46. Dia masih peduli.

525 30 0
                                    

Brakk

Pintu mobil ditutup begitu kuat. Langkah jenjang perempuan bersepatu itu tergesa-gesa menuju gedung berlantai seratus.

"Nona, ada yang bisa Saya bantu?"

Pria bertubuh tinggi besar dengan seragam satpam menghadangnya di pintu masuk lobi.

"Ranu, dimana dia?" tanya Raline panik.

"Saya tidak tahu, Nona. Selama sepekan ini Tuan tidak ke apartemen. Sepertinya dia menginap di kantor."

Sial!

"Dimana kantornya? Ah tidak. Ini tidak akan sempat..."Raline terdesak
"Telpon kantornya sekarang juga. Beritahu dia untuk membatalkan penerbangan ke itali hari ini." sambung wanita berambut hitam panjang terurai dengan tergesa-gesa.

Dahi satpam itu berkerut. Merasa aneh.

"Siapa nona ini? Kenapa tuan harus membatalkan penerbangannya?"

"Ada bom dalam pesawatnya!" Ungkap Raline.

Satpam itu terbelalak. "Bagaimana saya bisa percaya dengan—"

"Cepat telpon dia!"

Satpam itu mengangguk lalu buru-buru mengeluarkan alat komunikasi di saku celananya. Ia terlihat menekan beberapa tombol menghubungi seseorang.

"Tidak tersambung, Nona."

Raline frustasi "Coba lagi! hubungi siapapun di kantornya—"

Akh

Tangan besar menjambak rambut Raline begitu kuat.

"Sudah kubilang jangan membuat masalah!" desis suara berat.

"Lepas—Akhh"

Alih-alih melepas, Gavin semakin gotot menjambak rambut Raline sembari menyeret wanita yang merintih kesakitan itu pergi.

"Halo?" sapa satpam setelah sambungan telponnya terangkat.

"Ada seorang wanita berambut panjang datang ke hunian. Dia bilang ada bom di pesawat Mr. Zander."

"..."

"Tidak. Wanita itu sudah dibawa pergi oleh pria tinggi ke mobil putih."

Sementara itu, rambut Raline masih dijambak kasar sembari terus diseret oleh Gavin membuat beberapa pasang mata menoleh ke arah mereka.

Pria itu mengeluarkan benda pipih dalam sakunya.

"Jalankan plan B." Tuturnya pada orang dibalik panggilan.

Raline terbelalak. Gavin masih punya rencana lain untuk membunuh Ranu.

"Jangan risau. Dia pasti datang." ucapnya sebelum sambungan terputus sembari melirik Raline.

***

Di tempatnya, lelaki beraut dingin itu sudah siap dengan segala perlengkapan dan berkas-berkas penting. Dia sengaja memajukan jadwal penerbangan sebab dia sudah tidak tahan menetap disini. Bayangan Raline masih saja memenuhi otaknya dan entah sampai kapan akan berakhir.

"Apa kau tidak ingin melihat Raline untuk terakhir kalinya?"

Ingin dalam hati mengungkap apa yang terjadi sebenarnya namun Jay terkadung janji dengan Raline.

"Buat apa? Aku muak dengan jalang itu."

Ranu berdiri di depan cermin sembari membenarkan dasinya.

"Kau tidak pantas menghinanya,"

Ranu menoleh. Terlihat sekretaris nya menahan geram.

"Raline sama sekali tidak pantas mendapat hinaan busuk dari siapa pun." Jay mendesis.

If Something Happens I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang