Alex masuk ke dalam ruangan Naomi dengan wajah cerah, "Maaf kedatanganku tiba-tiba Naomi. Tapi aku sudah sampai disini, tidak mungkin aku kembali lagi sementara kamu juga sedang tidak sibuk"
Alex melebarkan senyuman dengan harapan bisa menggugah hati Naomi, namun sepertinya harapan itu jauh dari kenyataan.
"Darimana kamu tahu kalau aku tidak sibuk" Naomi memalingkan wajah dan menjawab dengan acuh.
"Hanya menebak saja. Dan sepertinya tebakanku benar" Alex tersenyum tipis tapi matanya lekat memandang Naomi.
"Terserah padamu. Kalaupun aku bilang sibuk, kamu pasti akan terus memaksa"
Naomi menjawab dengan wajah datar sambil berpura-pura bekerja. Semoga Alex menjadi tidak enak hati dan segera pergi.
"Ya tetapi walaupun begitu, tetaplah kenyamananmu yang menjadi prioritasku" Alex menelengkan kepalanya, menjawab Naomi dengan suara baritonnya yang tenang menggetarkan. Naomi kembali memandang Alex dengan wajah datar sambil mengangkat sebelah alisnya.
Pandangan itu terlihat mencemooh, tapi entah mengapa semakin menggemaskan di mata Alex. Tak urung bibir Alex sedikit berkedut menahan senyum.
Naomi berpikir sejenak, semakin dia menyanggah maka Alex akan semakin lama berinteraksi. "Aku sedikit lelah, kalau kamu tidak keberatan lebih baik kita pesan saja makan siangnya"
dan dia malas untuk meninggalkan kantor. Moodnya masih jelek sehabis Daniel marah tadi.
"Baiklah, biar aku saja yang pesan". Naomi setuju saja saat Alex menawarkan menu makan siang pilihan pria itu. Dia sama sekali tidak ingin berdebat. Tidak ada yang mereka lakukan saat menunggu makan siang. Naomi hanya duduk dan memainkan ponselnya sambil sedikit menyandarkan kepala di pinggiran sofa. Entah kenapa tembok dingin yang di pasang Naomi tidak di tampilkan di depan Alex. Tapi melihat keadaan Naomi saat ini bukannya merasa senang, Alex justru merasa bersalah. Tampaknya dia terlalu memaksakan diri kepada Naomi. Perempuan ini terlihat sangat rapuh hari ini. Semangat yang biasa setia mengelilinginya tampak hilang. Gurat lelah tercetak di wajahnya yang pucat.
Sial.
Alex memaki dalam hati. Dia hanya memikirkan dirinya sendiri alih-alih menarik simpati Naomi.
"Nampaknya kamu kurang sehat. Maaf Naomi, bukan maksudku untuk mengganggumu. Aku hanya bersikap spontan mendatangimu".
Alex mencondongkan badannya agar bisa lekat mengamati Naomi. Raut penyesalan tercetak jelas di wajah pria itu.
"Ya sudahlah Alex. Toh kamu juga sudah ada disini. Tidak apa kita selesaikan saja makan siang ini. Tapi aku minta maaf jika aku sedikit mengabaikanmu.."
Meskipun awalnya Naomi kesal karena Alex terlalu memaksa, namun saat ini dia memilih untuk menghadapi. Alex masih lekat memandang Naomi. Dia menegakkan tubuhnya dengan siaga dan bola matanya intens mengamati setiap pergerakan Naomi.
"Sekali lagi aku minta maaf Naomi. Sungguh. Sebaiknya setelah ini aku antarkan kamu pulang. Lebih baik kamu istirahat". Ada nada membujuk dari suara Alex. Sama sekali tidak ada keinginan menggoda. Hanya kekhawatiran yang tercetak jelas disana.
"Lebih baik aku naik taksi saja. Kamu masih banyak pekerjaan dan aku tidak mau merepotkanmu"
Alex menghembuskan nafasnya dengan keras. Di tutupnya matanya untuk menahan diri agar tidak mendesak Naomi. Dia sadar sikapnya memang terlalu dominan. Dia selalu memastikan orang yang disayanginya tetap dalam perlindungannya.
Biasanya banyak perempuan yang tergila-gila karena karakter itu. Tapi lagi-lagi ini Naomi. Perempuan mandiri yang tidak suka menggantungkan hidup pada orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Relationship
RomanceSaat orangtua menjadi pihak ketiga dalam sebuah rumah tangga....