Scenario Ending

642 37 5
                                    

“Ji?”

Mata Seokjin menggeledah seisi kamar, mencari Jisoo. Dia tidur bersama Jisoo, sedangkan Jae tidur sendiri di kamarnya. Beberapa minggu dia sudah berada di rumah ini. Semuanya berjalan baik. Namun, menurut Jisoo tidak. Bagaimana tidak? Seokjin rasanya diperlakukan tidak baik seperti menjadi pembantu saja. Dia membantu memotong rumput dan lain sebagainya yang harusnya dikerjakan pelayan di rumah ini. Tapi, Seokjin tidak masalah dan selalu berusaha menenangkan. Dia tahu, ayah dan ibu Jisoo sedang mengujinya. Demi hubungannya dengan Jisoo, dia rela melakukan apapun. Lagi pula sepulang kerja, dia hanya mengerjakan sedikit, begitupula libur. Tidak berlebihan. Walau Jisoo terus meminta maaf dan lain sebagainya.

Seokjin biasanya akan turun dan mencari, namun ketika melirik ke nakas ada kertas note di sana, dia lekas mengambil dan melihatnya.

Jin, aku dan Jae pergi ke taman bersama Ibu. Maaf, aku tidak bisa apa-apa selain ikut. Aku akan kembali secepatnya ^^’

Seokjin tersenyum manis melihat isi pesan Jisoo. Ah, kmenggemaskan sekali istrinya. Dia tahu, Jisoo sengaja memakai kertas notes karena Seokjin pasti akan langsung mencarinya, tidak membuka ponsel terlebih dahulu, sengaja dia memakai kertas notes di nakas yang mudah terlihat juga sehingga Seokjin bisa melihatnya dan pesan Jisoo.

Seokjin mengambil ponselnya, mengirimkan pesan kepada Jisoo.

Seokjin:
Aku sudah membaca isi kertasnya. Selamat bersenang-senang ^^

Tak sampai satu menit, pesannya sudah dibalas Jisoo.

Jisoo:
Maaf, Jin. Aku meninggalkanmu sendirian di sana. Aku bahkan bisa lama di sini. Aku mau pulang, tapi Ibu menahanku. Kemudian, dia sengaja mengajak main Jae sehingga Jae terlalu asyik dan tidak mau pulang. Maaf, Jin.

Seokjin tersenyum hangat. Ah, lucu sekali. Padahal bukan salah Jisoo, kenapa dia harus minta maaf?

Seokjin:
Untuk apa meminta maaf? Itu bukan salahmu. Lagi pula nanti kau juga akan pulang, kan? Main saja di sana. Habiskan waktu dengan Jae dan Ibumu. Jae juga masih ingin bermain. Jangan khawatirkan yaku. Bersenang-senanglah.

Jisoo:
Aku tentu tidak bisa tenang. Bagaimana kalau ayah macam-macam?

Seokjin:
Tenang. Dia tidak akan macam-macam. Aku juga pria kuat. Jangan khawatirkan aku. Sana, jangan mengirim pesan lagi. Nanti Ibu bisa kesal karena kau malah fokus padaku.

Jisoo:
Baiklah. Aku usahakan cepat pulang. Kau makan sarapanmu, ya. Awas saja tidak!

Seokjin:
Siap, Sayangku! Hati-hati, aku mencintaimu.

Jisoo:
Aku juga mencintaimu, Sayang.

“Tuan Seokjin.”

Seokjin yang tersenyum mendapatkan pesan manis itu, mengalihkan pandangan ke arah pintu. Ternyata Bibi Kim yang datang. Seokjin bersyukur, setidaknya Bibi Kim sudah tidak menunjukkan tatapan sinis dan dingin lagi kepadanya. Setidaknya Bibi Kim sudah lebih ramah. Ada dua faktor. Satu, dia mendengar semua kebaikan Seokjin dari Jisoo, dua dia sudah menghabiskan waktu dengan Seokjin dan tahu bagaimana sifatnya.

“Ah, Bibi Kim rupanya. Ada apa?”

“Aku hanya ingin memberitahu pesan Nona Jisoo. Dia pergi bersama Jae ke taman bersama Nyonya Hana. Kau diharuskan untuk sarapan. Sekarang silahkan sarapan dulu. Ingin dibawakan ke sini atau..”

Bibi Kim menggantungkan ucapannya, menunggu jawaban. Ya, sebenarnya tidak masalah juga, hanya saja jika Jiho tahu, Jiho biasanya akan mengomentarinya. Seokjin yang tahu kenapa Bibi Kim ragu menggeleng.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Scenario✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang