurusan bisnis. Naila turutin karena Naila mau bermanfaat setidaknya buat keluarga kita ini. Tapi sekali aja, Naila mau memutuskan sendiri tentang yang satu ini. Naila gak mau diatur untuk yang satu ini.”

Air mata Naila sudah mengalir dan Naila terisak menahannya agar tetap bisa berbicara lancar.

Maula di sebelahnya cukup kaget, sangat kaget dengan pernyataan yang dituturkan Naila barusan. Dia sama sekali tidak tahu akan hal itu.

Maula tanpa banyak berpikir dia memegang tangan Naila dan menariknya untuk berdiri. Mengambil jaketnya dan jaket Naila serta kunci mobilnya lalu pergi begitu saja dengan Naila.

La StoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang