20: TRAGEDI

1.7K 230 0
                                    

Happy Reading!

Alen memukul dadanya yang naik turun. Nafasnya memburu. Seperti inikah, rasanya dada yang di pukul dengan balok besi?

Selama dia mengikuti geng motor ini, baru kali ini Alen tawuran merasakan sakit yang amat. Dadanya di pukul dengan balok besi dengan sangat kencang.

Sungguh, ini seperti mau mati saja rasanya. Kepalanya pening, matanya berat, dan nafasnya sesak. Yang ada dipikirannya hanya satu, Mami.

Alen berjalan terhuyung-huyung keluar dari area, dan bersembunyi di balik pohon besar. Tubuhnya terduduk perlahan, bersandar dengan batang pohon besar.

Alen memejamkan matanya erat-erat. Kenapa dadanya bisa sesakit ini? Sungguh, ini seperti Alen akan diambil nyawanya.

"Allah" gumam Alen kembali memukul dadanya, yang kehabisan oksigen.

Bunyi deru motor, menandakan bahwa tawuran sudah selesai. Tempat sepi ini, membuat Alen serasa akan segera di jemput oleh Sang Maha Kuasa.

"Len!" Angkasa mendekati Alen. Tidak sendiri, tetapi bersama anak-anak yang lain.

Tanpa pikir panjang, Angkasa membuka mulut Alen dengan paksa. Takut-takut ada darah yang keluar dari sana.

Angkasa dan teman-temannya, menggotong Alen menuju mobil yang sudah di siapkan oleh Raga.

"Mami" gumaman Alen yang Angkasa dengar. Lalu hilang sudah kesadaran lelaki itu.

***

Hati Angkasa sudah tidak tenang. Sejak Alen masuk kedalam UGD, Angkasa tidak membuka suaranya sekalipun.

Setelah kondisi Alen sudah mulai normal, dia di pindahkan ke ruang rawat inap. Hanya ada akan White Lion dalam keadaan hening.

"Sssssh" ringisan yang keluar dari mulut Alen. Angkasa mendekati Alen. Dan yang lainya hanya melihat.

"Len" panggil Angkasa pelan. Alen masih mengerjakan matanya.

"Mami" gumam Alen kembali. Lalu tersadar sepenuhnya, dan menatap Angkasa.

Melihat Angkasa yang menatapnya sayu, Alen tersenyum tipis.

"Gue nggak papa Sa" kata Alen pelan sambil tersenyum. Bohong? Jelas sekali. Saat ini, dadanya begitu nyeri. Tapi tidak separah tadi.

Cklek!

Pintu ruangan yang dibuka, membuat mereka semua menoleh. Rumaisha berjalan cepat mendekat kearah Alen, lalu menarik rambutnya kuat.

Alen meringis. Matanya menatap Rumaisha, yang menatap garang dirinya.

"Bocah bandel! Siapa suruh buat tawuran, berantem! Sok-sokan!" Omel Rumaisha. Alen hanya tersenyum tipis.

"Kalian pulang aja dulu. Ganti baju, nanti bisa kesini lagi. Biar gue yang jaga Alen" perintah Angkasa. Semuanya mengangguk dan keluar dari ruangan.

Angkasa, laki-laki itu kembali terduduk lemas di sofa. Pengalaman pertama yang paling mengerikan, dari hampir tiga tahun ini.

Kemarin Raga tertusuk pisau, tetapi tidak sampai hilang kesadaran seperti ini. Abraham, kepalanya terbentur paving, tetapi hanya berdarah, tidak sampai hilang kesadaran. Inilah hal yang paling parah.

ALENCHA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang