36. Jangan Pergi!

677 27 0
                                    

Dua orang laki-laki yang sama-sama memakai jas terlihat sedang berbincang mengenai suatu masalah besar. Raut serius dipilih mereka untuk ditampakkan. Beberapa kali, salah satu dari mereka mengusap wajahnya kasar mendengar penuturan dari laki-laki di depannya.

"Raline belum pulih. Aku tidak bisa meninggalkannya." Tegas Ranu.

"Tapi masalah ini hanya bisa diselesaikan olehmu. Jika berita ini sampai tembus media, Adyan pasti akan memanfaatkannya untuk menghancurkan perusahaan yang sudah ayahmu bangun. Pikirkan baik-baik, kau hanya pergi sampai maksimal tiga hari. Selama itu, kau bisa menyuruh orangmu untuk menjaganya. Atau kau bisa menyuruh Ares untuk menemaninya."

Mendengar nama 'Ares' membuat Ranu menatap Jay tajam. "Kau gila? Aku tidak akan melakukan itu."

Jay mengusap wajahnya frustasi "Lalu apa? Kau mau terus menjaga Raline dan mengabaikan tanggung jawabmu pada perusahaan? Jika perusahaanmu hancur dan bangkrut, apa menurutmu kau bisa menghidupi Raline hanya dengan rasa cinta?"

Ranu berdecak sebal. Jay benar, Ranu tidak bisa memercayai orang-orangnya penuh. Melihat bagaimana Ares yang begitu marah padanya karena insiden lalu, laki-laki itu pasti menaruh rasa pada Raline. Ia pasti mau menjaga Raline selama Ranu membereskan masalahnya.

Tapi, bagaimana jika nanti Ralinenya jatuh pada Ares? Tidak, tidak. Ranu tidak akan terima.

"Jangan khawatir. Aku akan mengundang teman perempuan Raline juga. Mereka pasti akan menjaganya." Sambung Jay. Dia tampak memahami kegelisahan majikannya itu.

Ranu terdiam—menimbang-nimbang rencana Jay. "Perketat juga keamanan dalam dan luar gedung, pastikan kejadian seperti kemarin tidak terulang lagi atau—"

Dor!

Bunyi letupan pistol yang begitu nyaring membuat Ranu menghentikan kalimatnya. Ia baru ingat jika ia meninggalkan Raline sendirian di bangku tunggu. Tanpa menghiraukan hiruk pikuk yang terjadi, Ranu langsung berbalik dan melesat menuju tempat wanitanya berada. Pikirannya berkecamuk diterjang badai kecemasan.

"Raline!" serunya pada seorang perempuan yang berdiri mematung menatap kegaduhan di taman kota.

Ia menatap hampa pada seorang laki-laki berbaju orange yang terbujur kaku di atas jalanan. kepalanya berlubang sebab peluru menghantamnya. Ada banyak sekali orang yang mengerumi jasad korban tembak yang pelakunya sudah dapat ditebak Raline dengan jelas.

Dalam benak Raline, ia membayangkan laki-laki itu adalah Ranu. Laki-laki yang tak punya kehidupan harus berakhir mengenaskan hanya karena berniat melindunginya.

Jalur air mata sudah terbentuk di pipinya. Hanya dengan membayangkan saja, sudah membuat air mata Raline tak henti mengalir. Bagaimana jika itu benar-benar terjadi?

"Raline!"

guncangan di bahu membuat Raline tersadar dari lamunan. Ditatapnya seorang laki-laki yang berdiri di depannya dengan raut cemas.

"Are you alright? Why are you crying?" tanya Ranu khawatir.

Raline baru tersadar jika air matanya mengalir begitu saja. Ia menghapus jejaknya segera kemudian menarik dua ujung bibir seraya menggeleng.

"Kau sudah selesai? Aku ingin pulang."

Ranu mengangguk patuh, menutupi rasa cemasnya.

Sementara  itu, Jay tertinggal di belakang. Laki-laki tersebut menatap Ranu dan Raline dari kejauhan sembari tersenyum haru.

'Raline, kau berhasil membuat pria batu itu kalangkabut karena mencemaskanmu.' Batin Jay.

***

Raline tak kunjung melepas pandangannya dari seorang laki-laki yang duduk di bangku supir. Di dalam mobil sport mewah yang hanya punya dua tempat duduk itu, Raline tak bisa melupakan apa yang Gavin katakan padanya tadi. Ia benar-benar takut laki-laki itu melukai Ranu. Raline takut orang terkasihnya akan pergi karenanya lagi.

If Something Happens I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang