Scenario Part 19

275 39 2
                                    

"Jae! Pakai dulu sepatumu! Tidak perlu terlalu bersemangat. Ayahmu belum datang!"

Jae terkekeh mendengar ucapan Jisoo yang sudah memegang kedua sepatu dengan ukuran kecil khusus untuk anak seusia Jae. Jae begitu bersemangat ketika mendengar dia akan berjalan-jalan dengan Seokjin dan Jisoo hari ini. Walau agak sedih juga karena Iseul tidak bisa ikut. Tapi, dia tetap senang dan bersemangat. Jae akhirnya duduk di sofa setelah Jisoo memintanya dan membiarkan Jisoo memakaikan sepatu di kakinya. Jisoo juga sudah memakaikan jaket kepada Jae. Bahkan Jae sudah bersiap membawa kacamata hitam yang mungkin tidak terlalu dibutuhkan sebenarnya. Hanya saja, Jae hanya ingin bergaya. Kepercayaan dirinya menurun dari Seokjin yang selalu dengan percaya diri mengatakan dirinya tampan.

"Appa ke mana, Eomma? Lama sekali!" ujar Jae tidak sabar.

Jisoo tersenyum melihat keantusiasan Jae. "Iya. Sebentar. Tadi Appa sudah memberitahu, dia sedang siap-siap dan akan segera kemari."

"Yey! Jae benar-benar tidak sabar. Nanti aku akan minta Appa untuk-"

Ucapan Jae terhenti ketika bel rumahnya dan Jisoo berbunyi. Jisoo menoleh ke pintu, begitupula dengan Jae. Jae langsung tersenyum antusias. "Itu pasti Appa!" teriak Jae semangat.

Jae langsung turun dan berlari ke pintu. Mungkin dia juga sebenarnya tidak memedulikan teriakan ibunya yang memintanya untuk pelan-pelan dan berhati-hati. Jae langsung membuka pintu yang tidak dikunci karena tadi Jisoo sengaja, biar lebih mudah ketika membukakan Seokjin pintu. Jae memang tidak sampai, sih, hanya saja dia meloncat-loncat untuk membuka handle pintu dan berhasil. Namun, senyuman Jae perlahan pudar kala melihat siapa yang datang. Jisoo sendiri juga segera menghampiri setelah tiba-tiba ada barang jatuh tadi.

"Eomma! Bukan Appa yang datang!" teriak Jae ketika Jisoo berlari untuk menyusul Jae.

"Oh, ya? Lalu siapa yang da-" Ucapan Jisoo terhenti ketika melihat siapa yang datang. Raut wajahnya berubah menjadi menegang. Namjoon.

Sedangkan Namjoon, menarik senyumannya melihat Jae dan Jisoo. "J-Jisoo-ya, aku-"

"Jae! Masuk ke dalam dulu!" ucap Jisoo langsung.

Jisoo dengan panik langsung memegang Jae. Walau heran, Jae menurut. Jisoo juga tampak sekali paniknya. Jae masuk ke dalam dan Jisoo menatapnya tegas dan memintanya jangan keluar. Kemudian segera menutup pintunya. Jisoo kemudian berbalik, menatap Namjoon yang sedang memandang pintu yang tertutup dengan tatapan sendu.

"Kenapa kau membawa Jae begitu saja ke dalam? Aku ingin bertemu dengannya."

"Sialan! Pergi kau dari sini! Aku tidak akan membiarkanmu bertemu dengan Jae! Untuk apa kau ke sini?!" teriak Jisoo langsung dengan tatapan amarahnya itu.

Namjoon masih mempertahankan tatapan sendunya. "Aku ingin bertemu dengan anakku dan kau, Ji," ucapnya dengan suara seraknya.

Jisoo bahkan rasanya ingin muntah mendengarnya. Kedua tangannya terkepal di sisi tubuh. "Kau benar-benar tidak tahu malu, kau tahu itu?"

"Iya. Aku tahu. Tapi, aku tidak akan menyerah," jawab Namjoon dengan yakinnya membuat Jisoo menghela napasnya sendiri. Seakan lelah meminta Namjoon menyerah. Namjoon sangat keras kepala. Namjoon mendekat kepada Jisoo. Jisoo spontan mundur selangkah. "Ji, menikahlah denganku. Aku akan membahagiakanmu dan Jae. Aku akan menebus segala kesalahan di masa lalu," pinta Namjoon kemudian sukses membuat Jisoo terkejut sekaligus geram.

"Kau bermimpi saja, bodoh!" ucap Jisoo kemudian.

Namun, Jisoo terkejut ketika mengatakan itu, tatapan Namjoon yang sendu, berubah seperti orang yang marah atau tersinggung. Namjoon menaikan sebelah alisnya. Dia kembali maju dan Jisoo kembali mundur. Dalam hati, Jisoo berdoa agar Jae tidak melihatnya. Semoga Jae dengan segala akalnya, tidak memikirkan ide agar matanya bisa melihat ke arah jendela yang lebih tinggi darinya itu. Bahkan segala percakapan ini. Jisoo harap, Jae tidak mendengarkannya. Tapi, itu mustahil. Jelas, itu pasti terdengar.

Scenario✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang