"Seakan takdir merestui, kami sepakat menikahkan Intan dengan Daniel. Intan tidak keberatan akan status Daniel saat ini"
Rahang Damian langsung mengeras, "Apa yang ada dalam kepalamu itu Bertha?" Tidak seperti biasa, namun kali ini dia tidak bisa menahan amarahnya.
Seketika ruangan menjadi hening. Aura gelap langsung menghampiri sekeliling mereka.
"Apa yang salah dari ucapanku Damian? Tidakkah kau tahu bagaimana frustasinya aku karena menantu kesayanganmu itu tidak berniat memberikan aku cucu? lalu Maria dan keluarganya datang menawarkan dahagaku.."
Sudah kepalang tanggung, Bertha akan terus maju memperjuangkan keinginannya. Sementara semua orang yang saat ini juga berada di ruangan itu hanya mampu terdiam dalam suasana mencekam.
"Bukankah mereka sudah menjelaskan bahwa mereka tidak menunda atau bukannya tidak mau memiliki anak? Mereka juga tidak bermasalah dengan kesehatannya? Hanya mungkin belum saatnya saja. Mengapa kau jadi hilang akal begini?"
Damian berusaha merendahkan suaranya meskipun wajahnya sudah memerah dan otot-otot rahangnya bertonjolan.
"Tentu mereka sehat. Tapi kalau menantumu itu mau sedikit saja mengalah dan memilih untuk tidak bekerja, mungkin saat ini mereka sudah memiliki empat orang anak"
Bertha menyemburkan kemarahannya kepada suaminya itu. Ini kali pertama Bertha menantangnya, dan hal itu sedikit menimbulkan rasa tak enak yang menjalar di tubuh.
Memijit pangkal hidungnya lelah, Damian mencoba mengembalikan akal sehat sang istri,
"Mereka sudah mencobanya Bertha, kau tahu itu. Naomi sudah pernah berhenti bekerja tapi tidak membuahkan hasil. Ada banyak pasangan lain di luar sana yang memiliki anak bahkan setelah sepuluh tahun pernikahan"
Bertha tidak mau kalah dengan perdebatan ini,
"lalu kau menyuruhku menunggu sepuluh tahun lagi? bagaimana jika umurku tidak sampai sepuluh tahun lagi Damian? Lagipula aku sudah membujuk menantumu itu agar berdiam saja di rumah, tapi dia tidak mendengarkanku. Menantumu itu sangat egois.. kita sudah tua Damian tidakkah kau sadari itu?"
Di akhir kalimat, Bertha melembutkan suaranya agar Damian menjadi luluh.
Damian mendengus gusar lalu mengalihkan tatapannya kepada Daniel,
"Lalu kau menyetujui ide ini Daniel?"
Daniel seketika tergagap. Diliriknya mama Bertha yang mengangguk yakin dengan senyum tipis. Demi melihat keyakinan di mata mamanya, Daniel mengangguk mantap kepada papanya.
"Apapun Daniel lakukan demi membuat mama bahagia papa.."
Damian menggelengkan kepala mendengar jawaban Daniel. Apakah hanya dia saja yang waras di ruangan ini? Tapi jika hanya dirinya saja yang dianggapnya waras dan yang lainnya gila, bukankah justru dia saja yang gila? Orang gila akan mengaku dirinya waras. Damian semakin pusing.
"Kau sudah berjanji di hadapan Tuhan untuk selalu bersama istrimu dalam suka dan duka. Apakah janji itu tidak ada artinya?" Mama Bertha menyela cepat,
"Tentu saja Daniel tidak akan mengingkari janjinya, untuk itu Daniel tidak akan berpisah dari Naomi".
Damian memejamkan mata semakin pusing saja dengan orang-orang ini.
"Dan kalian juga setuju Juan?" Damian beralih menatap Juan.
"Aku rasa tidak ada masalah Damian. Kita sebagai orangtua memberikan alternatif dan keputusan ada di tangan anak-anak kita. Kau lihat mereka bahkan menyetujuinya. Jadi apa yang kita ributkan lagi?" Juan menanggapi dengan santai sementara Damian semakin mengerutkan keningnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Relationship
RomanceSaat orangtua menjadi pihak ketiga dalam sebuah rumah tangga....