Chapter 10

17.4K 725 32
                                    

"Mas, gimana? Apa Debi baik baik aja?" tanya Nala sesaat setelah Pandu tiba di ruang rawatnya.

Namun bukannya menjawab pertanyaan Nala, Pandu malah mengelus dengan sayang rambut Nala lalu mengecupnya lembut.

Nala merona walau itu terjadi bukan untuk yang pertama kalinya.

"Gimana Mas?" Tanya Nala lagi sembari menutupi groginya.

"Dia baik baik aja" Jelas Pandu.

"Apa Debi juga di--" Pandu langsung menggeleng membuat Nala tak menyelesaikan ucapannya.

"Gak, dia baik baik aja, setelah kejadian itu dia ditemuin warga dan dibawa pulang" jelas Pandu.

"Jadi, mereka cuma culik Nala?" Tanya Nala.

Pandu tak menjawab, rasanya hatinya hendak meledak membayangkan itu. Siapa yang dengan sengaja mencelakai Nala.

Setelah mengetahui kebenaran dari Debi, emosinya kembali tersulut, ia berjanji akan membalas perbuatan siapapun ini.

"Mas, kata dokter Nala udah boleh pulang" ujar Nala. Membuyarkan Pandu dari keterdiamannya.

Sebenarnya Pandu juga sudah tau hal itu, bahkan dari kemarin Dokter sudah memperbolehkan Nala untuk pulang.

Pandu tersenyum, melihat Nala yang juga membalas senyumannya. Menampilkan wajahnya yang ceria, gigi gigi kecilnya yang putih, dan bibir yang telah sedikit merona dibanding kemarin.

Amarahnya Pandu serasa menguap, ya tuhan mengapa wanita di hadapannya ini sangat menggemaskan sekali.

"Oh ya?" tanya Pandu gemas, yang dijawab anggukan oleh Nala.

"Yauda kita pulang, tapi ganti baju dulu ya" balas Pandu yang kemudian diangguki Nala.

***

"Kamu gapapa kan sayang? Maaf ya tante gak jengukin. Mas Pandu soalnya baru cerita kemarin kalo kamu dirawat, dan katanya hari ini kamu langsung pulang" Ujar Rida, dengan tatapan hangat pada Nala dan tatapan sinisnya pada Pandu.

"Gapapa Tante, Nala baik baik aja kok" Balas Nala dengan senyumnya.

"Yauda yuk, Tante udah masakin buat kamu" ajak Rida kemudian, mengajak Nala ke ruang makan.

Kegiatan Makan mereka diselingi pembicaraan ringan Nala dan Rida, seputar kegiatan kuliah Nala, pertemanannya, resep baru masakan yang akan mereka coba dan lain sebagainya.

Kini tampak Nala tertawa lepas saat Rida menceritakan masa kecil Pandu, pastinya hal yang memalukan. Tapi Pandu tak peduli, sebab tawa Nala lebih menarik perhatiannya.

"Mas pulang aja" usir Nala saat lelaki itu hendak mengekor Nala memasuki pekarangan rumahnya.

Walau Rida sudah bersikeras agar Nala menginap dirumahnya, namun ia menolak dengan dalih rumahnya hanya beberapa langkah dari sana, ia akan baik baik saja.

Dengan berat hati Rida kembali mengiyakan, dan meminta Pandu agar mengatar Nala kembali sebab sudah hampir jam 10 malam.

"Gue mau masuk" Balas Pandu.

"Nala mau langsung tidur, jadi Mas pulang aja" jawabnya lagi.

"Huh, yaudah. Jangan lupa pintunya di kunci, besok ada kelas kan?" tanya Pandu kemudian, yang dibalas anggukan oleh Nala.

"Pagi gue anter oke" ujarnya.

"Iya Mas, yauda kalo gitu Nala masuk ya" ujar Nala dengan senyum hendak melangkah lebih jauh.

Namun dilerai oleh Pandu, lelaki itu mendekatkan tubuhnya, jemarinya merapikan anak rambut Nala, yang diakhiri kecupan manis disana.

"Masih sakit?" tanya Pandu, yang kemudian dapat ditangkap oleh Nala.

Pipinya merona sembari menggeleng.

"Istirahat ya" ujarnya Pandu kemudian, lalu setelahnya Nala menghambur pergi.

***

Ponsel Pandu berdering. Melihat nomor si penelepon Pandu segera mengngkatnya.

"Oke, besok gue kesana" Ujarnya berapi api.

Setelahnya sambungan telepon itu terputus, lalu Pandu menyeringai puas.

***

"Bawa si brengsek kesini" titahnya pada beberapa orang yang ada disana, mereka merunduk, mengangguk dan melaksanakan perintah Pandu.

Lelaki yang malam itu bersama Nala, telah diketahui bernama Riko. Lelaki yang tampak sedikit lebih tua darinya itu tampak babak belur, darah mengering di sudut bibirnya, matanya membiru, dan beberapa luka gores di sekitar wajah.

Dengan kepalan sekuat tenaga Pandu, ia daratkan tinjunya pada Riko yang berlutut dihadapnnya, darah segar kembali meluncur.

"Apa informasi yang lo dapat?" tanya Pandu setelahnya

"Dia ngaku cuma have fun" ujar salah satu dari mereka.

"Brengsek!" Makinya. Pandu menendang Riko dengan keras membuat sang empu terhempas.

"Bunuh dia!" titah Pandu, yang membuat Riko mendongak seketika.

Terlihat jelas wajahnya ketakutan, dengan tertatih pemuda itu bangkit, bersujut di kaki Pandu "Jangan, gua cuma disuruh" Akunya.

Tanpa kasihan Pandu menarik keras rambut lelaki itu, mendongakkan wajahnya, dengan tatapan membunuh Pandu menatapnya.

Tarikan rambut itu semakin keras saat mulut Riko masih tetap bungkam.

"Raisa Kamila" jawabnya gemetar. Dan setelahnya Pandu hempaskan tubuh itu ke dinding.

Riko meringis, tubuhnya bergetar, darah kembali meluncur dari pelipisnya mengaliri wajah.

"Urus dia!" titahnya kemudian berlalu. Sejauh melangkah terdengar jelas oleh Pandu teriakan permohonan Riko.

***

Disisi lain Raisa tampak pucat, gemetar karena rasa takut.

Ini adalah pertama kali Raisa terlalu ikut campur dalam urusan Pandu. Namun ia tak menyangka jika akan berakibat sejauh ini.

"Masuk!" Jawab Pandu kemudian setelah Raisa dengan gugup mengetuk pintu ruangan itu.

Kejahatannya telah terbongkar, dan Raisa sudah tau apa yang akan dihadapinya didalam.

Kemarahan Pandu.

Raisa melahkah masuk, ini bukan pertama kalinya wanita itu menginjakkan kaki di ruangan ini, ruangan yang didominasi warna hitam dab cahaya yang minim.

Markas Bintang Utara, geng yang memuat orang orang tanpa belas kasihan. Membunuh adalah hal biasa, Dengan Pandu sebagai ketuanya.

Namun di geng ini kau tak akan di ganggu apabila tidak mengganggu, jadi cukup adil sebenarnya.

"Lo keterlaluan kali ini" ujar Pandu.

"Aku cuma wanita yang cemburu Ndu, lagi pula dia kan baik baik aja"

Pandu bangkit dari kursinya, mendekat "Lo emang udah banyak berubah, tapi ini terlalu berani Raisa" Ujarnya tepat di telinga Raisa.

"Aku cinta kamu Ndu, tapi kamu cintanya sama Nala" ungkapnya dengan derai air mata.

"Aku gamau kamu sama Nala, aku cemburu Ndu" jujurnya.

Raisa meremang saat nafas Pandu membelai kulit lehernya, yang detik kemudian Raisa menyatukan bibir mereka.

Dengan penuh nafsu mereka bersatu sama lain, Raisa menjerit saat hentakan kasar ia terima, suara desahan menggema diruangan itu, hingga keduanya tumbang dengan pelepasan yang dahsyat.

***

"Kunci pintunya dan jangan berikan apapun sampai gue balik" Titah Pandu pada salah satu pemuda yang bermain bilyard disana.

'Itu hukuman kamu sayang' Pandu menyeringai.

Pandunala (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang