Naomi membuka matanya saat sayup-sayup terdengar alarm ponsel. Dengan malas dia bangkit dan menoleh ke samping. Daniel belum pulang. Kembali ingatannya melintas tentang kejadian tadi malam sewaktu dirinya menghubungi Daniel. Dihembuskannya nafas lelah saat melihat tidak ada satupun pesan dan panggilan masuk dari suaminya.
Entahlah, kali ini ada perasaan asing yang menyusup ke dalam relung hatinya. Perasaan sesak yang sulit di jelaskan. Semoga itu hanya perasaannya saja. Selesai merapikan tempat tidur lalu membersihkan diri, Naomi keluar dari kamar untuk menyiapkan sarapan. Tubuhnya sudah lumayan segar tapi dia memutuskan untuk tetap mengambil cuti hari ini. Menunduk mengamati isi kulkasnya lalu memutuskan untuk memasak pancake dan minum susu coklat. Saat sarapannya sudah siap, Naomi memilih untuk menikmati di gazebo. Dia butuh suasana segar yang menenangkan di pagi hari. Tak lupa membawa ponsel siapa tahu Daniel akan menghubunginya.
Naomi masih sibuk mengunyah makanannya saat tiba-tiba ponselnya berbunyi. Dadanya mengembang oleh binar harapan yang muncul mendesak. Namun seketika kecewa mendera saat bukan nama suaminya yang mengambang diatas permukaan ponsel.
Bahunya meluruh lemah namun tak ayal tetap diangkatnya panggilan tersebut,
"Ya Alex ada apa?" Terdengar desah lega dari seberang sana.
"Aku mengkhawatirkanmu. Bagaimana keadaanmu apa sudah baikan?" Naomi mendesah kecil, tidak mengharapkan perhatian Alex. Tetapi mengingat pengorbanannya kemarin, Naomi tidak mau bersikap kurang ajar.
"Aku sudah baik-baik saja. Terima kasih karena mengkhawatirkanku"
Hembusan nafas lega kembali terdengar dari seberang sana.
"Syukurlah kalau begitu. Apakah ada yang perlu ku lakukan untuk membantumu agar lebih nyaman?"
Tak urung suara kekehan Naomi meluncur dari bibirnya. "Kau sudah seperti seorang suami yang cemas akan keadaan istrinya. Sungguh berlebihan.." Meskipun Naomi hanya menganalogikan situasi mereka saat ini dengan menyelipkan canda, Alex mengaminkan hal itu semoga terjadi. Katakanlah dia brengsek karena bercita-cita menjadi perusak rumah tangga orang. Tapi sungguh Alex juga tidak paham dengan perasaannya yang menggebu dan seolah tak memiliki muara.
"Begitukah?" menekan lidahnya sendiri agar tidak terlanjur mengeluarkan lonjakan perasaannya, Alex tidak mampu menahan senyum yang terkembang di bibirnya.
"Ya tentu saja. Sebaiknya kau cari istrimu Alex agar keposesifanmu itu bisa di salurkan kepada orang yang tepat.." Naomi ingin memberikan kode agar Alex mundur, namun ternyata pria di seberang sana justru membalikkan situasi.
"Kamu orang yang tepat" dia sedikit memancing rasa yang ada pada Naomi, meskipun pernyataannya barusan sangatlah beresiko.
"Tentu saja aku bukan orang yang tepat. Aku memang seorang istri, tapi bukan kamu suamiku" Naomi tertawa kecil lalu,
"Sudahlah ada-ada saja pembicaraan ini padahal masih terlalu pagi untuk bercanda. Daripada kau sibuk mengurus aku yang already taken, lebih baik kamu mencari calon istrimu itu sebelum keduluan orang lain" Masih dengan riang Naomi menyahuti Alex. Sama sekali tidak menyadari bahwa pria di seberang sana merasakan sesak tak terkira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Relationship
RomanceSaat orangtua menjadi pihak ketiga dalam sebuah rumah tangga....