Bab 27

850 65 0
                                    

Sepanjang perjalanan menuju rumah orangtuanya, Daniel diliputi emosi bertegangan tinggi. Sumpah serapah di tumpahkan kepada setiap pengendara yang sedang sial berada di jalur yang juga dilewatinya. Kalau bukan karena mamanya yang sudah mendesaknya dan telah mengatur pertemuan ini, Daniel lebih memilih menyemburkan kemurkaannya langsung di depan Naomi. 

Saat mobilnya hendak melewati gerbang rumahnya, sudah tampak sebuah mobil asing terpakir di halaman. Pikiran Daniel semakin kalut. Dia tahu mama Bertha serius dengan rencananya. Tapi berhadapan langsung dengan kenyataan yang terpampang saat ini, Daniel kembali diliputi ketakutan.

Sebelum keluar dari mobil, Daniel menghela nafas berharap dapat menenangkan batinnya. Saat dirasa sudah cukup memberikan waktu kepada dirinya, Daniel keluar dari mobil menuju rumah yang terbuka seolah siap menyambut kedatangannya. Daniel menghela nafas sekali lagi. Seakan merasakan kehadiran pria itu, mama Bertha yang sedari tadi bersenda gurau dengan tamunya itu mengangkat wajah. Lalu tatapan itu bersiborok dengan sorot Daniel. Seketika senyum sumringah terhampir di wajah wanita paruh baya itu.

"Nah ini dia yang di tunggu sudah datang" mama Bertha berdiri untuk menyongsong putranya. 

"mama.." Daniel menyambut pelukan mama Bertha lalu mendaratkan kecupan kecil dikeningnya. 

"Bagaimana sayang, perjalananmu lancar kan?" Daniel hanya menggangguk. 

"Mari masuk, mereka sudah menunggumu" mama Bertha menyeret tangan putranya ke ruang tamu tempat semua orang sedang berkumpul saat ini. Daniel mengedarkan pandangan meneliti wajah-wajah di ruangan itu. Matanya menyapu sepasang suami istri seumuran orangtuanya yang pasti adalah orangtua perempuan itu. Lalu menangkap sosok perempuan muda yang sedang menunduk malu-malu. Ahh, dia ternyata. Cantik. Tapi Naomi masih lebih cantik.

"papa tidak ada ma?" 

Wajah mama Bertha yang tadi ceria berubah tegang. Namun hanya sebentar saja karena dia sudah bisa mengendalikan rautnya. 

"sebentar lagi papa datang, mama sudah menghubunginya tadi" 

"ohh.." Daniel kembali mengangguk sambil sedikit melirik perempuan muda itu yang curi-curi pandang kepadanya. 

Sementara mama Bertha berusaha tenang agar semua berjalan lancar sesuai rencananya. Dia memang belum sepenuhnya menceritakan niat ini kepada suaminya. Hanya mengatakan bahwa dia mengundang keluarga teman lamanya untuk makan siang bersama. 

"Beri salam ini teman lama mama dan suaminya" Seperti seorang ibu yang sedang mengkomando anak kecil, mama Bertha menyuruh Daniel untuk berjabat tangan dengan tamunya. 

"Halo nak Daniel, apa kabar? Saya Juan dan ini istri saya Maria" Pria itu menjabat tangan Daniel sambil sedikit mengguncangnya akrab lalu mengalihkan uluran tangan Daniel ke arah istrinya. 

"Wahh ternyata lebih tampan dari fotonya ya Bertha"

Istri Juan menyambut uluran tangan Daniel sambil melemparkan pujian standar yang biasa di dengar Daniel. Daniel membalas dengan senyuman kecil. 

"Nah, ini Intan putri semata wayang Juan yang kemarin mama ceritakan" mama Bertha dengan antusias menarik lengan Daniel untuk segera berkenalan dengan perempuan pilihannya.

 Tampak perempuan itu tertunduk dengan wajah merona. Tangannya yang ramping terulur ke depan ke arah Daniel. Daniel menyambutnya dingin. Meskipun cantik, hatinya tetaplah milik Naomi. Tidak akan ada wanita lain. 

"Daniel"

"Intan"

Perempuan itu tampak kikuk. Setelah melihat pertautan tangan itu terlepas, mama Bertha langsung duduk di sofa single yang hanya ada satu di ruangan itu. Hanya ada satu space kosong yang tersisa. Mau tidak mau Daniel duduk di sebelah Intan yang kembali merona saat permukaan sofa bergerak oleh beban Daniel. Mama Bertha dan pasangan suami istri itu tersenyum sumringah. 

"Maria ini sebenarnya teman lama mama. Senang rasanya sekarang kita memiliki alasan untuk lebih dari sekedar teman" Daniel menatap mamanya lalu melirik Maria sambil menganggukkan kepala.

"Saya sudah tidak sabar kita akan jadi kerabat" Maria menimpali dengan sama antusiasnya. "Benar, kalau semuanya lancar, maka jaringan bisnis kita akan semakin luas" Juan ikut masuk ke dalam perbincangan yang sedikit demi sedikit membuka tabir di balik niatan lain mama Bertha untuk segera memiliki cucu. 

Daniel memijat pelipisnya perlahan, dan itu tidak luput dari sorotan Intan yang sedari tadi mengagumi pahatan wajahnya. Sebelum percakapan mereka semakin dalam, sebuah suara mengintrupsi ruangan,

"Wah sudah berkumpul ternyata, maaf saya terlambat" papa Damian yang baru datang memasuki ruangan sambil menyapa tamunya. Dahinya sedikit mengernyit mendapati Daniel duduk di dekat seorang perempuan yang bukan istrinya. Seolah paham akan kecanggungan yang akan meliputi, mama Bertha langsung menyela. Menghindari lontaran pertanyaan yang seperti sudah berada di ujung bibir suaminya.

"Sudah mari kita makan dulu, nanti kita lanjut lagi" mama Bertha dengan gerakan anggun menarik lengan suaminya dan mempersilahkan tamunya masuk menuju ruang makan. Daniel ikut berdiri dari sofa dan dengan sikap ramah mempersilahkan Intan berjalan mendahuluinya.

 Dia mengamati Intan dalam kediamannya. Hatinya sedikit mencelos saat membayangkan Naomi akan tersakiti. Namun secepat kilat dia mengenyahkan pikiran itu apalagi mengingat interaksi Naomi pagi tadi dengan entah siapapun nama pria itu. Egonya menang untuk bersiap membalas kelakuan Naomi. Membunuh rasa bersalahnya, Daniel memantapkan diri untuk melanjutkan rencana sang mama.

Obrolan ringan terjadi di meja makan. Damian menahan diri untuk tidak menanyakan kehadiran Daniel tanpa Naomi disini. Daniel tidak pernah berkunjung sendirian apalagi sebelum akhir pekan. Damian sedikit canggung dengan makan siang kali ini. Mereka sudah selayaknya besan yang baru saja merayakan pernikahan anak mereka. 

Namun tidak lama, mama Bertha akhirnya membenarkan praduga suaminya. Sambil memegang pergelangan tangan suaminya, Bertha berujar, 

"Sayang, sudah lama kita mengenal Juan dan Maria, juga Intan putri mereka satu-satunya" 

Damian menatap istrinya dengan wajah penasaran. Namun dia menahan diri untuk melontarkan pertanyaan yang berputar liar di kepalanya. 

"Begini sayang, kamu tahu kan kalau aku sangat ingin memiliki cucu. Namun sepertinya hal itu akan sulit terjadi jika kita bertahan dengan kondisi sekarang." 

Bertha menatap suaminya dengan hati-hati. Saat dilihatnya Damian tidak berniat memotong, Bertha melanjutkan lagi, 

"Dulu waktu Daniel dan Intan masih kecil, kita pernah berniat menjodohkan mereka. Namun karena saat itu Maria dan Juan pindah, kita jadi tidak pernah lagi bertemu dan akhirnya pembahasan itu tidak berlanjut" 

"hmm...., lalu?" 

Damian mengerutkan dahi sambil menelisikkan pandangannya ke arah Bertha. Bertha merasakan aura gelap, tapi tekadnya sudah bulat. Bagaimanapun dia sudah memutuskan. 

"Yah kamu tahu kan, sampai akhirnya Daniel menikah harapan itu berakhir sirna. Tapi sejak beberapa bulan lalu mereka kembali kesini dan kami kebetulan bertemu lagi, sepertinya harapan itu belum sirna." 

Bertha meremas tangan suaminya lalu mengangkat menghadapkan telapak tangan ke arah sang suami. Pertanda dia tidak ingin di sela. 

"Sesama perempuan tentu kami saling menceritan kehidupan kami. Maria ingin melihat Intan menemukan sosok yang mampu melindunginya, dan aku menceritakan keluh kesahku yang sangat menginginkan cucu tapi menantuku enggan memberikan demi karirnya" 

Karena tidak ada tanggapan, Bertha kembali melanjutkan misinya, "Seakan takdir merestui, kami sepakat menikahkan Intan dengan Daniel. Dan keluarga Maria tidak keberatan akan status Daniel saat ini..."

-----

Toxic RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang