3 Emotional Disability

2K 79 0
                                    

Wanita itu terkulai lemas di dalam ruangan yang minim cahaya. Ruangan berukuran 3x3 itu memerangkap dirinya. Warna temboknya telah luntur, terlihat beberapa cat tembok mengelupas tak beraturan. Karena hampir tak ada cahaya yang masuk, ruangan itu menjadi lembab. Telihat di pojok ruangan ada jamur jenis aspergilus dan beberapa serangga juga sesekali melintas.

Tepat di tengah ruangan seorang wanita tergantung lemas. Rambutnya panjang terurai berantakan, dibalik baju yang dia pakai, tulang-tulangnya terlihat menonjol. Badannya kurus kering, kepalanya menunduk tertutupi rambut panjang. Kakinya tak sanggup lagi menopang tubuhnya sehingga ia hanya bisa setengah terduduk dengan tangan yang masih di atas karena ada sesuatu yang membelenggunya. Entah sudah berapa lama dia berada disini. Kedua kaki dan tangannya terikat di empat sudut berbeda. Ia telah terpasung.

Ciiittt

Tiba-tiba terdengar suara decitan pintu. Suara langkah kaki menggetarkan gendang telinganya. Semakin lama, suara itu mendekat dan tergantikan oleh bau parfum maskulin yang menyeruak ruangan itu. Wanita itu tampak tak asing dengan parfum yang masuk dalam indra penciumannya.

"Good aftenoon!" sapa orang itu dengan senyum lebar.

"Ah, aku lupa tidak ada jam disini. Hahaha maafkan aku. Apa perlu kupasang jam?"

Wanita itu melongos di balik gerai rambut yang menutupi wajahnya. Laki-laki itu tersenyum miring. Tangannya bergerak menyentuh kepala wanita itu, kemudian bergerak meraih dagunya. Ditariknya dengan kuat dagu wanita itu, dan kini raut wajahnya terlihat. Kedua kantung matanya hitam dan amarah memenuhi sorot matanya. Tulang-tulang wajahnya tercetak jelas, bibirnya hitam dengan bekas luka di salah satu ujungnya.

Laki-laki itu meringis "Harusnya kau sedikit ramah padaku jika kau sungguh-sungguh ingin dibebaskan."

Dalam hati wanita itu ada amarah besar yang tak bisa dia luapkan karena kondisinya yang lemah. Akan tetapi rasa terkejut masih belum bisa dia hilangkan sejak mencium parfum ini.

Bagaimana dia bisa bebas secepat ini? batinnya. Kedua alisnya menyatu, sorot matanya tajam mengarah pada sepasang netra laki-laki didepannya.

Laki-laki itu berdecak kesal "Kenapa kau menatapku seperti itu? Apa kau tidak senang aku bisa menemuimu? Kau tahu, aku benar-benar muak di dalam sana. Sangat membosankan. Syukurlah aku bisa bebas dan langsung menemuimu."

"Omong-omong, Kenapa kau kurus sekali? Apa mereka tidak memberimu makan? Mereka benar-benar sangat buruk. Perlukah kupecat mereka untuk mu?" laki-laki itu mengangkat alisnya.

Cuih

Wanita itu sudah tak bisa menahan amarahnya. Dia meludahi baju laki-laki di depannya. Laki-laki itu meringis "Kau tahu? Bahkan harga bajuku lebih mahal dari pada harga dirimu. Harusnya kau bersikap sedikit ramah jika benar-benar ingin dibebaskan... Ah sudahlah, aku datang kesini hanya untuk menyapamu dan.." pria itu berhenti sejenak dan menggerakan bola matanya ke atas.

".. mungkin berniat membebaskanmu, tapi sepertinya kau sudah betah tinggal disini." Lanjutnya sembari tersenyum dan mengelus rambut wanita itu.

"Bajingan" desis wanita itu.

"Bajingan? itu nama belakangku." Ucap laki-laki itu lalu tertawa keras dan meninggalkan wanita yang napasnya tersenggal-senggal karena menahan emosi.

***

Pyurrr

Raline merasakan sesuatu yang dingin mengguyur wajahnya. Matanya yang tertutup rapat karena siraman air yang mendadak tadi perlahan membuka. 

Wanita berbaju kuning  sedang menatapnya dengan tatapan tidak bersahabat. Sebuah gelas beling masih berada di tangan wanita itu saat dia berdiri.

Setelah menerima sebuah pesan, Raline langsung bergegas menuju rumah sakit jiwa tempatnya bekerja. Dia telah bekerja menjadi seorang konselor kejiwaan disana selama kurang lebih tiga bulan. Ini adalah pengalaman pertamanya menjadi seorang psikolog klinis. Sebenarnya, dia sudah lulus sejak tahun lalu. Akan tetapi karena cicilan biaya kuliah belum lunas, ijazahnya terpaksa ditahan oleh pihak kampus sebagai jaminan.

If Something Happens I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang