25. Bolos kerja

787 38 0
                                    





Deru mesin mobil terdengar memenuhi ruas jalanan di Ibukota. Waktu masih menunjukan pukul pagi tapi sepertinya para kendaraan sudah tak sabar menanti hari. Kemacetan di ibukota bak oksigen di ruang hampa, tak ada habisnya. Beberapa umpatan terdengar dari tengah kemacetan membuat kesal penghuni bangunan di tepi jalan. Masih sangat pagi, tapi hawa panas ala Ibukota sudah menyembur akibat deru mesin kendaraan.

Lain halnya dengan penghuni apartemen mewah kelas atas yang tampak sedang menyantap sarapan mereka dengan khidmat. Tak ada bunyi-bunyi aneh selain dentuman sendok dan piring yang memenuhi penjuru ruangan.

"Bagas, mau tambah lagi?" tawar seorang perempuan yang duduk di bangku ruang makan. Di depannya ada seorang anak laki-laki sedang lahap memakan nasi goreng.

Anak laki-laki yang bernama Bagas itu menggeleng. Raline terus tersenyum manis menatap betapa lahapnya anak itu menyantap sepiring nasi goreng buatannya. 

Sementara itu, disampingnya duduk seorang pria yang memakai mandarin collar shirt sedang menatap tidak suka pada anak di depannya. Ralat, mungkin lebih tepatnya dia tidak suka bagaimana manisnya Raline bertingkah pada anak laki-laki tersebut.

Ranu menyilangkan tangannya ke depan dada, matanya memicing menatap anak kecil yang sedang melahap nasi goreng.

Anak itu benar-benar! Aku jadi menyesal membawanya kemari. Karena dia, Raline belum menatapku hari ini. Ranu mendengus.

"Tuan Ranu, jangan melihatku seperti itu! Bukan salahku jika Ka Raline tidak menatapmu."

Ucapan Bagas membuat dua orang dewasa di hadapannya tertegun. Khususnya Ranu, dia langsung mendelik ke anak itu.

"Hei bocah! Jangan sok tau!" ketus Ranu.

Bagas mengangkat bahu "Kau yang bilang  tadi."

Raline mengerjap. Ia lupa Bagas terkadang punya kemampuan membaca pikiran orang lain. Hanya saja, kemampuannya itu belum begitu fasih.

"Bagas.. sudah berapa kali ku bilang, tidak sopan membaca pikiran orang lain tanpa ijin." Tegur Raline.

Anak kecil itu menggeleng "Aku tidak membaca. Aku mendengarnya." Jawabnya polos, lalu memasukan sendok terakhir ke mulutnya.

Helaan napas terdengar "Apapun itu. Mengetahui pikiran orang lain itu ngga baik. Setiap orang punya privasi yang ngga bisa mereka bagi ke siapa pun. Mengerti?" anak itu menatap Raline sekilas kemudian mengangguk.

Sementara itu, Ranu menatap Bagas terheran-heran. Ia masih tidak percaya ada anak seaneh Bagas. 

Makhluk apa sebenarnya bocah ini?

"Aku manusia!" solot Bagas. Tatapannya tajam ke arah Ranu membuat laki-laki itu bergidik ngeri.

Bagas memanyunkan bibir kemudian turun dari kursinya. Anak itu sangat kesal dengan Ranu yang terus menatapnya tajam seolah dia telah mencuri semua uang laki-laki itu.

"Aku mau kembali ke kamar. Tuan bisa mengambil alih Ka Raline sekarang." Ujar bocah itu sebelum pergi.

Ranu mendelik memandang anak itu sedangkan Raline terlihat menahan tawanya. Kepolosan Bagas sepertinya sudah membuat Ranu menjadi kesal pagi-pagi.

"Sedang apa kau?" tanya Ranu, terheran melihat Raline sedang menyangga kepalanya di atas meja sembari menatap laki-laki itu.

Bahunya bergetar halus, Raline mencoba menahan tawa "Menatapmu?"

If Something Happens I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang