Scenario Part 36

274 32 2
                                    

“Kau benar-benar sudah kenyang?”

“Iya, Sayang.”

Jisoo akhirnya memilih percaya saja ketika pertanyaan yang sama sudah dia tanyakan untuk ke empat kalinya. Dia menanyakannya karena Seokjin baru saja makan beberapa suap, tapi dia memaklumi karena Seokjin baru saja pulih, jadi nafsu makannya belum naik sepenuhnya. Ya, walau Jisoo tahu, keduanya sama-sama kehilangan nafsu makan karena kejadian di rumah sakit. Terlebih, Hana sama sekali tidak pernah menghubunginya lagi.

“Ji.” Seokjin memanggil, kala Jisoo mendekat, dia langsung menarik tangannya, menarik Jisoo ke arahnya dan Jisoo spontan duduk di pangkuannya. Jisoo tak terkejut. Sudah terbiasa. “Kurasa besok kita harus segera melaksanakan rencana kita,” sambungnya seraya memainkan ujung rambut Jisoo.

Jisoo melebarkan matanya. “Maksudmu, menemui keluargaku?” tanya Jisoo memastikan dan Seokjin mengangguk. Jisoo terkejut, lalu buru-buru menggeleng. “J—jangan. Maksudku, bukankah itu terlalu cepat? Kau baru saja sembuh, lebih baik kau—”

“Kita sudah terlalu lama menghindari masalah ini tanpa sengaja menurutku,” sela Seokjin karena tahu apa yang hendak Jisoo katakan. “Tenang saja. Semua akan baik-baik saja. Lagi pula cepat atau lambat kita harus menghadapinya. Tenang saja. Ada aku. Kita akan terus bersama.”

Seokjin tahu Jisoo panik dan khawatir. Terlebih, dari raut wajahnya, dia tahu Jisoo panik. Seokjin tersenyum lembut, mengusap wajah Jisoo berusaha menenangkan juga.

Jisoo menghembuskan napasnya. Dia berusaha tetap tenang. Lalu, dia memaksakan senyumannya dan mengangguk. “Iya. Aku percaya padamu. Tapi, aku takut, Jin, bagaimana jika kita diminta bercerai atau berpisah?”

Seokjin tersenyum lagi. Walau di dalam hatinya, pikirannya, selama ini, yang dia khawatirkan adalah hal ini. Dia sampai sulit tidur. Untung saja ada Jisoo yang menjaganya atau bisa dipastikan, keadaannya tidak akan membaik seperti ini. Tapi, dia tahu, untuk saat ini yang harus dipikirkannya adalah bagaimana menenangkan pop Jisoo, berusaha terlihat tenang, walau sebenarnya tidak setenang itu.

“Maka aku akan menghalanginya. Aku tidak akan bercerai denganmu. Tenang saja, percaya kepadaku. Kau tahu suamimu, kan?”

Maka, Jisoo sudah dapat mengulas senyum, walau masih belum terlihat tenang dan mengangguk. “Iya. Aku percaya padamu, Seokjin-ah,” jawabnya membuat Seokjin lega.

Seokjin lalu langsung memeluk Jisoo dan mengecup puncak kepala Jisoo. Lalu, diam-diam Seokjin melunturkan senyumannya merasakan ketakutan merambat ke dadanya.

***

Keesokan harinya sesuai dengan yang dikatakan Seokjin, mereka pergi ke rumah Jisoo untuk menemui orang tuanya. Jisoo tentu gugup. Entah sudah berapa lama dia tidak kemari lagi. Tapi, Seokjin berusaha menenangkannya, walau dirinya sendiri juga gugup. Usai menekan bel rumah, Jisoo sudah menduga yang akan keluar adalah pelayan tertua yang masih bekerja di rumahnya. Dia senior. Jisoo begitu menghormatinya, bahkan memanggilnya bibi.

Terlihat jelas, dia terkejut menemukan Jisoo berdiri dengan Seokjin di sini. “Ah, Nona, kau datang?” Binar bahagia terlihat di matanya. Dia lekas membuka pintu dan mempersilahkan Jisoo masuk.

Tapi, kebahagiaan seketika sirna ketika dia mengalihkan pandangan ke arah Seokjin. Dia langsung berdecih dan melanjutkan, “Nona, bukankah ini gila? Dia orang yang sudah memperkosamu, kenapa kau masih ingin bersamanya? Bercerai saja. Kudengar-dengar, Nyonya akan datang dan memaksanya untuk menandatangani surat perceraian,” desis pelayan itu sinis. Seokjin sampai terkejut karena ibu Jisoo pasti yang menceritakannya. Dia sangat mempercayainya.

Jisoo sendiri tak terkejut. Dia sudah menduga. Ibunya dan pelayan yang panggilannya ‘Bibi Kim’ sudah begitu dekat, bagaikan sahabat, bahkan saudara. Jadi, ketika ibunya membutuhkan sandaran untuk bercerita, sudah dipastikan Seul akan datang dan ibunya menceritakan semuanya. Seul juga sudah menganggap Jisoo seperti putrinya sendiri. Itu mengapa, dia begitu membenci Seokjin.

Scenario✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang