Part 6

1.2K 46 2
                                    

Nana menggeliat resah dalam tidurnya, tenggorokannya yang terasa kering membuatnya harus terbangun dari mimpinya. Nana membuka mata, dia melihat kearah jam yang masih menunjukkan pukul 2 dini hari, saat hendak berjalan keluar kamar menuju dapur, Nana melihat kearah ranjang tempat dimana suaminya berbaring. Damai sekali hatinya, melihat orang yang sangat dicintainya tertidur dengan tenang, tidak tau jam berapa suaminya pulang semalam. Ingin sekali Nana berbaring di dalam pelukan suaminya yang hangat itu, entah apa yang berada dalam pikirannya.

Nana berjalan mendekat, dia benar-benar sangat merindukan suaminya. Rasa haus yang membuatnya terbangun sudah dilupakannya begitu saja, pikirannya hanya menuju pada keinginannya memeluk suaminya dalam tidurnya. Nana berbaring di samping suaminya, ditatapnya wajah suaminya dalam-dalam. Hembusan nafasnya sangat tenang, membuat hati Nana begitu tentram merasakan hangat nafasnya yang sangat dekat. Perlahan Nana membelai lembut wajah suaminya, ingin sekali Nana menciumnya, namun dia tidak ingin membuat suaminya terbangun. Entah apa yang akan terjadi jika suaminya sampai terbangun dan mendapati Nana yang berada disampingnya.

Tapi Nana tidak bisa menahan diri, baginya sudah kepalang tanggung, dia bertekad mendekat pada suaminya sendiri. Perlahan Nana melingkarkan tangannya pada perut Noah, kepalanya yang hanya sebatas bahu Noah ditempelkannya pada lengan kekar suaminya itu. Merasakan hangat tubuh suaminya dan tidur memeluknya, benar-benar membuat hati Nana sangat damai, hingga tak terasa Nana malah tertidur sambil memeluk suaminya itu.

Dan pagi hari saat Noah membuka mata,
"Brengs***kk!" Noah melempar tubuh Nana yang ringan ke arah lemari pakaian besar yang berada dekat dengan ranjangnya.

Nana yang terkejut karena merasa dirinya melayang reflek membuka matanya dan,
"Aarrgghhhh...." Nana terpental. Tulang punggungnya yang lebih dulu mendarat pada lemari pakaian dan kemudian jatuh di lantai seakan remuk semua dalam sekejap, seketika Nana tidak sadarkan diri.

Noah yang melihat istrinya tergeletak tidak sadarkan diri malah tersenyum senang, dia mengikat tangan Nana kebelakang dan berniat menyeretnya menuju gudang. Noah menengok ke kanan dan ke kiri memastikan tidak ada satu pun yang melihatnya sedang menyeret istrinya sendiri, beruntungnya saat itu tidak ada orang yang melihat Noah menyeret istrinya, dia takut adik laki-lakinya yang suka ikut campur dalam urusannya itu melihatnya. Seketika Noah merasa dirinya menang karena berhasil menyiksa Nana tanpa ada yang mengganggu. Lama Nana tak sadarkan diri, saat dia perlahan tersadar, Nana merasakan tangannya tidak bisa digerakkan. Dan saat sudah benar-benar tersadar, dia merasakan bahwa kedua tangannya terikat di balik punggungnya. Dan apa ini? Kenapa bisa berada di gudang? Nana mencoba melepaskan ikatan tangannya, namun gagal.

Noah yang bersandar di depan pintu tertawa menakutkan, Nana yang mendengar suara tawa itu menyadari bahwa dia tidak sendiri didalam ruangan yang pengap ini. Nana menatap mata Noah memelas meminta belas kasih agar Noah mau melepaskannya, hingga buliran air mata perlahan jatuh membanjiri wajahnya.Noah sama sekali tidak tersentuh, perlahan dia mendekati Nana dan menjambak rambutnya.

"Ini adalah hukuman karena kau sudah berani menyentuhku tanpa ijin dariku!" tegas Noah.

Nana hanya diam dan menangis, "Kenapa Noah? Kenapa kau tidak bisa sedikit saja melihat cinta dimata ku untukmu?" batinnya menjerit.

"Maafkan aku, tolong maafkan aku!" Nana menundukkan kepalanya di kaki Noah.

Noah menyeringai, "Bagus sekali, lakukan terus seperti itu Sayang!"

"Tolong maafkan aku, aku tidak akan menyentuhmu tanpa ijin lagi," sesal Nana yang masih menundukkan kepalanya di kaki Noah.

"Baiklah, karena hari ini mood ku sedang baik, maka aku akan membebaskanmu."

Nana mengangkat kepalanya, "Terima kasih."

"Hanya jika kau bisa melepaskan ikatan mu sendiri." Noah menendang kaki Nana dan berlalu pergi meninggalkannya sendirian di dalam gudang.

Nana menangis sejadi-jadinya, dan ketika Nana mencoba menggerakkan badannya tiba-tiba,
"Aaakkhh...." punggung Nana terluka, benturan keras yang dirasakannya tadi ternyata meninggalkan luka yang cukup lebar.

Nana berteriak frustasi, "Ayaah... bawa aku pergi dari sini!"

Hampir putus asa Nana rasakan, hatinya terluka disaat bersamaan dengan cintanya yang semakin besar pada suaminya. Tapi lagi-lagi cintanya mengalahkan rasa sakitnya, Nana masih berharap bahwa suatu hari suaminya akan membuka hati untuknya. Tapi untuk saat ini saja, bolehkah dia menyerah? Bolehkah dia berharap ada seseorang yang memeluknya dan menguatkannya? Hati perempuan mana yang tidak hancur jika suaminya sama sekali tidak ingin disentuh oleh istrinya sendiri? Nana membaringkan tubuhnya menyamping, rasanya sudah tidak kuat lagi duduk menyangga tubuhnya yang terluka. Sampai beberapa menit kemudian Nana kembali tidak sadarkan diri.

Leon yang mendengar suara keributan, mencari-cari dimana letak sumber suara itu. Tujuan utamanya adalah kamar kakaknya, namun saat sampai di sana, dia tidak menemukan siapapun. Leon terus mencari di setiap sudut-sudut rumah kakaknya dan langkahnya terhenti saat sampai pada ruangan yang berada di ujung. Saat mencoba membuka pintu, pintu itu terkunci. Dia berteriak, mungkin saja ada orang di dalam, tapi sama sekali tidak ada jawaban. Tanpa menunggu lama Leon segera mengambil linggis untuk mencongkel pintu itu, dan pemandangan yang didapatinya sangat membuatnya terkejut.

"Kak Nana! Ya Tuhan, apa yang terjadi padamu Kak?" Leon menghampiri Nana dan segera membuka ikatan talinya.

"Apa kakakku yang melakukan ini padamu Kak? Tolong bangunlah Kak! Buka matamu!" Leon yang panik langsung menggendong tubuh kakak iparnya.

Leon membawa Nana kedalam kamar kakaknya, dia membalurkan minyak angin di sekitar hidung Nana dan telapak kakinya, dia juga menggosok-gosokkan telapak tangan Nana dengan telapak tangannya. Perlahan Nana membuka mata, dia berusaha duduk tapi Leon mencegahnya.

"Berbaring saja Kak, jangan lakukan apapun!"

"Tapi aku tidak bisa terus berbaring, karena punggungku sakit!" Nana merintih menahan perih.

"Kenapa dengan punggungmu? Apa kau terluka?"

Nana hanya bisa mengangguk menjawab pertanyaan adik iparnya. "Tolong panggilkan Ratna! Biar dia yang mengobati ku."

"Tidak Kak, sebaiknya kita ke rumah sakit saja," bantah Leon.

"Tidak perlu Leon, aku tidak ingin pergi ke sana. Cepat panggilkan Ratna saja!"

Leon sejenak terdiam, "Aku mohon Leon, biar Ratna saja," pinta Nana sekali lagi.

"Baiklah tunggu sebentar, aku akan panggilkan Ratna."

Saat Ratna melihat luka di punggung majikannya, dia menangis.
"Ya Tuhan, bagaimana bisa terluka sampai seperti ini Mbak?" tanya Ratna sambil mengobati punggung majikannya dengan perlahan.

"Aku terpeleset dan tidak sengaja terbentur lemari pakaian Rat," jawabnya sambil meringis menahan rasa perih di punggungnya.

"Aku tidak yakin jika ini kecelakaan, pasti ini disengaja. Apa Mas Noah yang melakukannya? Sungguh terbuat dari batu hatinya itu," batin Ratna sambil terus memberikan obat merah pada punggung majikannya.

"Terima kasih Rat, bisa kau tinggalkan aku sendiri? Dan tolong katakan pada Leon bahwa aku ingin istirahat tidak ingin diganggu saat ini!"

"Baiklah Mbak, saya permisi. Semoga lekas membaik."

"Terima kasih."

Leon yang melihat Ratna membuka pintu segera menghampiri, "Bagaimana? Apa kau sudah mengobatinya dengan benar?"

"Sudah Mas Leon, dan tadi Mbak Nana berpesan pada saya jika tidak ingin diganggu saat ini. Dia ingin istirahat."

Sejenak Leon terdiam, "Baiklah, terima kasih."

Ratna berlalu pergi, Leon yang masih berada didepan kamar kakaknya masih diam tak bergeming. Ingin sekali dia menerobos masuk dan melihat keadaan kakak iparnya itu. Tapi dia tidak ingin memaksakan kehendaknya yang bisa membuat kakaknya tertekan hingga takut menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Leon tidak punya pilihan lain, kali ini dia membiarkan kakak iparnya istirahat sendirian di dalam kamar.

"Jika benar kakakku yang melakukan ini padamu, aku tidak akan ragu lagi untuk membawamu pergi dari sini kak. Aku tidak bisa membiarkan kakakku terus menyakitimu,"  janjinya dalam hati.

*****

Revenge MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang