11. Hujan

597 85 3
                                    

Setelah pulang sekolah Aoi menyempatkan diri untuk menemani Athala menyerahkan dana pada Alfin yang berstatus sebagai ketua panitia.

"Lo pulang bareng siapa?" tanya Athala tiba-tiba.

"Taksi mungkin."

"Bareng gue aja." Athala menawarkan diri.

Aoi tampak menimang-nimang sebelum menjawab, "Okey deh."

Athala dan Aoi kompak berhenti melangkah saat seorang cowok juga berhenti tak jauh dari depan mereka.

"Aoi, tadi Papa dateng mau ketemu sama lo. Lo udah ketemu?" Aldrian langsung menyerbu Aoi.

"Nggak!"

"Loh Papa nggak jadi ke sini memangnya?"

Aoi mengendikkan bahu, "Ya mana gue tau, tanya aja sama bokap lo," jawabnya berbohong.

"Emm mungkin Papa sibuk. Kalau gitu kenapa nggak lo aja yang ikut ke rumah?"

"Gue?" tunjuk Aoi pada dirinya sendiri, "Ikut ke rumah lo, ogah banget!"

"Jangan gitu bangetlah, sesekali yuk!" rayu Aldrian.

"Males banget." Aoi memutar bola matanya malas.

"Papa sama Mama pasti bakal seneng banget kalau lo mau." Aldrian tersenyum tulus.

"Gak akan pernah! Dan jangan sebut dia sebagai Mama gue!" Aoi menunjuk Aldrian penuh emosi.

"Udah Yi, kalau nggak mau ya udah jangan." Athala mengerjapkan mata memberi kode pada Aldrian.

"Nggak usah ikut campur lo." Aoi menyentak tangan Athala.

"Gue nggak mau ikut campur tapi gue cuma nggak mau liat kalian berantem. Lo nggak ingat kalau kita tadi habis keluar dari ruang BK dan lo bang jangan maksain."

"Gue cuma ngasih saran terserah Aoi mau nerima atau nggak. Kalian habis ngapain ke BK bareng?"

Aoi menatap Athala supaya cowok itu diam.

"Ada deh pokoknya, jangan kepo!" kata Athala.

"Sialan. Btw kalian mau kemana?"

"Ngurusin banget hidup orang segala ditanya apa-apa," ketus Aoi.

"Habis ke Alfin nyerahin buat dana perpisahan lo nanti."

Perbincangan mereka selesai di situ, Athala segera pamit. Nasihat yang diberikan Aldrian adalah supaya cowok itu mengantar adiknya dengan selamat tanpa lecet sedikit pun.

"Btw gue masih gak nyangka kalau tetangga Kendra yang main gitar waktu itu ternyata lo." Athala bersuara keras supaya Aoi mendengar.

"Kenapa memangnya?" balas Aoi berteriak.

"Kapan-kapan bisalah kita collab." Aoi hanya berdehem sebagai jawaban.

"Kenapa lo nggak ikut ekskul musik aja?" suara Athala terbawa angin keras hingga Aoi butuh waktu untuk mencernanya.

"Males."

"Dasar pemales," cibir Athala.

Aoi mendongak menatap langit yang mendung. Athala menjalankan motornya dengan kecepatan standar. Sepertinya hujan akan turun.

Benar saja tak lama kemudian rintik-rintik hujan turun membasahi tanah.

"Lo nggak mau berhenti dulu?" teriak Aoi merasa bahwa hujannya semakin lebat saja.

"Nyari tempat dulu."

Dari kejauhan Aoi dapat melihat halte, beberapa orang juga terlihat sedang berteduh di sana.

ATHALA [SGS#2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang