Part 14

1K 29 0
                                    

Dua jam sudah berlalu, namun Noah masih juga belum membuka matanya. Nana sama sekali enggan meninggalkan suaminya bahkan untuk makan dan minum sekalipun. Leon melihatnya sedikit khawatir namun tidak melakukan apapun, dia hanya diam memperhatikan kakak iparnya yang sama sekali tidak ingin meninggalkan kakaknya yang sudah begitu kejam padanya itu. Saat sedang melamun karena terlalu lama memperhatikan kakak iparnya, tiba-tiba dia teringat sesuatu yang membuatnya langsung melonjak dari duduknya.

"Mama!"

Nana yang melihat adik iparnya tiba-tiba berteriak memanggil mama spontan mengerutkan dahinya, "Kenapa lagi dia? Selalu saja membuat orang lain terkejut," batinnya seraya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah adik iparnya itu.

"Bagaimana aku bisa lupa kalau aku harus menghubunginya, dia pasti khawatir dan berfikiran yang tidak-tidak, matilah kau Leon," gusarnya sambil berlalu ke luar ruangan sambil menggenggam ponsel.

Nana tidak menghiraukan adik iparnya itu, dia sama sekali enggan meninggalkan suaminya. Karena mengantuk, Nana meletakkan kepalanya di atas tangannya yang sedang menggenggam tangan Noah dan tidak lama kemudian matanya terpejam.

Tuutt... tuutt... tuutt

Leon menghubungi mamanya sambil berdoa dalam hati supaya mamanya tidak marah lagi padanya kali ini. Namun sepertinya yang ditakutkan memang benar-benar akan terjadi. Hatinya tidak tenang menunggu mamanya mengangkat telponnya, bahkan jantungnya pun berdegup sangat kencang.

Deg... deg... deg

"DASAR ANAK TIDAK TAU DI UNTUNG! MEMANGNYA SEJAUH MANA JARAK DARI TEMPATMU KE RUMAH SAKIT TERDEKAT HAAHH...?" teriak mamanya dari balik telepon.

Leon yang mendengar mamanya berteriak dalam telepon matanya membulat dan seketika menjauhkan barang berbentuk persegi itu dari telinganya, rasanya sakit sekali telinganya jika harus mendengar mamanya berteriak di balik telepon.

"Ha-halo Ma," kata Leon gugup.

"APA?" teriaknya lagi.

"M-maaf Ma, aku tadi lupa menghubungi Mama. Keadaan kakak baik-baik saja Ma," jelas Leon.

"Benarkah? Katakan kalian di rumah sakit mana, sekarang mama dan papa sudah berada di rumah kakakmu!" tanyanya lagi.

"Ap-apa? Mama dan Papa sekarang sud-sudah di rumah kakak? Bagaimana bisa?" tanya Leon panik.

"Bagaimana bisa apa maksudmu? Apa mama harus diam saja di rumah yang sudah dua jam menantikan kabar darimu?" bentaknya kesal.

"Bukan begitu Ma, maksudku... "

"Sudah diam! Katakan saja dimana kakakmu dirawat," katanya lagi tanpa mau mendengar penjelasan anaknya.

"Baiklah, akan aku kirimkan alamat rumah sakitnya melalui pesan," jawab Leon pasrah.

"Ya sudah!" jawab mamanya ketus.

Leon mengacak-acak rambutnya frustasi, dia mondar-mandir di depan pintu ruangan kakaknya dirawat. Hatinya tidak tenang memikirkan harus bagaimana jika mama dan papanya datang. Apa mama dan papanya tau soal balas dendam yang dilakukan kakaknya pada Nana? Apa mama dan papanya juga tau kalau selama ini kakaknya berselingkuh dari Nana? Jangan sampai mama dan papanya melihat Amanda juga disini. Apa yang harus dilakukannya saat ini? Siapa yang bisa membantunya sekarang? Apa harus meminta bantuan pada Brian lagi? Ya, mungkin hanya Brian yang bisa membantunya saat ini. Leon segera mengambil ponselnya disaku celana dan menghubungi nomer Brian.

"Ada apa Leon?" tanya Brian dibalik telpon.

"Mmm... begini kak, apa aku boleh minta tolong padamu?" tanya Leon ragu.

Revenge MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang