Namun langkah Pandu terhenti kemudian, ia berbalik terlihat Nala dengan wajah pucatnya , di bawah teriknya matahari,
terisak dalam tangisnya.Dengan langkah tergesa ia kembali menghapiri, dan langsung ditariknya lengan Nala.
Nala terlojak kaget, namun tubuhnya masih enggan bergerak, hingga selanjutnya tubuhnya melayang di gendongan Pandu.
"Nala naik taksi Mas, lepaskan" Berontaknnya namun Pandu seakan tak terpengaruh dengan itu, dan tetap meneruskan langkah.
"Kamu naik taksi" Titah Pandu tepat saat mereka berdiri di depan pintu mobil dimana Raisa duduk.
"Apaan sih! Kenapa jadi aku?!" Jawabnya tidak terima.
"Keluar sekarang!" Titah Pandu kembali menegaskan.
Yang akhirnya dituruti oleh Raisa, karena sungguh ia tidak mau berhadapan dengan amarah Pandu lagi.
Dengan kesal ia keluar, matanya nyalang menatap Nala di gendongan Pandu.
Sekejap Nala telah menggantikan posisinya, wanita murahan itu telah mengambil Pandu darinya, Raisa Marah saat mengetahui mereka telah menikah, namun ia juga tak dapat berbuat banyak.
"Good Girl" Ujar Pandu lalu memutar menuju ke pintu kemudi, meninggalkan Raisa dengan kekesalannya.
***
Mobil Pandu berhenti, tepat di depan bagunan tinggi berpuluh lantai.
Dilihatnya Nala dengan keterdiamannya
"Gue mau balik lagi ke rumah sakit, lo turun disini aja" Tandasnya.
Nala mengangguk menginyakan dan setelahnya turun dari mobil Pandu.
***
"Keluarga kamu mana? Mereka harus tau, sebab ini berhubungan dengan keselamatan kamu"
"Kamu juga masih muda, masih bisa hamil lagi, untuk mempertahankan kandungan mu ini, sangat berbahaya" Terang sang dokter.
Nala hanya menunduk diam. Hingga Dokter Nani jadi bingung sendiri.
"Tapi kalau memang berkeputusan ingin mempertahankan, saya bisa apa" Ujarnya kemudian, menyerah meyakinkan Nala.
Seperti pelangi yang timbul setelah hujan reda, seperti itulah penampakan wajah Nala. seolah Dokter Nani setuju atas keputusannya.
Dokter Nani tanpa bisa dicegah juga ikut tersenyum, melihat binar bahagia dimata Nala.
"Saya akan resepkan obat yang kamu butuhkan, akan ada lumayan banyak nanti" jelasnya.
"Namun penggunaan obat seperti ini juga tidak baik untuk si janin, tapi dengan keputusan kamu itu, kita tidak punya pilihan lain, sebab obat itu sangat membantu sang ibu" Jelas Dokter Nani.
Nala lamat lamat memperhatikan kertas kecil yang diberikan dokter Nani.
Resep obat itu, berharga Rp. 1.600.000, sangat mahal untuk ukuran dirinya yang memang tidak memiliki pemasukan apapun, ia mungkin bisa saja minta pada Bundanya atau Pandu, tapi pasti mereka akan bertanya lebih lanjut soal itu, yang jawabannya tak kan mungkin Nala bisa menjawab.
Ingin meminjam juga tak tau kemana, bekerja? Bisa bekerja apa pula dirinya?
Nala melangkah keluar dari rumah sakit itu, mungkin ia harus mengumpulkan uang terlebih dahulu, baru setelahnya kembali untuk menebus obatnya.
***
Setelah hari itu, Nala bertekad untuk mencari pekerjaan, ia bisa bekerja diatas jam 12.00 Wib, namun memang sulit mencari pekerjaan, sebab sudah berhari hari dirinya mencari ke sana sini tak juga ada seorang pun yang menerima dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandunala (End)
RandomCheesy story Sosok yang sempuna itu adalah Pandu, setidaknya bagi Nala. Lelaki yang selalu memberinya perhatian dan kasih sayang, yang tanpa sadar telah membuatnya jatuh hati. Namun Pandu telah memiliki kekasih, dan yang Nala tau, mereka saling men...