Scenario Part 31

273 40 5
                                    

“Jae, makan makananmu atau kau tidak boleh bermain dengan Iseul, ya!”

“Iya!”

Jisoo tersenyum hangat. Hari ini hari liburnya juga. Artinya Seokjin juga libur. Setiap hari, rasanya Jae tidak pernah absen untuk bermain dengan Iseul. Keduanya tidak bertemu sehari saja tampaknya sangat sedih dan kesepian. Satu sama lain saling merasakannya. Jae rasanya bisa melakukan apapun untuk Iseul, begitupula sebaliknya. Biasanya jika Jae tidak mau sarapan, Jisoo hanya mengancam tidak boleh bermain dengan Iseul, dia akan langsung memakannya seperti kali ini. Jisoo juga dapat sarapan.

Eomma, di mana Appa? Dia tidak makan?” tanya Jae dengan mulut yang masih mengunyah makanan.

Jisoo yang hendak menyuapkan makanan ke mulutnya terhenti. Ah, Jin. Tadi, Jin memang belum bangun. Tampaknya dia kelelahan karena persiapan pernikahan, pernikahan saja dia sangat sibuk. Jadi, dia sebenarnya kurang tidur dan istirahat. Terlebih, setelah bertengkar dengan Jisoo. Waktu tidurnya semakin kurang. Ini kesempatan bagi Jisoo agar menikmati waktu berdua hanya dengan putranya. Dia masih enggan dekat dengan Seokjin. Ya, atau mungkin sebenarnya di dalam lubuk hatinya, dia juga khawatir dengan Seokjin yang kurang tidur dan membiarkan dia memaksimalkan tidurnya hari ini.

“Jangan berbicara dengan mulut penuh, Jae. Berbicara setelah makanannya habis.”

Bukan. Bukan Jisoo yang menjawab. Tanpa menoleh, Jisoo sudah tahu siapa yang berbicara. Itu adalah Seokjin. Jae sendiri langsung antusias melihat ayahnya. Jisoo sendiri hanya diam, berusaha tetap bersikap biasa di hadapan Jae. Jisoo melihat Seokjin yang rambutnya sudah basah artinya dia baru saja selesai mandi. Seokjin sudah rapi dan wangi. Dia mengecup lembut kening Jae.

Appa lama sekali,” ujar Jae usai menelan makanannya.

“Iya. Tadi, Appa baru bangun. Lanjutkan makanmu. Mau bermain dengan Iseul, kan?”

“Iya.”

Seokjin tersenyum melihat Jae yang sudah mulai lahap memakan makanannya. Setelahnya, dia melihat Jisoo yang tengah mengunyah makanannya. Jisoo enggan melihatnya. Seokjin hanya memaksakan senyumannya. Lalu, dengan lembut dia menghampiri Jisoo dan tanpa diduga Jisoo mendadak dia mengecup keningnya membuat Jisoo menoleh dengan mata melebar. Dari tatapannya, dia seakan-akan mengatakan ‘kau gila?’. Namun, Seokjin hanya terkekeh.

“Sarapanku?”

Jisoo menghela napasnya. Sial. Seokjin sengaja melakukan ini tepat di hadapan Jae karena Jisoo tidak bisa menolak yang dilakukan Seokjin atau memarahinya. Jisoo sudah sepakat untuk terlihat baik-baik saja di hadapan Jae. Terlebih, Jae sedang memandang mereka seraya tersenyum. Senang melihat keakraban ayah dan ibunya yang sebenarnya hanya kebohongan.

“Ada di hadapanmu. Memangnya kau tidak lihat?” Itu sarkas. Bukan pertanyaan.

Tidak salah Jisoo mengatakan seperti itu karena siapapun bisa melihat kalau makanannya ada di hadapan Seokjin. Di meja makan, di samping Jisoo. Tadi, Seokjin hanya sengaja bertanya karena ingin berkomunikasi dan berinteraksi dengan Jisoo. Untung saja Jae mengira mereka sedang saling bercanda satu sama lain.

“Iya. Kau benar.” Seokjin lalu duduk di tempatnya, di samping Jisoo. “Ji, kau ingin pergi ke suatu tempat hari ini?” tanya Seokjin usai menelan makanannya. Dia berencana membawa Jisoo ke suatu tempat.

Scenario✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang