Bab 24

847 53 0
                                    

Alex memasuki gedung kantor Naomi dengan penuh percaya diri. Kehadirannya selalu menimbulkan keriuhan diantara pegawai wanita disana. Dirinya memiliki semua aset yang layak diperebutkan untuk menjadi suami dan menantu idaman. Biasanya dia menikmati semua pujian dari perempuan-perempuan itu, tapi sudah beberapa bulan belakangan hal itu tidak lagi menarik baginya. Saat ini diatas segalanya, hanya Naomilah yang bisa membuatnya tertarik. Bahkan proyek kerjasama inipun tidak semenarik Naomi-nya.

"Selamat pagi Ibu Naomi." Naomi yang saat itu tengah berbincang dengan Mila di depan ruangannya, sontak membalikkan badan.

"Selamat pagi pak Alex, ada keperluan dengan pak Bagas?"

Seingatnya mereka tidak memiliki janji temu, jadi mungkin saja Alex ingin bertemu atasannya. Alex menggeleng kecil sambil tersenyum, "Tidak, saya ingin bertemu dengan Ibu Naomi."

Naomi tampak kebingungan.., "Saya?" Alex kembali mengangguk membenarkan.  Bersamaan dengan itu, nampak Jihan membuka pintu dan keluar dari ruangan dan Alex langsung mengambil kesempatan. 

"Halo, saya Alex. Ibu pasti pengganti Ibu Naomi benar?". Perempuan itu baru keluar dari ruangan Naomi. Kalau asumsi Alex benar, dia yakin rencananya akan mulus.

"Benar, saya Jihan" Jihan mengulurkan tangannya untuk menyambut tangan Alex yang menggantung.

"Berarti tidak masalah kalau saya membawa Ibu Naomi keluar kan? Kita harus meninjau progress kantor yang baru". Naomi refleks menoleh kepada Alex. Setahu Naomi peninjauan itu akan dilakukan besok. Dan Alex juga tidak pernah memberikan informasi mengenai perubahan jadwal itu.

"Tentu tidak masalah Pak Alex, silahkan saja."

Naomi memandang datar wajah Alex yang hanya bisa meringis dalam hati oleh tatapan dingin wanita yang memikat hatinya itu.

"Sebentar saya ambil tas saya dulu". Untunglah Naomi tidak mendebat dirinya, Alex sangat mensyukurinya. Mila yang sedari tadi hanya memperhatikan mereka, menerka-nerka tujuan Alex. Siapapun bisa melihat arti tatapan yang terpancar dari matanya. Tatapan mengagumi dan ingin memiliki. Mila berharap apapun niat Alex, tidak ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi kepada Naomi.

"Mari pak Alex, saya keluar dulu ya Bu Jihan, Mil.." lalu Naomi berjalan mendahului Alex, wajahnya tidak mengeluarkan ekspresi sama sekali. Sementara pria yang mengikuti di belakangnya tersenyum puas. 

Begitu tiba di loby dan petugas valet menghentikan mobil, Alex langsung membuka pintu penumpang untuk Naomi. Setelah memastikan Naomi masuk, Alex menutup pintunya dan berputar ke arah pintu kemudi dan menjalankan dengan kecepatan sedang. Dengan Alex yang tidak membawa supir seperti biasanya, Naomi semakin yakin bahwa Alex berusaha mendekatinya. Baiklah, jika Alex akhirnya mengungkapkan niatnya, Naomi perlu memberikan ketegasan pada pria ini. Bagaimanapun proyek ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Naomi harus bisa secepatnya menetapkan garis sebelum semuanya menjadi abu-abu.

Begitu mereka memasuki kantor yang akan mereka gunakan, pandangan Naomi menjelajah ke setiap sudut. Kantor ini benar-benar sudah siap digunakan. Nampaknya Alex benar-benar bisa diandalkan.

"Tidak perlu menunggu lama, akhir minggu kita sudah bisa meresmikan kantor ini. Dan minggu depan kita sudah bisa bekerja dari sini"

 Alex mengajak Naomi berkeliling dan naik ke lantai atas lalu melanjutkan penjelasannya,

"Ini ruangan saya, bersebelahan dengan ruangan Ibu Naomi. Sekertaris masing-masing ada di depan ruangan supaya lebih praktis"

Naomi berdehem singkat sambil terus melangkahkan kaki memasuki ruangannya. Ruangan wakil presiden lumayan besar. Terdapat sofa nyaman untuk menyambut tamu dan sebuah kulkas kecil. Naomi berjalan semakin ke pojok dan menemukan ada ruangan kecil lain. Naomi menggeser pintunya dan masuk kedalam. 

Ternyata ruangan itu adalah sebuah kamar kecil dengan tempat tidur quen size yang nyaman. Ruangan itu juga dilengkapi dengan kamar mandi.

"Wow..,ini sungguh luar biasa" Naomi takjub dan terus memandangi sekeliling ruangan. Alex tersenyum bangga atas keterpukauan Naomi. Tentu saja dirinya yang meminta dekorasi ruangan Naomi agar bisa membuat wanita itu nyaman. Dan ternyata kerja kerasnya membuahkan senyum indah di wajah Naomi.

"Saya senang Ibu Naomi menyukainya"

"Tentu saja saya suka. Siapa yang tidak menyukai ruangan seperti ini".

Naomi masih saja memandang seputar ruangan sementara bibir Alex berkedut menahan senyuman.

"Saya hanya ingin kita bisa bekerja dengan baik. Dan lingkungan yang baik akan menunjang performa kerja" 

Naomi mengangguk menyetujui ucapan Alex. Lalu Naomi memutar tubuhnya untuk keluar dari ruangan itu.

"Saya rasa begini sudah lebih dari cukup. Tentu saja saya akan bekerja dengan baik" Naomi sesekali masih menatap ruangannya.

"Tapi saya rasa ada yang kurang.." Alex perlahan berjalan mendekat ke arah Naomi.

"Ini sudah lebih dari cukup pak Alex, apalagi yang kurang?" Kini mereka sudah berdiri berhadapan. Alex sengaja menjeda agar tidak langsung menjawab Naomi. Dia lebih memilih memandangi sebentar wajah Naomi. Naomi sendiri masih menuntut sebuah penjelasan.

"Jangan panggil pak. Cukup panggil Alex. Aku mau kita saling memanggil nama masing-masing". Alex memandang lekat wajah Naomi. Satu tangannya di sampirkan di pinggulnya sebagai penyangga dan satunya lagi dia tenggerkan di dagu seolah berfikir. Pose sempurna untuk majalah pria dewasa.

"Kita harus tetap menjaga profesionalisme pak Alex" meskipun demikian, nampaknya Naomi tidak terpengaruh dengan pesona Alex.

"Tidak ada hubungannya dengan sikap kerja. Umur kita tidaklah berbeda jauh. Aku terlihat sangat tua kalau kamu memanggilku dengan embel-embel itu. Lagipula sebenarnya status kita sejajar disini." 

Alex sedikit menunduk sewaktu mengatakan itu. Memastikan Naomi bisa melihat kesungguhannya. Naomi tidak nyaman dengan kedekatan ini, dia memilih memundurkan langkahnya senatural mungkin. Pura-pura melihat ornamen yang ada di ruangan itu, Naomi memutar tubuhnya ketika menjawab Alex,

"Saya merasa kurang nyaman dengan panggilan itu pak Alex" Naomi melangkah memutari ruangan, sementara Alex mengikutinya dari belakang.

Dari sini Naomi menyadari satu hal. Sebelumnya dia sudah bisa merasakan kalau pria ini memiliki aura dominan. Tapi selama ini dia tidak pernah benar-benar memainkan kartunya. Hingga sampai saat ini... Naomi melihat sendiri bagaimana pria ini mulai melancarkan serangan secara masif. Dan untuk itu, Naomi mengakui dirinya sedikit kesulitan untuk menghindar.

"Panggilan itu justru akan memecahkan tembok kecanggungan. Kita tidak perlu membuang waktu dengan bersikap kaku seperti ini". 

Telak. Naomi kalah. Dia hanya mampu terdiam membuang pandangan ke arah berlawanan dengan Alex. Alex menyadari itu, dan seringai kecil muncul di wajahnya. Hatinya berteriak langtang, Bersabarlah Alex, pelan tapi pasti semuanya akan berjalan menuju ke arah lebih baik.

"Oke, akan saya coba" Alex berjalan cepat ke arah Naomi, begitu sampai di depan Naomi, dia langsung memutar tubuh wanita itu agar berhadapan. Sambil menundukkan wajah, dirinya berucap, 

"Aku Naomi. Aku". Entah Naomi sudah kerasukan setan mana, melihat wajah Alex yang kaku, dirinya seolah terhibur. Tak pelak sebuah tawa kecil meluncur dari bibirnya.

"Baiklah..baiklah.. Aku.." Naomi masih tersenyum kecil sambil mengucapkan kalimat itu. Sementara Alex di depannya berusaha mati-matian melawan gejolaknya untuk segera menyerang perempuan ini.


----

Toxic RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang