Chapter 4

18.4K 932 4
                                    


"Heh lo, sini!" Panggil seseorang

Nala melihat kekanan kirinya "Iya lo, Malah liat kanan kiri lagi"

Nala pun kemudian mendekatinya.

"Nama?" ketusnya

"Nala Ayudya Wirawan kak"

"Buset! Itu nama atau rel kereta"

"Nama Kak" Jawab Nala polos yang membuat kakak tingkat itu menatapnya lekat.

"Ikut gue" perintahnya yang langsung di turuti Nala.

Tibalah mereka di ruangan Dosen "Semester berepa lo?" tanyanya sembari berkutat dengan map-map yang berada di atas meja.

"Satu Kak"

"Ohh Maba." Katanya sembari mengangguk "Fakultas Kedokteran tau kan?" sambungnya.

"Tau Kak"

"Tolong anterin nih berkas ke ruang Administrasi disana" Ujarnya sambil menyodorkan beberapa Map warna merah.

"Dan ini tanda terimanya" yang kemudian memberikan selembar kertas tanda terima berkas tersebut "Ntar balikin lagi ke gue, Oke?"

"Ntar kalo gue gak ada disini, titip aja ke PTSP"

"Baik Kak" ujar Nala dan langsung berlalu.

***

"Nala?, ngapain disini?" Sapa Pandu heran.

"Barusan abis nganterin berkas Mas" jawabnya sembari mengusap peluh di keningnya.

"Lo jalan kaki?"

"Iya Mas"

"Siapa yang suruh sih, gak tau apa Fakultas kita jauh gini" omel Pandu.

"Nala juga gatau, tapi kayaknya Kakak tingkat deh"

"Sini duduk dulu" Ajaknya ke tempat duduk yang berada di bawah pohon.

"Haus ya?"

Nala mengangguk

" Wait"

Setelah beberapa menit Pandu kembali dengan minuman dingin di tangannya yang di minum Nala hingga separuh.

"Ahh.. Lega, Makasih ya Mas" ujarnya tersenyum.

"Iyaa" Balas Pandu juga tersenyum, tangannya terangkat mengusap peluh Nala di sekitar wajahnya dan helaian rambutnya yang lepek.

"Mas,, jangan gitu. Malu." Rengek Nala sebab melihat banyak pasang mata yang mengarah pada mereka.

"Udah cuekin aja"

"Hadap sini coba" Pintanya dan Nala hanya patuh.

Kini lelaki itu dengan telaten mencepol rambut Nala, yang semakin banyak mengundang perhatian sekitar.

"Mas.. Malu." Rengek Nala lagi.

Atau sejujurnya Nala takut, sebab sebagian dari mereka melayangkan tatapan yang mengerikan menurut Nala.

"Udah, ga gerah lagi kan?" tanya Pandu setelah ia selesai dengan rambut Nala.

"Iya Mas. Makasih ya"

"Bayarannya cium" Ujar Pandu sembari menunjuk pipinya.

Plakk

"Kok dipukul sih, di cium La"

Ringis Pandu memegangi pipinya dramatis, padahal nyatanya tak sesakit itu.

"Lagian Mas sih, udah ah mau balik aja" ujarnya dengan langkah tertahan karena Pandu.

"Lo aja yang gak bisa diajak becanda, payah lo" kesal Pandu.

"Bodo, lepasin Mas, Nala mau balik" Ujarnya sambil menarik tangannya genggaman Pandu.

"Bentar Gue anter, jauh gini"

"Ga usa---"

Namun Pandu sudah terlebih dahulu meninggalkannya.

Nala menoleh kekanan sebab suara tlakson "Yuk naik" perintah Pandu.

Lelaki itu kini sedang menaiki motor besar yang entah milik siapa.

"Punya temen" Kata Pandu kemudian sebelum Nala bertanya "Ribet kalo pake mobil"

Nala hanya mengangguk dan segera naik.

***

"Sayang jangan gitu dong, cuma satu bulan kok, gak lebih, ya?" Pujuk Safira

"Kelamaan Ma, gamau. Nala mau ikut aja" ujarnya yang langsung memeluk mamanya.

"Beneran? Bukannya kemaren mau tinggal aja?"

Nala menggeleng.

"Lagian kenapa gak Papa sendiri aja sih, biar Nala ada temennya" rengeknya kemudian.

"Loh, loh, kenapa lagi ini" Ujar Ardi, Papa Nala.

Orang tua itu ikut duduk di sofa dengan Nala dan Safira.

"Bukannya kemaren katanya mau tinggal, kenapa sekarang gini?" tanya Ardi mencampuri.

"Papa pergi sendiri aja ya? Mama sama Nala disini?" ujarnya kemudian sambil memeluk erat Safira.

"Enak aja, Mama ya sama Papa lah" Balas Ardi tak mau kalah.

"ihh kok gitu, Papa kan udah gede, gak perlu di urusin lagi sama Mama, yakan Ma?" tanyanya memastikan.

"Siapa bilang" ujar Ardi yang langsung dihadiahi cubitan oleh Safira.

"Lohh kok malah nangis" Ujar Safira melihat wajah Nala yang memerah.

"Gamau ditinggal besok, gamau" rengeknya makin menjadi dibarengi tangis.

"Sini, sini" Ujar Ardi yang kemudian memangku Nala "yaampun jelek banget anak Papa nangis gini" Katanya sembari menghapus air mata putrinya.

"Jangan nangis lagi ya, Papa mama cuma sebentar kok, ini kan buat Nala juga, yakan?"

"Lagian ada Mas Pandu juga, Tante Rida, Om Burhan, yang bakal nemenin Nala" Nasihatnya pada Nala.

"Beneran Papa cepet pulang ya" Ujarnya serak menahan tangis.

"Iya dong, pasti cepet."

Nala hanya merespon dengan pelukan. Sedang Safira dan Ardi tersenyum satu sama lain melihat perilaku manja putri mereka.

Tbc.

Pandunala (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang