58. Jengkel

557 24 1
                                    

Matahari telah bergerak naik keluar dari tempat peraduannya. Semburat sinar kuning terik miliknya kini berhasil merambat lurus dinding tranparan. Hawa hangat yang diberikan oleh Sang Surya secara cuma-cuma agaknya tak digubris oleh seorang wanita yang duduk di atas kursi roda menghadap cermin.

Dalam ruang rawat inap kelas atas terbaik milik rumah sakit terkenal di ibukota, pria jangkung dengan kemeja model kerah shanghai bewarna biru denim dengan bawahan berupa celana gelap, sedang saksama menggunakan alat yang bernama hair dryer. Urat-urat di tangannya menonjol terlihat jelas sebab lengan kemejanya digulung sampai siku.

Dari pantulan cermin rias searah, Raline diam-diam tersenyum sembari menikmati wajah serius Ranu yang sedang fokus mengeringkan surai hitam panjang miliknya. Pesona billioner tampan yang sering menjadi buah bibir oleh khalayak di beragam majalah bisnis dan hiburan ternyata benar adanya.

Lihat saja, dua kancing teratas pria tersebut dibiarkan terbuka membuat dada atletisnya sedikit terlihat. lalu rambutnya dibiarkan memanjang dan acak-acakan namun itu justru membuat kadar ketampanannya semakin berkali-kali lipat. Dan jangan lupakan rahang tegasnya yang terpahat kokoh membuat Raline semakin tergila-gila.

Barangkali, Raline terlalu fokus pada masalah dalam hidupnya sampai baru menyadari bahwa Ranu memang sangat.... Tampan.

"Puas dengan tontonanmu, Nona?"

Raline segera membuang pandangannya serampangan begitu ketahuan sedang mencuri pandangan laki-laki di belakangnya. Tanpa ia sadari, Ranu juga sedari tadi memerhatikan gerak-geriknya yang sangat jelas sedang menikmati pantulan gambar dirinya melalui cermin.

"Tak usah buang muka begitu. Aku tahu kamu sedang terpesona dengan ketampananku."
Cicit Ranu sembari menyisir halus rambut hitam panjang wanita di atas kursi roda.

Raline melongos "Dih. S-siapa juga yang liatin kamu, o-orang aku lagi ngaca. Dan lagi, terobsesi pada diri sendiri itu termasuk gangguan jiwa serius."

Melihat wanita berbaju pasien dilapisi dengan sweater rajut bewarna coklat pastel itu salah tingkah membuat Ranu sontak menahan senyum. Setelah selesai dengan rambut Raline, pria itu berpindah ke depan mencoba menangkap wajah yang terus menghindar dari darinya.

"Aku lebih terobsesi denganmu." Dia menggoda.

Blush

Pipi Raline memanas. Ini masih pagi, tapi Ranu terus-terusan menggodanya dengan perlakuan dan kalimat manis. Apa ini baik untuk jantungnya? Ah rasanya tidak, organ itu sedang berdebar tidak karu-karuan saat ini.


Pria itu mengernyit kala mendapati wajah wanita di depannya memerah seperti kepiting rebus.

"Wajahmu memerah. Jangan-jangan kamu demam lagi..."

Sedikit cemas, Ranu menempelkan punggung tangannya di dahi wanita tersebut seraya mengecek suhu tubuh. Ia risau sebab akhir-akhir ini Raline jadi sering demam dan mudah kedinginan saat malam.

"Ak-aku tidak papa." Sanggah Raline terbata menetralkan debar jantungnya.

Bersyukurlah dia sebab Ranu tidak peka dan sangat kaku pada hubungan. Jika pria itu sampai tahu Raline blushing bisa gawat.

"Sungguh?"

Raline mengangguk.

"Bagaimana kalau kita keluar jalan-jalan? Aku mau kesitu.." Jari telunjuknya mengarah pada taman asri rumah sakit yang disana terdapat beberapa perawat dan pasien berkumpul.

"Oke. Tapi tidak bisa lama-lama, ya? Kamu harus banyak istirahat." Sahut Ranu lembut.

Wanita itu tersenyum senang lalu mengangguk mantap. Pokoknya asal sama Ranu semuanya tidak papa!

If Something Happens I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang