Part 34

1.1K 30 4
                                        

Satu minggu sudah berlalu, selama itu juga Nana masih belum bisa mengambil keputusan apa yang akan dipilihnya demi kebaikan bersama. Apa dia bisa menerima madunya? Atau dia lebih memilih pergi merelakan suaminya. Semuanya terasa begitu berat. Setiap hari Noah berusaha membujuknya dengan berbagai macam cara, namun Nana masih saja diam. Dia hanya mengurus semua keperluan suaminya namun enggan sekali bicara dengannya.

"Sudah satu minggu, apa yang harus aku lakukan? Kenapa cobaan ini begitu berat? Aku benar-benar tidak bisa berfikir," pasrah Nana membuang nafasnya.

Di ruang makan hanya terdengar suara dentingan sendok antara dua pria. Selama satu minggu itu juga hanya hening yang terasa di dalam rumah. Semuanya bungkam, hanya Noah yang masih banyak bicara berusaha membujuk istrinya agar dimaafkan.

"Leon," panggil Noah.

"Hmm?" jawabnya malas.

"Apa Nana mau bicara denganmu?" tanya Noah.

"Untuk apa kau menanyakannya?" ketusnya.

"Tolong bantu aku membujuknya! Aku tidak tau lagi harus berbuat apa agar dia mau memaafkanku," pintanya dengan sendu.

"Entahlah."

"Ku mohon Leon, mungkin dia akan mendengarkanmu," pintanya lagi.

"Lalu bagaimana dengan keputusanmu sendiri? Kau akan menikahi ja*ng itu? Atau kau  akan... "

"Tidak!" tegas Noah memotong ucapan Leon.

"Apa maksudmu?" tanya Leon heran.

"Aku tidak mau menikahinya! Anak itu juga pasti bukan anakku Leon!" tegasnya.

"Bisa kau buktikan ucapanmu itu?" tantang Leon.

"Itu... "

"Memang dasar pria yang tidak berguna!" sindir Leon yang langsung beranjak dari meja makan meninggalkan kakaknya.

Noah mencengkeram erat sendok yang dipegangnya, frustasi sudah rasanya menghadapi keadaan sulit seperti ini. Dia tidak ingin menyakiti istrinya, tapi kenyataannya dia terus saja menancapkan panah di hati istrinya.

***

Angin malam menemani pria malang yang sedang duduk di kursi taman, dengan pandangan kosong dan penampilan yang acak-acakan, hanya sebatang rokok yang setia menemaninya di malam itu.

Nana yang tidak sengaja melihat suaminya duduk termenung di taman, hanya memperhatikannya dalam diam. Entah benar atau salah tindakannya mendiamkannya seperti itu. Rasanya masih sakit sekali jika mengingat suaminya menghamili perempuan lain. Tapi jika sudah mencintai, apa lagi yang harus dilakukan selain memaafkan? Entahlah.

Tok... tok... tok

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Nana. Entah siapa yang malam-malam begini datang berkunjung. Leon yang sedang berada di dalam kamar pun keluar karena mendengar suara ketukan pintu.

"Biar aku saja yang membukanya Kak," ucapnya pada Nana.

"Baiklah."

Saat Leon membuka pintu, tiba-tiba badannya terasa kaku. Matanya menatap heran pada seseorang yang sedang berada di hadapannya saat ini.

"Boleh aku masuk?" tanya gadis yang memiliki rambut keriting itu.

Nana yang penasaran dengan tamu yang tidak diundang itu pun menyusul Leon menuju ke depan pintu. Tak kalah terkejutnya dengan Leon, Nana pun diam mematung memandangi tamu yang datang.

"Kau..." suaranya seperti tercekat di tenggorokan.

"Hai Nana, boleh aku masuk?" tanya Amanda tanpa dosa.

Revenge MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang