“Jae, Iseul, Jin.”
Kedua pria itu menoleh ketika ada yang memanggil. Menemukan Jisoo tengah berjalan ke arah mereka dengan dua botol minuman. Seokjin sendiri tersenyum—mengucapkan terima kasih seraya menerima jus jeruk pemberian Jisoo dalam botol. Sedangkan Jae sudah menikmati botol minumnya berisi susu, begitupula Iseul. Jisoo mengakui jika pesona Seokjin cukup kuat. Atau dia memang sangat ahli mendapatkan perhatian atau kesan pertama yang baik. Jae yang sudah terpicut pesonanya, sekarang Iseul juga ikut terpicut. Dia sangat menyukai Seokjin. Mengatakan Seokjin adalah Paman terbaik, pria terbaik setelah ayahnya—Jungkook. Mungkin tidak hanya anak kecil, tapi Jisoo juga.
Dia merasakan jantungnya yang mendadak berdebar tak karuan kala Seokjin tersenyum kepadanya. Beberapa Minggu atau mungkin bulan bersama Seokjin membuat dia mengenal Seokjin lebih jelas, mengetahui semua kebaikan dan melihat kehangatan sikap Seokjin secara langsung.
“Ada baiknya kau tidak sering bermain dengan mereka, Jin.” Sekarang Jisoo juga memanggil Seokjin ‘Jin’. Agar lebih akrab katanya.
Seokjin sendiri mengerutkan kening. “Memangnya kenapa? Kau tidak suka aku bermain dengan Jae atau Iseul?” tanyanya dengan alis terangkat sebelah.
“B-Bukan begitu!” bantah Jisoo cepat, takut terjadi salah paham. “Hanya saja aku mendengar dari Lisa, tak lama lagi kau akan menjadi manager di perusahaan Jungkook. Kau tentu saja tidak bisa bermain lama seperti ini dengan mereka. Nanti bisa-bisa mereka malah tidak terbiasa.”
“Ah. Aku mengerti maksudmu,” ujar Seokjin lembut dengan senyuman yang lembut pula membuat jantung Jisoo rasanya ingin melompat. Raut wajahnya berusaha dibuat setenang mungkin.
Terlebih dia melihat tangan Seokjin juga mengusap kening yang berkeringat karena pasti Jae dan Iseul mengajaknya bermain sampai mereka bertiga berlari-lari. Atau mungkin efek panas matahari karena mereka memang ada di taman di belakang rumah Jisoo yang pintunya tersambung dengan rumah Jungkook. Bisa dikatakan, taman ini adalah taman rumahnya dan Jungkook. Matahari juga terik membuat Jisoo berkali-kali mengingatkan untuk bermain di bawah pohon besar yang ada disana.
“Kau benar. Sebenarnya Jungkook bisa mengurus sejak awal, tapi aku menolak. Aku masih ingin bermain dengan mereka berdua tanpa batas waktu. Tapi aku tak bisa lebih lama menunda. Aku harus bertanggung jawab.” Seokjin melirik ke arah Jae dan Iseul yang tengah bermain dengan senyuman lembut. “Nanti aku akan mencoba memberikan pengertian kepada mereka. Aku akan bangun pagi dan bermain sebentar dengan mereka sebelum berangkat. Mungkin lebih kepada Jae karena Iseul tidak bangun sepagi Jae.”
Mata Jisoo melebar seketika. Buru-buru menggeleng. “T-Tak perlu—”
“Aku harus,” sela Seokjin. Agaknya itu sudah menjadi kebiasaan. “Aku mau bermain dengan Jae, tidak keberatan. Ingin juga bermain dengan Iseul. Aku akan bermain dengan mereka di malam hari hanya sebentar. Akan lama jika tidak ada pekerjaan. berdua penyemangatku, selain Jungkook, Lisa.”
“Iya. T—“
“Dan kau.”
Jisoo yang hendak bicara, sontak terdiam mendengarnya. Seokjin sendiri menarik satu senyuman lembut seolah yang dikatakannya hanyalah hal santai. Tapi sukses membuat jantung Jisoo berdebar gila. Bahkan dia hanya bisa mematung dan kepalanya terasa kosong mendadak.
“Mau minum?” Tiba-tiba Seokjin mengulurkan botol jus jeruk yang diberikan Jisoo tadi. Masih tersisa setengah.
Jisoo yang gugup hanya mengangguk cepat, kemudian buru-buru mengambil dan meminumnya cepat. Jisoo meminumnya sampai habis. Ketika minumannya habis, dia menyadari Seokjin yang tersenyum miring dan menatap intens ke arahnya membuat keningnya berkerut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scenario✅
RomanceAhn Jisoo adalah gadis yang hamil di luar pernikahan. Kesalahan fatal yang terjadi di masa lalu membuatnya sangat menyesal dan akhirnya menumbuhkan benih yang sudah dilahirkannya yakni Jae. Semua ini membuatnya diusir oleh keluarganya. Ayahnya sanga...