“Ya! Beli bubuk cabai yang mahal, kau itu miskin, tapi jangan ajak yang lain miskin juga!”
“Aku tidak miskin! Jisoo dan aku suka memakai bubuk cabai ini jika membuat sesuatu! Jadi tidak tahu apa-apa diam saja!”
“Sayurnya! Beli yang segar! Itu sangat tua!”
“Gigimu yang tua! Ini masih baru!”
“Itu murah!”
“Ini yang sering dipakai aku dan Jisoo, Bodoh! Jika tidak ingin murah, beli saja sayurnya di mars sana!”
Kira-kira begitu perdebatan mereka selama mencari barang di supermarket membuat Jisoo pusing sekaligus malu. Dia tidak bisa melakukan apapun sampai akhirnya sekarang mereka keluar dari supermarket. Tadi Jisoo akhirnya memberikan keputusan kalau mereka akan ke supermarket, kemudian ke taman agar adil dua-duanya dibanding mereka terus berdebat.
“Sudahlah, berhenti bertengkar,” ujar Jisoo kala mereka kembali adu mulut perihal bahan-bahan. Sudah diluar saja masih bertengkar. Keduanya berhenti, kemudian mendengus.
Jisoo hanya geleng-geleng kepala. Jae bahkan hanya berdiri disamping Jisoo dengan bingung menatap paman dan ayahnya yang bertengkar seperti dirinya dan Iseul sekarang. Dia melihat ibunya dan ibunya juga tampak pusing.
Appa! Cokelat untuk Iseul masih ada kan?!” tanya Jae kemudian dengan semangat. Dia ingin memberikan cokelat agar Iseul tidak marah lagi padanya. Banyak malah karena Iseul suka sekali cokelat.
Seokjin menoleh, tersenyum lembut. “Ada. Ini aman.” Dia menunjukkan plastik berisi banyak cokelat didalamnya.
“Yey!”
“Jae, snack untukmu dan Iseul juga ada padaku.”
“Pegang yang aman, Paman.”
Seokjin melirik sinis pada Junho. “Dia tidak bertanya padamu,” ketusnya membuat Junho menoleh juga. Mungkin dia akan membalas kalau saja Jisoo tidak langsung mengisyaratkan untuk diam. Jisoo tahu, nanti perdebatan mereka akan semakin panjang.
Mereka semua akhirnya memutuskan kembali berjalan dan Jisoo terkejut ketika tiba-tiba ada yang menarik tangannya, sampai dia membentur dada bidangnya. Jisoo mendongak, menemukan Junho yang ternyata menariknya. Untung saja tadi dia belum mengandeng Jae bersamanya. Junho menunduk, menatapnya dengan tatapan semacam khawatir.
“Jun,” panggil Jisoo terkejut.
Junho tersenyum. “Tadi ada yang ingin menyenggolmu,” ucapnya kemudian melirik pria yang ada tidak jauh dari mereka. Seketika Jisoo mengerti. Baru saja ingin mengucapkan terima kasih, Junho mendadak menangkup kedua pipinya. “Kau baik-baik saja kan? Tidak terluka?” tanyanya membuat Jisoo mematung. Benar-benar terkejut.
Seokjin hanya menatap mereka marah. Tepatnya pada Junho. Sengaja sekali pria ini. “Ya!” Seokjin menghampiri, kemudian menarik Jisoo membuat pegangan Junho di pipi Jisoo otomatis terlepas. “Apa yang kau lakukan? Untuk apa menariknya? Kau itu ingin modus ya? Bahkan sampai memegang pipi.” Panas sekali ketika Seokjin mengingatnya.
“Tadi ada yang hampir menyenggolnya. Aku menariknya agar tidak tersenggol.” Junho memberi pembelaan. Memang awalnya dia berbicara seperti berbisik, jadi Seokjin dan Jae tak mendengarnya.
Oke. Seokjin bisa mempercayai satu itu dan tahu alasan satu pria berkacamata tadi melihat Jisoo sejenak, sebelum masuk. Bahkan tidak meminta maaf sama sekali.“Lalu? Untuk apa menangkup pipi?”
“Aku hanya bertanya.”
“Harus sampai menangkup pipi?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Scenario✅
RomanceAhn Jisoo adalah gadis yang hamil di luar pernikahan. Kesalahan fatal yang terjadi di masa lalu membuatnya sangat menyesal dan akhirnya menumbuhkan benih yang sudah dilahirkannya yakni Jae. Semua ini membuatnya diusir oleh keluarganya. Ayahnya sanga...