Dengan gerakan anggun, Naomi menyusuri pinggiran kolam untuk segera mengakhiri sesi berenang. Sudah tiga hari mereka di tempat ini dan pekerjaan sudah rampung dikerjakan. Hari ini lebih santai karena hanya ada satu agenda untuk siang nanti sebelum besok mereka pulang ke ibukota.
Saat sudah berdiri di tepi kolam, sudut matanya menangkap sosok Alex yang sudah merebahkan diri tepat di samping kursi santai dimana Naomi meletakkan barang-barangnya. Naomi melangkah kikuk menuju kursinya. Dia merasa rentan dengan pakaian minim yang dikenakannya saat ini.
"Selamat pagi Naomi, nampaknya kau bersenang-senang tanpa mengajakku?" Alex tersenyum menggoda dan memperhatikan tingkah Naomi yang canggung dan dengan kentara begitu terburu-buru menutupi tubuhnya menggunakan bathrobe.
"Aku pikir kau masih tidur..., lagipula tidak ada kewajiban kita harus selalu bersama dalam setiap kegiatan kan? Aku dan kamu juga butuh privasi..."
Naomi bisa menjawab santai karena tubuhnya sudah tertutup sempurna. Menyesap jus yang tadi sudah disediakan pelayan, Naomi memandang ke arah kolam dan seperti mengacuhkan Alex. Tak pelak kelakuannya itu semakin memantik jiwa penasaran di hati Alex.
"Aku merasa kecewa kau memperlakukanku seperti wabah penyakit. Apakah pengakuanku tempo hari langsung membuatmu berubah membenciku? Aku sudah mengatakan tidak akan memaksakan kehendak padamu. Kau lihat saja setelah malam itu, kita selalu bersama dan apakah ada sikap dariku yang mengiring kedekatan itu menjadi lebih personal? Aku tetap profesional. Kau yang seperti ini...sangat menyakiti perasaanku.."
Penjelasan Alex yang panjang lebar, sedikit banyak membuat Naomi tersadar. Belum apa-apa dirinya sudah baper dan menganggap pria itu sebagai musuh. Padahal memang benar setelah malam itu, Alex tetap bersikap sopan dan bekerja dengan baik. Sekelumit perasaan bersalah menggelayuti Naomi.
"Maafkan aku, ini salahku. Memang setelah malam itu sangat sulit untuk memandangmu sebagai rekan kerja. Sekali lagi maafkan aku, entah mengapa aku memang terlalu sensitif"
Naomi sedikit menundukkan wajah dengan rasa bersalah. Perasaannya saat ini memang kacau balau karena Daniel sama sekali belum membalas pesannya. Dan entah kenapa dia seperti melampiaskan kekesalannya kepada Alex.
"Tidak ini adalah salahku, aku meminta maaf seharusnya aku tidak membuat pengakuan mengejutkan itu dan berakhir dengan kita menjadi canggung. Apa yang harus aku lakukan agar kau merasa nyaman akan keberadaanku?"
Naomi tidak menyadari bahwa pernyataan tulus itu justru mengandung jerat berbahaya. Sang cassanova sedang melancarkan aksinya. Jika wanita ini tidak bisa ditaklukan dengan hal yang memikat, maka menanamkan sedikit perasaan menyesal pasti akan melembutkan hatinya.
"Alex.., aku sungguh minta maaf sudah membuatmu menjadi rendah diri.. aku... umm.. kau tak perlu melakukan apapun. Aku yang salah..aku akan memperbaiki sikapku"
Sorot mata Naomi memandang Alex dengan penuh rasa bersalah yang mendalam. Pastilah beberapa hari ini dia sangat tersinggung. Naomi sangat sadar setelah malam itu dia sangat ketus dan bahkan tidak menyaring ucapannya untuk Alex.
Alex yang paham akan jenis tatapan itu membalas Naomi dengan pandangan lembut guna melunakkan perasaannya. Lalu dia tersenyum manis,
"Padahal lebaran masih lama dan kita sudah maaf-maafan..." Naomi memandang Alex bingung lalu seketika tawanya pecah saat mengerti atas ungkapan pria itu.
"Ya ya kau benar, ini masih belum waktunya. Tapi tak apa, anggap aja kita sedang latihan" Naomi kembali tertawa dan tawa itu menular kepada Alex. Selesai sudah permainan kucing-kucingan yang dilakukan Naomi. Hari ini berakhir dengan kemenangan bagi Alex.
Pria itu tersenyum bahagia, saat ini dia selangkah lebih dekat dengan Naomi. Cukup malam itu dia menyatakan diri dan untuk selanjutnya hal itu tidak akan di lakukannya lagi. Membuat keadaan menjadi biasa-biasa saja dan akan mengaburkan perasaannya di hadapan Naomi. Sehingga lambat laun wanita itu menjadi lemah dan tak menyadari bahwa Alex akan menyusup diam-diam menguasai hatinya. Alex menyeringai membayangkan misi selanjutnya.
Namun di sisi lain tampaknya Alex terlalu cepat jumawa akan keberhasilan kecilnya. Naomi bukanlah wanita yang mudah untuk menyerah. Dan kesetiaanya kepada Daniel bukanlah hal remeh.
-------
Malam ini Daniel dan Intan sudah berada di dalam hotel. Setelah siang tadi mereka selesai meresmikan hubungan mereka di kantor catatan sipil, mama Bertha dan mertuanya langsung memboyong mereka kesini. Katanya mereka harus sering-sering menghabiskan waktu bersama. Senyum penuh arti di tampilkan keduanya.
Peresmian itu hanya dihadiri kedua orangtua Intan dan mama Bertha. Sementara papa Juan beralasan sedang tugas keluar kota. Tentu Daniel sadar kalau papanya hanya mengindar. Tidak menyetujui pernikahan ini dan merasa dilema akan keinginan istri. Papa Juan masih di zona abu-abu.
Daniel membuka ponselnya sembari menunggu Intan membersihkan diri. Terbersit kerinduan saat melihat nama Naomi mengambang di permukaan layar. Namun lagi-lagi Daniel tidak mengangkatnya karena dia tidak mau merusak suasana nyaman yang saat ini dirasakannya oleh kehadiran istri barunya. Setelah panggilan itu berhenti, akhirnya Daniel mengirimkan pesan,
"Aku baik-baik saja, kuharap kau disana juga dalam keadaan baik. Jaga kesehatanmu.., aku masih sibuk"
Setelah mengirimkan pesan itu, Daniel menonaktifkan ponselnya. Egonya mengganggap pesannya tadi seolah ijin dari istri tuanya untuk berbahagia dengan madunya.
Bertepatan dengan itu, Intan keluar dari kamar mandi masih menggunakan bathrobe dengan wajah tersipu. Tampilan itu membuat Daniel terpaku.
"Kau sudah selesai mandi" Daniel bertanya dengan suara serak. Sudah beberapa hari dia tidak melepaskan dahaga. Dan pemanasan yang mereka lakukan waktu itu di dalam kolam, saat ini kembali menggelegak.
"i..iyaa.." Intan menjawab gugup.
Daniel bangkit perlahan mendekati Intan yang mendadak membeku di tempatnya. Setelah tiba dihadapan wanita itu, tangan Daniel terulur untuk menyentuh pipinya. Menggulirkan jemarinya yang kokoh melewati telinga menuju rahang dan berakhir di tulang selangka. Nafasnya semakin berat dan dia bisa merasakan tubuh Intan yang bergetar hebat.
Daniel mendekatkan wajahnya ke telinga Intan dan mengembuskan nafas panas disana. Intan mendesah dan tak sadar mengakat tangannya ke dada Daniel lalu meremas kaos pria itu untuk mencari kekuatan. Langkahnya itu justru semakin membuat gairah Daniel terbakar hebat.
"Kau sungguh indah.., aku tak tahan ingin memakanmu saat ini juga" dengan sekejab, Daniel menggigit pelan daun telinga Intan dan menyusuri rahang dan leher wanitan itu dengan kecupan basah. Intan terbuai, melayang mendamba dengan keiinginan yang begitu mendesak menggelegak.
Daniel mengangkat dagu Intan agar pandangan mereka bertemu. Tangannya lalu menyingkap ujung bathrobe hingga menampilkan bahu Intan yang polos. Pandangan Daniel semakin pekat oleh kabut gairah.
"Bolehkah aku menjamahmu? Aku ingin merasakan berada di dalammu" Kata-kata vulgar tanpa filter itu langsung membuat rona merah di wajah Intan. Dengan malu-malu dia mengangguk kecil mengibarkan penyerahan dirinya. Gayung bersambut...
Daniel tidak menunggu lama untuk segera melakukan penyerangan. Bergerak untuk menyalurkan hasratnya yang membara.
------
Naomi akhirnya bernafas lega saat membaca pesan Daniel. Setelah sekian hari akhirnya suaminya itu memberikan kabar. Meskipun hanya satu pesan singkat, Naomi tetap mensyukuri dan akhirnya mengetahui bahwa suaminya dalam keadaan baik-baik saja. Malam ini sepertinya dia bisa tidur nyenyak. Besok dia akan pulang dan bertemu Daniel.
------
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Relationship
RomanceSaat orangtua menjadi pihak ketiga dalam sebuah rumah tangga....