Saat Naomi menghampiri Daniel setelah tadi bertemu Frans, wajah pria itu menekuk tajam. Dia memalingkan pandangan dan bergerak dengan gesture yang membuat Naomi tidak nyaman. Tangannya bersidekap dan rahangnya menegang ketat.
"Ini minuman kamu.., maaf aku agak lama..tadi aku bertemu Frans"
Naomi menjelaskan takut-takut sementara Daniel langsung merampas botol minuman itu dengan kasar lalu berdecak keras. Membuat beberapa orang di sekitar mereka melirik ingin tahu.
"Ck, kamu memang liar ya. Kamu asik cekikikan dengan pria lain sementara suamimu disini menunggumu.."
Daniel menggeram ke arah Naomi. Mengabaikan tatapan orang-orang yang semakin banyak melirik ke arah mereka karena penasaran.
"Tidak becus.., tidak bisa menghargai suami. Bisakah otakmu itu berfikir? Kamu sibuk memamerkan tubuhmu kepada laki-laki lain. Aku disini menunggumu menahan haus, kamu malah sibuk tebar pesona. Memuakkan"
Daniel tetap saja mengomel menyemburkan tuduhannya secara membabi buta terhadap Naomi. Sepertinya dia sudah memendam amarahnya sedari tadi. Sehingga saat ada kesempatan meledakkannya, Daniel tidak menunda lagi.
Naomi tercengang dengan apa yang diucapkan suaminya. Bukan Naomi tidak tahu sedari tadi Daniel mengawasinya terang-terangan. Dan Daniel bisa melihat sendiri bahwa tidak ada yang menggoda siapapun tadi. Baik dirinya maupun Frans. Semua kegiatan mereka masih wajar-wajar saja.
"Astaga Daniel, aku hanya kebetulan bertemu. Lagian kamu kan tahu Frans itu siapa. Kamu tahu dia sudah punya anak dan istri yang disayanginya. Jangan menuduh yang tidak-tidak Daniel.."
"Mau dia punya istri atau tidak, yang ku tahu kamu menggodanya. Dan dia juga balik menggodamu. Kalian berdua sangat cocok, sama-sama tidak tahu diri dan tidak punya malu"
Umpatan Daniel semakin menjadi. Semakin banyak orang asing yang secara terang terangan melihat ke arah mereka. Namun Daniel tidak perduli selama kemarahannya bisa tersalur.
Naomi sendiri hanya bisa menundukkan kepala menahan malu. Jantungnya berdebar kencang dan nafasnya mulai memberat menahan tangis. Dirinya sudah seperti seorang istri yang tertangkap basah selingkuh dan dipermalukan di depan umum. "Daniel sudahlah, malu di lihat orang.." Naomi berusaha meredam amarah Daniel.
"Memangnya kamu punya malu? Kalau kamu tahu malu, kenapa kamu menggoda pria lain? Istri macam apa kamu ini?" Tak ada gunanya. Daniel semakin meradang. Upaya Naomi ibarat bahan bakar yang semakin menyulut api amarah Daniel.
"Tidak ada jaminan jika dia beristri berarti dia orang yang baik. Apa bedanya denganmu? Bersuami tapi menggoda orang lain bahkan saat suamimu masih disini. Apa yang terjadi kalau aku tidak disini? Mungkin kalian sudah menyewa hotel".
Astaga mulut suaminya ini sungguh berbisa. Sebegitu parahnya tuduhan itu. Naomi terdiam menahan isak tangisnya. Pria ini, pria yang dicintainya, menaruh kecurigaan yang sangat besar kepada dirinya. Istrinya sendiri.
Sekelebat bayangan wajah Frans melintas di ingatannya. Ucapan pria tadi yang mengatakan sikap kekanakan Daniel seakan terbukti. Ternyata sahabatnya itu memang memperhatikan hubungan Daniel dan Naomi selama ini. Atau sebenarnya bukan memperhatikan, tetapi bisa saja memang interaksi Daniel dan Naomi begitu mencolok?
Sementara Naomi sibuk dengan fikiran dan isak tangisnya yang berusaha dia redam, Daniel sendiri sepertinya masih kesal dan memendam amarah. Dia membalikkan tubuhnya bertolak belakang dengan Naomi. Tidak mau terlibat interaksi apapun dengan istrinya itu. Jika dilihat sepintas, semua orang pastilah tahu kalau atmosfir diantara mereka sangat mencekam. Sangat terlihat jelas karena si pria tidak berusaha menutupi amarahnya, dan si wanita yang terlihat pucat sambil sesekali menahan sesugukannya.
---
Saat operator memanggil mereka untuk memasuki kabin pesawat, Daniel langsung bergegas meninggalkan Naomi tanpa sedikitpun melirik kearahnya. Orang-orang yang sedari tadi menyaksikan pertikaian mereka merasa iba dengan Naomi. Perempuan itu hanya bisa menundukkan kepala sambil mendesah lelah. Dia malu. Sangat amat malu. Dan sakit hati.
Daniel berjalan jauh ke depan meninggalkannya. Mereka terpisah sudah seperti orang asing yang tidak mengenal satu sama lain. Naomi tidak berusaha mengejar langkah Daniel karena dia sendiri masih butuh waktu untuk mengendalikan dirinya.
Saat sudah berada di dalam kabin pesawat, Naomi melihat suaminya sudah duduk di samping jendela. Kepalanya melongok ke arah luar kaca. Telinganya terpasang headset seolah menegaskan dia tidak ingin berbicara kepada siapapun saat ini. Naomi sendiri tidak punya nyali untuk memulai pembicaraan dengan Daniel. Dia tidak mau mengambil resiko yang dapat memancing kembali amarah pria itu. Naomi memilih diam dan perlahan duduk di sebelah Daniel.
Daniel melihat Naomi yang duduk dari sudut matanya. Dia masih amat sangat marah kepada istrinya itu. Dia tahu Naomi bukan istri seperti yang dituduhkan. Tapi egonya sebagai laki-laki tersentil melihat Naomi bisa tertawa kepada pria lain. Dia marah karena menunggu dan Naomi tidak memprioritaskan dirinya sebagai suami. Daniel berdecak kesal dengan fakta Naomi yang memiliki pesona kuat.
Naomi begitu supel sehingga banyak orang yang senang berada di sekelilingnya. Dan Daniel tidak suka itu. Daniel mau Naomi hanya untuknya. Kalau perlu mengurungnya. Mematahkan sayapnya sehingga dia tidak bebas terbang. Memotong tangannya sehingga Naomi tidak bisa melakukan apapun dan hanya bergantung pada dirinya saja. Suaminya.
Sialnya, seolah semesta tidak sepakat dengan ide cemerlangnya, Naomi justru berada dalam kondisi sebaliknya. Dia bagaikan magnet yang mampu menarik siapa saja untuk mendekat. Tidak laki-laki tidak perempuan, semuanya menyukai Naomi. Daniel sungguh tidak suka dengan keadaaan ini. Dirinya merasa terabaikan sebagai suami. Apalagi saat orang-orang mulai memuji Naomi setinggi langit dan seolah menenggelamkan keberadaan Daniel.
Demi apapun juga, Naomi tidak lebih baik darinya. Naomi hanya seorang istri yang kelasnya nomor dua berada dibawahnya. Semua puja-puji itu tidak ada artinya. Karena Daniel adalah seorang suami. Seorang suami selalu berada di posisi pertama dalam setiap hal.
---
Sampai saat penerbangan berakhir dan mereka pulang menuju rumah, Daniel masih menguarkan aura gelapnya. Dirinya masih betah membuang pandang ke arah yang berlawanan dengan Naomi. Dia masih marah. Pokoknya dia marah besar kepada Naomi. Naomi membuang pandang ke arah lain. Sehingga mereka berdua saling memunggungi. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Naomi menghembuskan nafas pelan, takut menyulut suaminya. Dia menerawang mengingat trip liburan yang direncanakan suaminya ini. Sungguh liburan yang 'menegangkan'.
Begitu mereka tiba di rumah, lagi lagi Daniel berlalu meninggalkan Naomi. Mengabaikan fakta bahwa dia perlu sekedar membantu istrinya menurunkan koper mereka. Daniel tidak perduli. Dia turun dari mobil langsung menuju ke rumah. Naik keatas lalu mandi membersihkan diri. Setelah selesai mandi, makanan harus sudah tersedia karena tadi dia melewatkan makan siang di pesawat. Lihat saja kalau makanan belum tersaji. Dia akan mengamuk kepada istrinya itu dengan alasan lalai menjalankan tanggung jawab.
______
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Relationship
RomanceSaat orangtua menjadi pihak ketiga dalam sebuah rumah tangga....