Bab 21

876 61 0
                                    

Lama Naomi berdiam di teras belakang menunggu Daniel keluar dari kamar orangtuanya. Namun setelah beberapa jam berlalu, Naomi memutuskan untuk masuk ke kamar dan membersihkan diri. 

Saat melewati kamar mertuanya, dia dapat melihat dari celah pintu yang terbuka, mereka sedang bercerita di balkon kamar. Tampak keduanya sangat bahagia. Tidak terlihat bekas kesedihan yang tadi di tampilkan di wajah sang mertua. Pemandangan dari balkon kamar itu memang sangat asri karena langsung menampilkan pemadangan taman dan kolam renang. 

Takut memicu pertikaian, Naomi memilih untuk tetap menuju kamarnya tidur.


----


Naomi terbangun dari tidur lelapnya. Awalnya tadi dia hanya berniat merebahkan diri setelah habis mandi. Tetapi mungkin karena kelelahan akhirnya Naomi ketiduran. Naomi melirik jam pada ponselnya, menunjukkan angka 7 malam. Artinya sudah waktunya makan malam. Naomi bergegas mencuci muka dan segera turun.

"Lumayan banyak papa dapat, nanti kalian bawa saja sebagian.."

Saat hampir mencapai ruang makan, sayup-sayup Naomi mendengar suara papa Damian.

"Tidak usah papa, mana mungkin Naomi bisa memasaknya. Dia selalu sibuk dan pulang malam dari bekerja". Suara Daniel terdengar jelas karena Naomi sudah semakin dekat.

"Biar nanti mama masak dulu supaya tinggal memanaskan saja" Belum sempat Daniel menjawab mama Bertha, wajah Naomi yang sedikit memerah karena omongan Daniel sudah sampai di ruang makan. Naomi melihat mertuanya dan Daniel sudah akan memulai mulai makan malam.

"Selamat malam pa.., maaf tadi Naomi ketiduran" Naomi menghampiri mertuanya laki-laki lalu mencium punggung tangannya. Lalu Naomi duduk sendirian di depan mama Bertha, karena Daniel sudah duduk di sebelah mamanya itu. Sedangkan papa Damian duduk di ujung meja.

"Langsung makan saja Naomi, papa paham mungkin kamu lelah di perjalanan" Naomi pun segera duduk di sebelah kiri papa Damian. Baru saja Naomi duduk, Daniel langsung menyeletuk, 

"Apanya yang lelah? Daniel yang nyetir kok pa. Naomi hanya duduk saja, tidur..."

Naomi menjadi canggung, tapi untunglah papa Damien langsung menengahi dengan bijaksana,

"Mau duduk mau nyetir, yang pasti lelah kalau perjalanan jauh. Sudah ayo makan" Ternyata papa Damien tidak termakan ucapan Daniel. Karenanya, semua memilih diam dan melanjutkan makan malam. 

Tidak seperti mama Bertha, papa Damian tidak suka berbuat drama. Dirinya lebih objektif dalam menilai. Hanya saja papa Damien jarang untuk berlama-lama mengobrol. Dia memang sedikit berbicara.

"Bagaimana, apakah sudah ada tanda-tanda?" papa Damien memecah keheningan.

"Belum ada pa" Daniel yang menjawab.

"Sudah coba terapi?"

"Sudah pa, tapi belum ada hasil. Untuk sekarang kami berhenti dulu. Lelah juga kalau tidak ada progress"

"Ya namanya juga usaha. Kalau Naomi bagaimana?" Naomi melirik sebentar ke arah Daniel dan mama Bertha. Topik inilah yang tadi membuat mamanya menangis. Dia harus ekstra hati-hati dalam menjawab.

"Kami memang sudah mengunjungi beberapa dokter pa, semuanya mengatakan kalau baik Daniel dan saya sama-sama sehat dan subur. Mungkin memang belum waktunya"

"Kalau perempuan tidak bisa memberikan keturunan, ya buat apa punya pekerjaan hebat"

 mama Bertha seolah belum puas dengan kemarahannya tadi siang, dia kembali menumpahkan lahar melalui ucapannya.

"Kalau memang mereka dalam keadaan subur dan mereka juga sudah berusaha mengunjungi dokter, ya berarti memang bukan salah Naomi dan Daniel ma. Mungkin memang belum waktunya." 

papa Damien menjawab santai, sementara wajah mama Bertha seketika muram. Dirinya berharap didukung oleh suaminya. Namun memang karakter suaminya ini meskipun tenang tetapi ketegasannya terkadang mengeluarkan aura menakutkan. 

Daniel mengelus punggung mamanya, lalu sedikit berbisik. Terlihat mama Bertha mengangguk lalu menyendok potongan kentang sambal ke piring Daniel.

"Maaf mengecewakan papa dan mama.." Hanya itu yang bisa diucapkan Naomi.

"Tidak apa, namanya juga manusia. Yang penting jangan berhenti berusaha"

"Iya pa.." 

Naomi bersyukur papa Damien tidak mendesaknya maupun melanjutkan topik ini. Semuanya sudah semakin canggung sekarang.


----


"Naomi, tadi papa ada dapat banyak hasil pancingan. Kalian bawa sekalian ya kalau pulang"

Mereka sudah selesai makan malam dan sedang duduk di ruang televisi. Naomi sebenarnya tadi ingin sedikit menanyakan papa Damian mengenai kegiatan memancingnya tadi. Namun Naomi merasa sungkan untuk memulai. Untunglah papa Damian yang terlebih dahulu membuka suara.

"Benarkah pa? Papa dapat ikan apa saja pa?" Naomi mengangguk antusias.

"ada ikan kakap, tenggiri dan kerapu. Ikan tuna hanya sedikit saja karena tadi sudah di buatin sushi waktu di kapal"

Mertuanya memang hobi memancing di tengah laut. Karena hobinya itu, mertunya bahkan memiliki kapal sendiri. Biasanya papa Damian dan temannya rutin memancing sebulan sekali sekalian refreshing. Naomi dan Daniel pernah ikut, dan memang sangat menyenangkan berada di tengah laut tanpa hiruk pikuk kota.

"Banyak juga ya papa. Naomi jadi pengen ikutan lagi.." Naomi tersenyum lebar membayangkan kegiatan memancing nanti. Sekali mencoba dan dapat pula, menyebabkan dirinya ketagihan.

Belum sempat papa Damian menjawab, Daniel langsung menyambar, "Untuk apa kamu ikut lagi. Kamu hanya bisanya tidur dan merepotkan orang lain". 

Senyum di wajah Naomi langsung pudar. Memang waktu itu Naomi mengalami mabuk laut dan muntah-muntah. Lalu papa Damian memberikan obat anti mual dan menyuruhnya untuk tidur saja. Tapi itu hanya sekali. Begitu Naomi bangun, dia terlihat bugar. Naomi juga sempat ikut memancing bahkan strike.

"Namanya baru pertama kali, kamu juga waktu pertama papa bawa langsung muntah. Kamu malah membuat kegiatan memancing terhenti karena merengek minta pulang" 

Seketika wajah Daniel merah padam. Dia tidak suka ditunjukkan kelemahannya. Meskipun itu papanya sendiri. Tapi karena ini papa, orang yang paling di takuti Daniel, dia hanya bisa diam

."Biar nanti Naomi bawa sebagian papa. Kalau masih segar, dimasak kuah asam pasti enak". Naomi mengalihkan pembicaraan karena melihat rahang Daniel yang mengetat.

"Nah iya bagus itu, apalagi kalau kalian mau program begini. Lebih baik makan makanan segar dan sedikit menggunakan minyak."

Percakapan mengalir mengenai topik makanan sehat untuk program ini itu. Tidak lama berbincang, papa Damian menerima telpon penting dan langsung pamit bergegas ke ruang kerjanya. 

Mama Bertha, Daniel dan Naomi melanjutkan obrolannya tanpa papa Damian. Sementara Daniel masih terus menempel disamping mama Bertha.

"Besok sebelum pulang ke rumah, kita singgah dulu ya ke rumah mama. Sudah lama kita tidak kesana."

"Ck, aku masih capek.., Tapi ya sudahlah kalau kamu memaksa" Daniel yang merasa malas kalau harus pergi ke rumah mertuanya, tidak mau repot-repot menutupi kejengkelannya saat menjawab Naomi.

"Jangan di paksakan, nanti Daniel sakit kan repot"

"Tau tuh Naomi, kamu sih enak hanya duduk saja. Tinggal atur sana atur sini mirip bos besar." Daniel mencibir Naomi, berusaha agar rencana kunjungan ke rumah mertuanya di urungkan saja. Meskipun mereka sudah kesekian kali membatalkan kunjugan itu.

"Kalau kamu masih lelah tidak apa biar aku saja yang menyetir" Naomi berusaha mencari solusi agar tetap bisa mengunjungi orangtuanya. 

"Apa-apaan, karena ada mama disini kamu sok mau menyetir begitu? Selama ini bukannya kamu memang tidak mau menyetir? Sekarang kamu berperan seolah-olah mau meringankan bebanku?" Daniel melengos tajam.


Toxic RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang