"Identifikasi yang paling logis saat ini adalah beban pikiran"
Seorang dokter muda duduk di hadapan Alex menjelaskan kondisi kesehatan Naomi. Sementara orang yang tengah di diagnosa masih dalam posisi berbaring di ruangan itu. Namun tak urung dia ikut juga mendengarkan keterangan dokter dengan seksama.
"Kemungkinan sebelumnya memang Ibu Naomi sedikit kurang fit, lalu di tambah beban fikiran yang menumpuk mengakibatkan menaiknya kadar asam lambung"
Alex lalu mengalihkan pandangannya untuk menelisik wajah Naomi. Perempuan itu masih terlihat lesu. Alex lalu mengalihkan wajahnya kepada dokter di depannya itu.
"Apakah ada makanan yang harus di hindari dokter?"
"Tentu saja. Ibu Naomi dilarang memakan makanan pedas, makanan berminyak dan yang berbumbu tajam. Untuk sementara sebaiknya mengkomsumsi makanan lunak saja seperti bubur. Minum obat teratur dan istirahat yang cukup" Alex mengangguk memastikan dirinya paham penjelasan yang disampaikan.
"Jangan lupa, meskipun kelihatannya penyakit ini biasa saja namun jangan sepele. Semua penyakit berawal dari fikiran yang kalut" dokter muda itu menatap Naomi dari balik lensanya dengan senyum menenangkan.
"Baik dokter" Naomi menggumankan pelan jawabannya sambil berusaha bangkit dari tidur. Alex langsung sigap mendekat untuk membantu Naomi. Mengulurkan tangan untuk menaungi pundak Naomi kemudian menegakkan tubuh wanita itu. Meskipun Naomi sudah sepenuhnya duduk, Alex tidak melepaskan rangkulannya. Sebelah tangan Alex yang bebas malah mengusap-usap lengan Naomi dengan penuh kasih sayang.
Naomi langsung merasa canggung. Dirinya ingin beringsut menjauh namun rasanya terlalu sungkan karena bagaimanapun Alex telah banyak membantunya. Akhirnya dia menyerah dan membiarkan saja Alex berlaku demikian. Setelah mereka memahami semua instruksi yang disampaikan dokter, mereka kemudian bersiap untuk pulang. Alex masih setia merangkulkan lengannya. Sesampainya di mobil, pria itu dengan penuh perhatian memperbaiki posisi Naomi agar lebih nyaman.
"Sekarang aku akan mengantarkanmu pulang. Dimana alamatmu?"
Alex belum menjalankan mobilnya, hanya menyalakan mesin dan menghidupkan pendingin agar mereka nyaman. Naomi menjadi dilema karena saat ini Daniel tidak ada di rumah, dia belum mampu untuk memasak dan kekhawatiran menderanya. Baiklah dia harus menurunkan sedikit pertahanannya.
"Maaf merepotkanmu, tapi bisakah sebelumnya kita singgah ke rumah makan? aku mau membeli bubur terlebih dulu".
Seketika Alex mencondongkan tubuhnya kepada Naomi dan menatapnya dalam. Yang biasanya Naomi tidak terpengaruh oleh tatapan Alex, namun saat ini dia merasakan debaran halus akan keintiman mereka. Mungkin karena sedari tadi Naomi membiarkan Alex menginvasi teritorinya.
"Tidak ada orang di rumahmu?" Naomi menggeleng lemah. Lidah Alex terasa gatal untuk menanyakan suaminya. Hanya memikirkan itu saja, egonya langsung terluka. Tetapi wajah wanita ini sangat mengiba. Mendesah frustasi, Alex akhirnya mengguman,
"Baiklah aku akan membelikan bubur untukmu"
"Maaf aku sungguh merepotkanmu" Naomi mencicit karena sungkan sudah merepotkan Alex. Disamping itu dia merasa sangat malu karena selama ini bersikap ketus.
"Tidak, kamu tidak merepotkanmu. Aku dengan senang hati membantumu. Dan kuharap setelah sembuh, kau tidak lagi mengacuhkanku" Naomi ingin protes karena pada dasarnya dia tidak mengacuhkan Alex. Dirinya hanya membuat batasan karena sudah bersuami. Dan sangat tidak etis untuk bersikap akrab kepada pria yang bukan suaminya.
Naomi ingin meluruskan persepsi Alex yang keliru,
"Tapi aku---"
Sebelum Naomi melanjutkan, Alex langsung menyorot mata Naomi dengan tatapan tajam. Seolah memperingatkan Naomi agar tidak memberikan bantahan. Hujaman tatapan itu begitu tegas menyala, membuat Naomi sedikit terkesiap ketakutan lalu memilih menundukkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Relationship
RomanceSaat orangtua menjadi pihak ketiga dalam sebuah rumah tangga....