Chapter 2

21.6K 1.1K 3
                                    

"Nala? Boleh gabung gak?"

Berhenti memakan cemilannya, dengan seksama Nala memperhatikan wajah yang ada dihadapannya. Seperti tak asing tapi ia juga tidak ingat.

Hingga sikutan Debi menyadarkannya. Ternyata lelaki itu mengulurkan tangan tanpa Nala sadari.

"Kayner Andara, Panggil Kay aja, kamu Nala kan?" Nala mengangguk "Dan kamu?" lihat Kay melihat pada sosok disamping Nala "Debi" jawabnya.

"Gue yang pinjem pena pas MOPDB kemaren"

"Ooh Kamu, Nala gak inget, maaf ya, hehe"

"Gapapa lagi, santai aja. Tapi pena lo ada di kelas sih, tadi gue cuma gak sengaja liat lo, langsung gue samperin aja"

"Next time gue balikin ya" sambung Kayner.

"Eh, gak usah dibalikin, punya Nala ada lebih kok, buat kamu aja penanya" Jelas Nala.

"Wah jadi gak enak haha, but thanks ya" yang di balas anggukan oleh Nala.

"Btw, lo jurusan apa?" lanjut Kay mulai tertarik dengan perangai gadis ini.

"Nala ambil hukum, Kamu?"

"Gue Fakultas Olahraga, PJOK"

"Wahh, bakalan jadi Atlet dong ntar" Antusias Nala

"Debi juga ambil hukum?"

"Iya Kay, Kita sama" balsanya yang diangguki oleh Kayner.

"Kay, buru, udah ditunggu tuh" tampak dari kejauhan seseorang memanggilnya. "Oke, Wait" Balas Kayner setelahnya.

"Gue cabut dulu ya, Nice to meet u Nala, have a good day"

Lalu Kayner melangkah pergi.

"Suka tuh" interupsi Debi.

"Sok tau, Mana mungkin Kay suka Nala" kembali fokus pada cemilannya.

"Hadehh, polos banget sih lo La"

***

Tin. tin.

"Mas Pandu" gumam Nala.

Kemudian kepalanya menunduk, hendak melihat jelas sosok yang berada di dalam mobil tersebut.

Ada seseorang disana selain Pandu, Raisa Saraswati, Gadis cantik yang juga satu Fakultas dengannya, satu tahun diatas Nala.

"Hai Nala, yuk masuk, kita anter" Raisa menyapa dengan ramahnya.

"Bukannya Mbak sama Mas Pandu masih ada kelas ya?, lagian Nala juga mau beli buku, Nala naik taksi aja Mas"

"Bawel banget sih, ayo cepet naik, panas" sergah Pandu kemudian, sebab melihat wajah Nala yang kemerah merahan akibat sinar Matahari.

"Tapi--"

"Buruan Nala!" keras Pandu, yang langsung Nala turuti.

"Buku apa? Dan butuh kapan?" tanya Pandu to the poin

"Asas Asas Hukum Pidana-nya Moeljatno, mata kuliahnya besok Mas, Nala lupa beli kemaren, hehe"
Yang kemudian di angguki Pandu.

"Oh ya, Ntar sekalian beli ATK juga ya Mas, ada yang kurang soalnya"

"Ckk.." Pandu berdecak melihat kemacetan panjang yang ada di depannya.

"Yahhh, kok panjang banget sihh, Mana laper lagi" keluh Nala.

"Laper? Perut gentong banget sih" cibir Pandu

"Kamu laper La? Nih aku ada roti cokelat, mau?" Tawar Raisa kemudian.

Nala menggeleng "Gak mau makan roti"

"Laper, tapi kasih makan gamau, gimanasih" Komen Pandu.

Pandu menatap sekeliling, melihat kemacetan yang hampir tak bergerak sama sekali, sepertinya mungkin bila ia membelikan makanan pada Nala.

"Tuh ada siomay, Mau?" Tawarnya, yang diangguki antusias oleh Nala.

"Aku mau juga dong sayang" Pinta Raisa.

"Oke, tunggu ya."

***

"Pelan-pelan makannya, si Nala jangan ikutin" Ujar Pandu sembari membersihkan noda saus disekitar mulut Raisa.

"Hehe, enak soalnya" Jelas Raisa.

"Kalo enak ntar kita beli lagi ya" Jawab Pandu kemudian.

Nala yang berada di belakang mereka hanya diam, mencoba menulikan telinga namun tetap ada sedikit ketidakrelaan dihatinya melihat momen ini.

"Kayaknya ga keburu deh kalo harus beli buku, ataupun ATK, aku ada kelas 30 menit lagi" ujar Raisa setelah memperkirakan waktu yang mereka mikili.

Pandu melihat jam tangannya memastikan, waktu mereka terbuang banyak sebab macet tadi.

"Nala kan udah bilang Nala bisa sendiri" Ujarnya seketika saat Pandu meliriknya.

"Setelah gue pulang kita beli ya, janji" Pandu berujar kemudian.

"Males, udah Nala turun disini aja, biar beli sendiri aja" sebalnya.

"Masih ada waktu Nala, keras kepala banget sih" balas Pandu tak kalah sengit.

"Aku naik taksi aja deh yang, kamu yang temenin Nala"

Bukannya senang dengan sikap mengalahnya Raisa, justru semakin kesal saja rasanya Nala.

"Gak ada yang boleh turun!" Putus Pandu. "Dan lo Nala, turunin ego lo, kita bisa beli nanti, gue janji" lanjutnya.

Setelahnya Nala hanya diam, Pandu yang menyadari hal itu memaki dalam hati, tak seharusnya ia berkata begitu pada Nala.

"Nala!! Laa!" teriak Pandu saat gadis itu begitu saja berlalu seketika saat mereka sampai.

"Maafin Aku yaa" ujar Raisa merasa bersalah.

"Gapapa. Bukan salah kamu" balasnya sembari mengusap pucuk kepala Raisa.

Tbc.















Jangan lupa votenya guys.

Pandunala (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang