Ketika Naomi bangun pagi tadi, tidak biasanya Daniel sudah tidak ada di tempat tidur.
Setelah mengecek sekeliling kamar, akhirnya Naomi menemukan Daniel berada di balkon. Daniel nampak kacau, sepertinya dia tidak tidur semalaman. Di meja sebelah Daniel terdapat asbak yang isinya sangat banyak puntung rokok. Bahkan di jarinya masih terselip sebatang yang masih menyala.
"Selamat pagi.."
Daniel tersentak dari lamunannya dan menolehkan kepala ke arah suara. Pria itu tidak menjawab, hanya mengangsurkan tangan ke arah Naomi setelah meletakkan rokok yang dia pegang ke dalam asbak.
Naomi mendekat ke arah suaminya yang langsung menarik perempuan itu untuk duduk di pangkuannya. Daniel merengkuh pinggang Naomi begitu lekat dan membenamkan wajahnya ke dalam cekuk leher Naomi.
"Heii, ada apa? kamu....tampak tertekan?" Naomi menelisik wajah suaminya dengan penasaran.
"Aku hanya merindukanmu dan ingin memelukmu" Daniel masih setia menghirup aroma Naomi melalui leher jenjangnya.
"Tidak..., pasti ada yang mengganggumu. Katakan padaku, barangkali aku bisa membantumu" Naomi mengunci tatapan Daniel untuk bisa menggugah hatinya.
"Bisakah kita seperti ini selamanya?"
Mengabaikan pertanyaan istrinya, nada yang dikeluarkan Daniel begitu getir. Kalimat itu lebih tampak seperti pertanyaan untuk dirinya sendiri. Sesekali dia mencium kecil seluruh permukaan wajah Naomi.
"Daniel aku tidak mengerti, aku sangat yakin kamu menyembunyikan sesuatu. Aku menunggumu untuk menceritakan padaku. Lagipula banyak yang harus kita luruskan mengenai obrolan kita kemarin dengan mama"
"Aku tahu" tetapi Daniel langsung membungkam Naomi dengan ciuman panjang tanpa jeda. Ciuman yang seolah menyampaikan rasa frustasinya. Tiba-tiba dia berdiri sambil menggendong Naomi dan langsung menuju kamar. Tanpa melepaskan ciumannya, Daniel meletakkan Naomi perlahan di atas tempat tidur.
"Tidak..tidak Daniel, aku mau kita berbicara. Bukan seperti ini" Naomi berusaha menolak setelah akhirnya Daniel melepaskan ciuman itu untuk menghela udara.
Mendengar penolakan Naomi, bukannya mereda, Daniel semakin membabi buta menghujani seluruh tubuh Naomi dengan kecupan panas. Tangannya juga tidak mau berhenti meraba, menekan dan menarik pakaian Naomi yang bisa dia singkap. Ciuman ini seolah menegaskan dirinya hanya satu-satunya yang berhak untuk Naomi. Dan hanya Naomilah yang memiliki hatinya. Daniel ingin Naomi paham, karena Daniel tidak mampu menjelaskan dengan kata-kata.
Daniel tidak memberi Naomi kesempatan untuk menggeser diri dari kungkungannya. Dia semakin kuat menekan Noami tepat di intinya. Menunjukkan betapa hasratnya menggelora pada tubuh istrinya dan menuntut pembebasan dengan segera.
Gerakan Daniel begitu keras dan kuat apalagi Naomi yang sedikit berontak di bawah sana. Daniel menarik kedua tangan Naomi keatas kepalanya dan mengunci dengan satu tangan. Mulutnya sibuk menjelajah dan tangannya yang bebas berusaha menyibak kain yang menutupi Naomi.
Perempuan itu akhirnya menyerah dan membiarkan Daniel berbuat sesukanya. Demi melihat Naomi yang berserah, Daniel akhirnya melembutkan kegiatannya. Menghujani Naomi dengan buaian-buaian mesra yang memabukkan. Melambungkan Naomi ke puncak tertinggi.
Belum pernah Daniel bercinta dengan begitu berhati-hati dan sarat akan keputusasaan seperti ini. Memperlakukan Naomi seperti keramik yang mudah pecah. Memuja Naomi begitu tinggi. Memperlakukannya seperti Ratu yang harus dilayani sepenuh hati. Namun disisi lain, Daniel tampak begitu tertekan. Naomi akhirnya terhanyut dan mereka saling meriakkan nama pasangan masing-masing saat ledakkan hasrat itu menyembur ganas.
---------
Pada akhirnya Daniel dan Naomi tidak jadi mengunjungi orangtua Naomi. Mereka langsung pulang begitu pergi dari rumah mertuanya. Setelah percintaan panas mereka tadi, Daniel hanya diam tetapi terus menempel kepada Naomi seperti lintah.
Tetapi semua berubah canggung ketika mereka keluar kamar dan menemukan mertuanya sedang sarapan. Daniel yang kikuk melihat mama Bertha, langsung menunduk dan berjalan pelan menghampiri.
"maaf kami kesiangan" Naomi melangkah perlahan menuju meja makan. Dia melirik ke papa Damian dan selanjutnya ke mama Bertha. Papa Damian tersenyum sambil berdehem,
"Ya tidak apa, namanya juga masih muda, semangat berapi-api".
Papa Damian kembali tersenyum, sementara wajah Naomi sudah terbakar. Naomi melarikan pandangannya untuk membuang rasa malu. Matanya melirik ke arah Daniel, di saat bersamaan, Daniel sedang berbicara pelan dengan mama Bertha. Entah bicara apa. Lalu Daniel menarik kursi di sebelah mamanya dan duduk disana menikmati sarapan yang sudah di siapkan. Dahi Naomi mengernyit. Daniel tetaplah Daniel meskipun baru lima menit lalu mereka melalui hal indah bersama.
Dirinya akan terus berada di sekitar mamanya, meskipun ada istrinya yang sudah seperti orang asing di rumahnya. Naomi menghembuskan nafas pelan dan menarik kursi di hadapan mereka.
"Tadi papa sudah menyisihkan ikan segar yang akan kalian bawa, dan mama sudah memasak beberapa yang bisa kalian panaskan untuk makan malam"
Naomi semakin kikuk. Ternyata semua sudah disiapkan, sementara mereka hanya asik-asikan di kamar. Seolah mengerti kecanggungan Naomi, papa Damian kembali melanjutkan,
"Tidak perlu dipikirkan, papa dan mama senang kalian sering datang kesini. Rumah ini sangat sepi. Sering-seringlah datang"
"Iya benar, apalagi kalau ada cucu pasti kami semakin senang" mama Bertha tersenyum kepada Naomi setelah berkata demikian.
Naomi terhenyak. Apakah mertuanya itu tidak lagi marah? Diliriknya Daniel, tetapi Daniel hanya menunduk hikmat menyantap makanannya.
"Baiklah pa, ma, kami akan berusaha. Terima kasih karena sudah repot menyiapkan ikan yang akan kami bawa"
"Tidak repot Naomi, sungguh. Lagipula meskipun kami benar-benar menginginkan cucu, jangan sampai kamu terbebani dan membuatmu tertekan. Selalu ada jalan bukan?"
Naomi menatap mama mertuanya itu sedikit takjub. Kenapa mertuanya ini seolah begitu menyayanginya? Bukankah kemarin dia begitu hilang kendali mengenai topik ini. Mama Bertha sendiri tersenyum hangat kepada Naomi. Naomi berharap, apapun yang di makan mertuanya itu pagi ini yang telah merubah sikapnya, akan terus di komsumsi mama Bertha. Sehingga drama murahan lainnya tidak perlu terjadi.
Tapi memang sesungguhnya ada yang aneh pagi ini. Mama Bertha yang tidak menekannya masalah cucu, dan Daniel yang terlihat pendiam. Setelah sarapan tadi, Naomi membantu mama Bertha yang sedang menyiapkan bawaan lain untuk mereka. Sementara Daniel dan papanya sedang asik mengobrol di beranda depan.
Naomi tercengang melihat semua yang akan mereka bawa. Mereka sudah seperti pidahan saja.
"Kenapa banyak sekali ma? Kami belum tentu bisa menghabiskan semuanya. Ini juga ada banyak pakaian, darimana ma?"
"Ohh, itu.. mama hanya mau Daniel makannya lebih teratur. Semuanya ini makanan kesukaan Daniel. Pakaian itu sudah lama mama beli. Setiap mama ikut papa dinas, mama selalu beli untuk Daniel. Untuk kamu juga ada" mama Bertha menunjuk tumpukan kain uang ada di meja.
"maaf membuat mama repot"
"Tidak repot, mama juga senang. Sudah lama mama tidak lagi bisa mengurus Daniel."
"Naomi akan mengurus semua keperluan Daniel ma, mama tenang saja". Naomi mencoba mendekati mama mertuanya dengan memulai mencairkan suasana. Tetapi begitu melirik mama Bertha, perasaan Naomi kembali kacau. Mertuanya itu seperti sibuk merapikan pakaian yang bahkan sudah rapi. Terlihat jelas pura-pura tidak mendengar apa yang Naomi ucapkan.
----
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Relationship
RomanceSaat orangtua menjadi pihak ketiga dalam sebuah rumah tangga....