Ahn Jisoo adalah gadis yang hamil di luar pernikahan. Kesalahan fatal yang terjadi di masa lalu membuatnya sangat menyesal dan akhirnya menumbuhkan benih yang sudah dilahirkannya yakni Jae. Semua ini membuatnya diusir oleh keluarganya. Ayahnya sanga...
"JANGAN BERANI KAU MENGINJAKKAN KAKIMU DI RUMAH KELUARGA AHN!"
Teriakan yang memekikkan telinga terdengar jelas di telinga ketiga orang yang tengah berkumpul di sofa ruang tamu. Seorang wanita muda hanya bisa menunduk, pasrah menerima luapan kemarahan dari pria yang ada didepannya yang biasa dipanggilnya-Appa. Tatapan ayahnya menunjukkan kekecewaan dan kemarahan. Tapi kemarahan adalah hal yang paling mendominasi. Ahn Jisoo tak berani memandang ayahnya lebih dari lima detik karena aura mendominasi ayahnya yang kuat dan menyeruak. Benar-benar menyeramkan. Membuat jantungnya seakan bisa berhenti berdetak saat itu juga.
Tatapan ayahnya dengan suara tinggi terdengar semenjak fakta yang disembunyikan Ahn Jisoo selama satu bulan ini terbongkar. Berawal dari dirinya yang tak bisa menelan sarapannya dan terus muntah membuat ibunya diam-diam memanggil dokter. Sudah sejak lama ibunya meminta ke rumah sakit atau memanggil dokter, tapi Jisoo menolak dengan alasan dia baik-baik saja. Padahal dia hanya ingin menyembunyikan rahasia terbesarnya. Tapi dia tak bisa menolak atau menyembunyikan lagi ketika orang tuanya memaksanya untuk tetap diperiksa dan akhirnya semua terungkap.
Kehamilannya.
"Ahn Jiho! Apa maksudmu? Kau ingin mengusir putrimu dari rumah ini?" Ahn Hana yang sejak tadi hanya diam, akhirnya membuka suara. Menatap suaminya dengan tatapan berapi-api. Tak terima.
"Putri?" Jiho membalas tatapan istrinya itu, tak kalah sengit. "Semenjak semua terungkap, dia bukan putriku! Dia bukan bagian dari keluarga ini!"
"Ahn Jiho!" Hana membentak. Matanya berkaca-kaca. Namun berusaha keras ditahannya. "Aku tahu, dia memang salah. Tapi apakah harus kita mengusirnya? Bagaimana dia bertahan hidup? Aku tak terima keputusanmu jika kau ingin memintanya pergi darisini!" bentaknya penuh penekanan di setiap kata ataupun kalimatnya.
"Dia sudah membuat kesalahan bodoh yang jelas akan memalukan keluarga kita! Bagaimana jika rekan kerja sama, teman-temannya perusahaanku tahu? Atau berita ini bisa diambil musuh untuk menghancurkan perusahaan!"
"Jadi perusahaan itu jauh lebih penting dari putrimu?"
"Aku tak akan merelakan perusahaanku hanya karena kesalahan bodohnya!"
Hana benar-benar terkejut. Tak menyangka kalimat semacam itu akan keluar dari bibir suaminya. Jiho yang tenang, dingin dan memang selalu berbicara dengan kalimat menusuk, tidak disangkanya bisa tega melakukan semua dan mengatakan semua itu. Terlebih didepan putrinya sendiri, yang sekarang tampaknya benar-benar tidak ingin diakuinya sebagai keluarga Ahn.
"Kau memang hilang akalmu, Jiho!" bentak Hana. Dia kemudian mendekati Jisoo yang sejak tadi hanya diam melihat pertengkaran orang tuanya. "Maka baiklah! Aku akan pergi bersama Jisoo! Hapus juga namaku dari keluarga Ahn!"
Jiho sendiri terlihat jelas mengetatkan rahang. Dia tahu jelas Hana adalah tipe wanita lembut dan cenderung mengalah, tidak pernah ingin berargumen seperti ini dengannya-bahkan hampir tak pernah. Tapi sekarang demi Jisoo yang jelas sekali berdosa, melalukan semua itu, Hana berani melawannya, membentaknya. Tapi Jiho memang tidak mengerti. Hana adalah seorang ibu. Ibu tidak akan tega melihat semua itu terjadi. Tepat di hadapannya. Dia akan melakukan apapun untuk anaknya.
"Maka pergilah. Jangan bawa putrimu lagi juga," dinginnya sukses membuat Hana melebarkan mata tak percaya. Tidak menyangka Jiho bahkan rela kehilangan keluarganya hanya demi perusahaan.
"Jangan, Appa!" Jisoo yang sejak tadi hanya diam akhirnya membuka suara. Tidak bisa membiarkan semua ini terjadi.
Dia sontak memandang Hana dan Hana juga turut memandangnya. Dia melihat kesedihan dan kekecewaan di mata ibunya. Tentu saja. Siapapun di posisi Hana akan kecewa. Jisoo tak bisa menahan air matanya. Hana pasti sangat hancur, terkejut, sedih bukan main mengetahui Jisoo ternyata sudah melakukan dosa. Bahkan sekarang tengah mengandung dan membawa nyawa lain dalam perutnya.
"Eomma," lirihnya. Jisoo menghampiri Hana, menggengam tangannya erat. "Ini salahku."
"Jisoo-ya," panggil Hana tak kalah lirih. "Kenapa kau melakukan ini, Jisoo? Kau membuat kami kecewa."
Jisoo kembali menangis mendengarnya. Sungguh. Dia sangat menyesal telah melakukan semua itu. Awalnya Jisoo jelas menolak fakta ketika alat tes kehamilannya menunjukkan kalau dia tengah mengandung. Tapi berkali-kali mencobapun hasilnya sama, bahkan ketika dia sudah ke rumah sakit. Jisoo tentu saja menemui lelaki brengsek itu. Tapi hasilnya pria itu memutuskan hubungan mereka, menolak, dan pergi menghilang. Memblokir nomor Jisoo. Membiarkan Jisoo hancur seorang diri.
"Aku memang salah dan bodoh, Eomma. Aku sangat salah. Aku akan pergi dari sini."
Mendengarnya Hana melebarkan mata, lekas menggeleng cepat. Dia memegang tangan Jisoo semakin erat. "Tidak. Kau tidak boleh pergi, Jisoo-ya."
Jisoo sendiri menggeleng. Mengigit bibir sejenak sebelum menarik satu senyumannya yang sangat sulit dia kembangkan. Perlahan dia melepaskan tangan Hana yang menggengamnya. Semua ini karena kebodohannya. Kesalahannya sendiri. Andai saja dia tidak meletakkan semua kepercayaannya dan melakukannya dengan pria brengsek itu, semua akan baik-baik saja.
Dia yang sudah melakukan semua ini, dia yang akan bertanggung jawab. Hanya dia. Tidak boleh melibatkan ibunya sama sekali.
"Kau tidak boleh menanggung kesalahanku, aku memang pantas pergi. Kau tidak pantas ikut denganku." Jisoo bisa melihat jelas Hana menggeleng cepat-menolak. Namun dia tentu saja tetap kepada keputusannya.
Jisoo kemudian menarik napas dalam. Memandang ayahnya yang sengaja membelakanginya sehingga Jisoo hanya bisa melihat punggungnya, kemudian memanggil, "Appa."
Suaranya benar-benar serak dan parau. Dadanya terasa sesak. Jiho sendiri hanya melirik sedikit. Tapi Jisoo sudah tersenyum senang. Setidaknya Jiho bersedia meliriknya.
"Aku tidak akan mengugurkan kandunganku, opsi pertama yang kau berikan. Aku akan melahirkan dan membesarkan bayiku sendiri. Aku tidak akan mengugurkannya. Dia sama sekali tak salah disini. Aku akan menjaganya sendirian."
Jisoo spontan mengusap perutnya. Jiho sendiri menoleh, memandang Jisoo dengan mata melebar-terkejut. Namun tak lama, dia berusaha tetap tenang. Kembali memasang raut wajah datar dan dingin. "Jika kau tidak mau mengugurkannya, kau akan pergi selamanya dari keluarga Ahn. Kau tidak akan bisa kembali kesini. Kau yakin dengan keputusanmu?" tanyanya dingin. Namun tegas.
Jisoo sendiri mengulum bibirnya sejenak. Menunduk sejenak, sebelum mendongak dengan dada yang begitu sesak, kemudian menarik napasnya. Setelahnya dia berucap dengan tegas, "Aku yakin. Aku akan pergi dari keluarga Ahn."
. . . . . . -To Be Continue-
Haii. hahaha. Udah lama banget si gak buat cerita Jinsoo lagi. Cuman kepikiran aja mau buat lagi. Siapa tahu bisa dinikmatin sama kalian. Jadi, gimana nih chapter 1-emang pendek ya, aku mau kasih tahu dulu kek awalnya gimana-gimana. Nanti chapter 2 aku buat lebih panjang tenang.
Boleh dong komen dan dukungannya. Aku pengen coba buat cerita kek gini. Udah banyak ya kalau kalian baca'baca di wattpad. Aku juga pengen coba buat deh, hehe. Semoga aja seru. Covernya akan aku edit ya nanti. Tenang aja. Sampai sini dulu deh. Sampai jumpa di chapter selanjutnya, jangan lupa dukungannya. Dadah..
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.