Chapter 33

9.3K 380 1
                                    

"Cantik banget anak mama" Puji Safira melihat putrinya menuruni tangga, Nala hanya tersenyum tipis menaggapi

Safira menarik kursi meja makan untuk Nala duduki, lalu mulai menyendok nasi goreng pada piring Nala "makasih Ma"

Hari ini Nala akan kembali masuk kuliah, cuti wanita itu tentu saja batal sebab ia tak membutuhkannya lagi

Safira mengangguk lalu mendudukan diri di salah satu kursi yang ada di sana

"permisi Pak, maaf ini ada surat, katanya dari pengadilan" ujar satpam penjaga rumah Nala, sebari menyodorkan amplop tersebut pada Ardi

Hal yang membuat Nala mengehentikan aktivitas makannya, menatap ke arah sang Papa

Melihat tatapan Nala Ardi langsung berujar "surat panggilan sidang perceraian kamu" ujarnya lalu meletakkan amplop itu di meja

"kamu masih muda sayang, belum saatnya terikat dengan hubungan kompleks seperti pernikahan, ga ada lagi alasan untuk lanjutin pernikahan kalian, kamu dan Pandu masih sama sama butuh kebebasan, kalian belum siap membangun rumah tangga"

"kamu gak perlu datang ke persidangan, mama udah bayar pengacara untuk urus se-"

"Nala mau pergi" potong Nala cepat sembari bangkit dari duduknya

"oke, mama anter ya?" ujar Safira mulai bangkit dari tempatnya pula

"Nala naik taxi aja" balasnya sembari mulai melangkah

"tapi sa-" Ardi menahan lengan Safira saat ia hendak menyusul

"dia butuh waktu ma, biarin aja" balas Ardi memengang lengan Safira mencegahnya melangkah

Nala dengan kasar menghapus air matanya tatkala melangkah keluar dari rumahnya, lagi lagi tatapannya mengarah pada rumah Pandu, lagi lagi sepi, mungkin memang perpisahan yang terbaik, sebab jika hanya salah satu pihak yang berjuang tak akan pernah cukup menjalin suatu hubungan.

***

Setelah menempuh berjalanan kurang lebih tiga puluh menit, kini tibalah Raisa di depan rumah yang menurut satpam komplek tempat tinggal Pandu yang baru, dan benar saja setelah ketukan beberapa kali Rida muncul membukakan pintu

"Tante.." ujar Raisa yang kemudian diiringi pelukan, Rida membalas hangat pelukan tersebut

"Maafin Raisa Tan.. ini semua salah Raisa, Raisa egois sampai sampai semuanya jadi begini, Raisa menyesal Tante.."

Rida mengangguk sembari mengusap lembut punggung Raisa, meski ia tahu bahwa keterlibatan Raisa cukup besar atas rusaknya hubungan Pandu dan Nala, manusia melakukan kesalahan, dan Raisa adalah salah satunya.

"Jangan salahin diri kamu sepenuhnya, hal ini terjadi juga terjadi karena hal lain" Ujar Rida

Raisa melepaskan pelukan mereka, kemudian menatap Rida "Kak Pandu pasti benci banget sama Raisa.."

Rida terdiam sejenak 'bahkan anak itu kini membenci dirinya sendiri' batinnya

"Wajar aja kalo pandu merasa begitu, tapi dia bukan anak yang keras kepala kok, dia pasti maapin kamu nanti, tapi gak untuk sekarang, dia butuh waktu" terang Rida

Raisa mengangguk "Makasih ya tante.."

"yasudah, ayo masuk dulu biar tante buatin minum.."

Suara Rida memudar seiring kemunculan sebuah mobil hitam yang kemudian berhenti di depan mereka, seorang lelaki dengan penampilan yang awut awutan kemudian turun

Beda sekali dengan Pandu yang selama ini Raisa kenal, rambut yang biasa tersisir rapi kini terlihat berantakan, muka kusam dan kusut, juga beberapa bekas luka gores dan memar terdapat di bagian wajahnya, membuat tampilan pria itu semakin menyeramkan

Tanpa sapaan lelaki hanya masuk begitu saja, seakan Rida dan Raisa tak pernah ada di sana

"Semakin hari dia makin kacau, tante juga bingung mau gimana"

***

"Lo hp baru la? Baru sadar gue" ujar Debi kala Nala berkutat dengan hpnya memesan ojol

Wanita itu mengangguk "iya, hp Nala keselip entah di mana, ga ketemu" jawab Nala, sebab Safira memang katakan jika hpnya tak ditemukan di apartmen Pandu sehingga ia dibelikan yang baru

"pantesan lo ga pernah respon chat dan call gue" gerutu Debi

"sini gue save lagi nomer lo" ujar Debi kemudian membuka hp miliknya

Setelah mengetikkan sesuatu di sana, Debi kembali memasukkan benda pipih itu ke tasnya "oke, udah gua save" ujar Debi.

Melihat jam di pergelangan tangannya yang telah menunjukkan pukul dua, Debi kembali berujar "gue duluan ya Laa, banyak pesanan yang mau dianter soalnya"

Nala mengangguk mengerti dan Debi mulai melangkah pergi dari sana menuju parkiran sepeda motor fakultas mereka

Nala berdecak sebab saat melihat menit yang dibutuhkan ojek online miliknya untuk tiba, sekitar lima belas menit lagi

Ia melihat sekeliling, matanya menangkap beberapa bangku kosong di bawah pohon, kemudian melangkah ke sana untuk menunggu.

TBC

Pandunala (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang