31. Terbelenggu

551 27 0
                                    

Dini hari...

Jeratan nestapa merambah dirinya yang baru tersadar dari pingsan. Mulutnya disekap dengan kain hitam begitu pula dengan matanya dibelenggu benda serupa. Sekujur tubuhnya terkekang di atas sebuah kursi di sebuah ruangan hampa dan gelap.  Dirasakannya kedua tangan berada di belakang dalam simpul tali yang dipatenkan. Samar-samar aroma busuk khas sampah menusuk indera penciuman.

Raline tak bisa berbuat apa-apa. Ia tak habis pikir kenapa Loma menyekapnya alih-alih membunuh seperti tujuan laki-laki yang selalu memakai topi fedora. Persetan, apapun yang akan terjadi padanya hari ini Raline sudah tidak peduli.  Setidaknya dadanya lebih ringan setelah mendengar suara seorang laki-laki yang begitu dicintai sebelum dia benar-benar menjadi arwah.

Seorang perempuan dengan segudang masalah sepertinya hanya akan membuat laki-laki itu semakin menderita. 

Puk

Tepukan tangan yang dingin menepukk pipinya. Aneh, tangan Loma terlalu kasar untuk melakukannya. Raline mengernyit sebelum tiba-tiba penutup mata dan mulutnya dibuka bergantian.

Seorang gadis melambaikan tangan ke arahnya.

"Siapa kamu?" tanya Raline lirih.

Dia melihat sekeliling dan menyimpulkan bahwa Raline disekap dalam sebuah gedung tua yang tak terurus. Beberapa jendela besar tidak mempunyai kaca sehingga memperjelas pemandangan di luar yang merupakan tempat pembuangan umum.

Perhatian Raline kembali pada gadis berpenampilan kumuh dengan kantong kresek hitam besar di tangan kanannya. Dari gelagatnya, Raline menyimpulkan bahwa gadis itu tidak bisa bicara alias bisu. Tidak ada niat jahat yang Raline temukan di balik netra gadis itu. Raline yakin dia sedang mencoba menyelamatkannya.

Melihat Raline terbengong, gadis itu kemudian melangkah ke belakang hendak melepas simpul paten yang membelenggu.

Cukup lama gadis itu mengutak atik simpul namun tidak terlepas juga. Ia kemudian berbicara dengan bahasa isyarat yang sedikit dimengerti Raline.

'Tunggu sebentar, aku akan menyelamatkanmu.'

Raline tak tahu pasti apa yang bisa dia terjemahkan dari gerakan isyarat tangan gadis muda itu. Yang pasti, dia bisa membaca lewat sorot matanya, kalau gadis itu berniat ingin menolongnya. Sungguh, pertolongan Tuhan selalu datang melalui cara yang tak disangka-sangka. 

***

Sementara itu, dalam hening, dari kejauhan, seorang wanita berambut sepanjang bahu dengan kaca mata hitam yang hampir menutupi seluruh wajahnya itu memandang Raline dengan seringai lebar.

"Aku telah menyuruh beberapa preman datang seperti perintahmu. Mereka akan sangat senang menikmati hidangannya. Segalanya berjalan sesuai rencanamu." Suara laki-laki yang penuh bekas luka di wajah membuat wanita itu menoleh.

"Kau benar. Ini juga berkatmu, Loma."

Loma merasakan pelipisnya bersentuhan dengan benda dingin. "M-megan? Kau tidak berniat membunuhku kan?"

Sebelah alis Megan terangkat "Kapan aku bilang begitu?"

Raut wajah Loma berubah panik. Wanita itu serius dengan tindakannya.

"Megan—"

Dor!

Seringai tipis terbit di bibir merah Megan seiring ambruknya Loma dengan kepala berlubang.

"Sayang sekali Loma. Kerja sama kita berakhir disini. Aku tidak mau mengambil risiko besar dengan membiarkanmu hidup."

***

If Something Happens I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang