Zevariel | 35

152 17 1
                                    

Kini Ariel sepertinya benar-benar dibuat frustasi oleh Zeva. Bagaimana dia bisa fokus mempersiapkan pemilihan ketua osis yang tinggal menghitung hari? Sedangkan dirinya saja masih terus memantengi ponsel, menunggu chat dari Zeva tentunya.

Ingin mengirim chat atau menelepon duluan, sungguh dia masih marah pada Zeva mengingat kejadian beberapa hari lalu. Dia butuh penjelasan dari gadis itu. Tapi, ah sudahlah Ariel sendiri yang bikin ribet sebenernya, kalo lagi marah tuh suka diem bukannya minta penjelasan ke Zeva.

Seperti sekarang ini, dia sedang berada di restoran mamanya tempat Zeva bekerja paruh waktu seperti biasa.

Cowok itu duduk di sebuah kursi dekat jendela dengan segelas milkshake cokelat di hadapannya, menatap ramainya kota di malam hari dari sana.

Tak jauh dari sana, ibu dan anak itu memperhatikan Ariel. "Ma, liat deh. Abang kayaknya lagi galau," ujar Kila yang diangguki setuju oleh Dinda.

"Galau kenapa ya? Lagi marahan kah sama Zeva? Atau galau gara-gara dia yang nyalonin ketua osis?" Dengan kedua tangan terpangku di dadanya, Dinda menoleh pada Kila bingung.

Anak bungsunya itu mengangkat kedua bahunya tak tahu. "Dua-duanya kali, Ma."

Kemudian wanita paruh baya itu menoleh kembali, menatap kepada putra sulungnya dengan memicingkan mata. "Mama perhatiin dari tadi dia bolak-balik cek hp. Nunggu chat dari Zeva kayaknya. Hadeh."

Kila mengangguk, setuju dengan ucapan mamanya. "Abangnya sendiri kalo lagi ngambek tuh suka main kode-kodean, padahal sih to the point aja ya 'kan, ma? Jangan bikin ribet."

"Ya udah ma, aku samperin abang dulu ya." Dinda membalas dengan anggukan.

"Darrr!"

"Kamu ngapain, Kil? Ngagetin kucing?"

Tadinya sih gadis itu memang berniat mengagetkan Ariel, namun ternyata respon kakaknya malah biasa-biasa saja. Jadi gadis dengan rambut terjuntai sepunggung itu hanya cengengesan. Kemudian duduk di bangku hadapan Ariel.

"Galau amat, bang. Liatin hp mulu dari tadi, nunggu ada yang ngechat ya?" Kila mencoba mengintip. Dengan sigap Ariel pun menyimpan benda pipih itu ke dalam saku celana jeansnya.

Ariel mendelik pada gadis yang notabenya adalah adiknya sendiri. Adik satu ibu lebih tepatnya, tapi Ariel sangat menyayangi dan menjaga selalu layaknya kakak kandung. "Kepo!"

"Punya abang kok cemen gini ya, masa nggak berani ngechat duluan," cibir Kila yang langsung mendapat tatapan menghunus dari Ariel.

Menyeruput milkshakenya dengan kesal. Ariel lalu berkata pada Kila. "Gak usah sok tau ya. Mana sini yang abang minta, Kil?"

Kila memberikan beberapa kertas hvs ke hadapan kakaknya itu. Baru saja Ariel akan mengambil, Kila malah menariknya kembali. "Eits, nggak gratis. Aku dapetinnya susah loh. Dan dijamin work it sih."

Ariel berdecak. Meskipun sedikit kesal, ia pun menanyakan apa yang dimau oleh Kila. "Mau apaan lagi?"

"Biasaaa. Isiin oren aku, bang." Gadis itu menaik turunkan alisnya bersamaan. Cowok jangkung itu memutar bola matanya malas, sudah ia tebak, Kila pasti akan meminta itu. Si oren yang menguras kantong. Apa lagi kalau bukan syopi.

Adiknya itu benar-benar kalap kalau sudah membuka aplikasi berwarna oranye itu. Dan hampir semua barang yang ia beli kebanyakan tidak berguna. Contohnya seperti kemarin saja Kila habis membeli pistol permen yang katanya lagi viral di sosmed, sangat tidak berfaedah memang.

Cowok itu pun membuka ponselnya, mengetikkan nominal untuk ditransfer ke akun oren milik Kila. "Ya udah nih udah abang transfer."

Kila mengintip, melihat nominalnya. "Yakin cuma seratus doang, bang? Aku sampe minta ini ke kakak kelas aku loh."

ZEVARIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang